GAZA (jurnalislam.com)– Militer Israel dilaporkan mengintensifkan penggunaan robot bermuatan bahan peledak di wilayah utara Jalur Gaza, menyebabkan kehancuran besar, korban jiwa, dan kepanikan di kalangan warga sipil. Laporan investigatif media berbahasa Arab milik The New Arab, Al-Araby Al-Jadeed, pada Ahad (25/5/2025), mengungkapkan bahwa teknologi mematikan ini telah digunakan secara luas, khususnya di kota Beit Hanoun dan Beit Lahia.
Robot-robot tersebut, yang dimodifikasi dari kendaraan lapis baja M113 dan membawa hingga lima ton bahan peledak, dioperasikan dari jarak jauh dan sering diparkir berjam-jam hingga berhari-hari di dekat rumah, rumah sakit, dan permukiman warga.
Mahmoud Nasser, pasien di Rumah Sakit Kamal Adwan, mengenang saat salah satu robot itu berhenti tepat di depan rumah sakit.
“Kami tidak bisa tidur malam itu. Semua orang menahan napas, karena ledakannya akan menghancurkan rumah sakit dan membunuh semua orang di dalamnya. Ketika robot itu akhirnya menjauh di pagi hari, kami semua menghela napas lega,” ujarnya kepada Al-Araby Al-Jadeed.
Nasser yang sebelumnya tinggal di Beit Hanoun juga menyaksikan beberapa ledakan dari dekat.
“Suaranya mengerikan – seperti gempa bumi. Dinding bergetar, dan area itu hancur. Warga kini mengenali robot-robot ini dari gerakannya yang kaku. Satu robot berhenti di luar rumah keluarga Abu Odeh – mereka mengira itu kendaraan biasa, tetapi meledak, menewaskan ketujuh anggota keluarga itu,” jelasnya.
Paramedis Pertahanan Sipil Gaza, Mohammed Tamous, menggambarkan skala kerusakan akibat robot-robot ini yang sangat luar biasa.
“Pada bulan November 2024, 15 robot diledakkan di dua jalan di Kamp Jabalia. Ledakan itu menyapu bersih seluruh blok. Puluhan orang menjadi martir. Sebagian besar warga mengungsi karena penembakan terus-menerus dan perintah evakuasi paksa,” katanya.
“Kami berada lima kilometer jauhnya dan masih mendengarnya seperti berada di dekat kami. Beberapa puing mencapai kami. Orang-orang kehilangan pendengaran. Penyelamatan tidak mungkin dilakukan – area itu hancur.” imbuhnya.
Penggunaan robot-robot ini juga menyebabkan pengungsian massal. Abu Nasr, yang tinggal hanya satu kilometer dari lokasi ledakan, berkata:
“Kami menghabiskan sepanjang hari menghitung ledakan robot. Kami mempercayakan diri kepada Tuhan – suaranya mengerikan, dan kerusakannya sangat besar.”
Musab Shabat, warga Gaza yang melarikan diri bersama keluarganya dari jalan Al-Jalaa, menggambarkan efek ledakan,
“Anda merasakan getaran di bumi, seperti gempa bumi, tetapi lebih keras. Bahkan dari jarak satu kilometer, getarannya terasa di dekat Anda. Saya tidak bisa menenangkan anak-anak saya. Ketika robot itu bergerak, itu berarti seluruh blok akan lenyap.”
Shireen Mousa Hamdan (37), pengungsi dari Beit Hanoun, mengalami langsung dampaknya.
“[Israel] mengirim robot setiap hari. Mereka berkeliaran di gang-gang dan menyebarkan ketakutan. Rumah kami yang berlantai tiga terkena serangan udara. Anak saya menjadi martir. Saya mengalami patah tulang tengkorak dan sekarang menggunakan kursi roda. Semua keluarga saudara laki-laki suami saya tewas,” katanya.
“Robot itu menghancurkan lima rumah dan mengubahnya menjadi abu. Sebuah tank menembakkan satu peluru – Anda bisa bersembunyi. Tetapi robot mengubah segalanya menjadi debu.”
Organisasi hak asasi manusia Euro-Med Monitor mengecam penggunaan robot peledak di kawasan sipil. Mereka menyebut praktik ini sebagai pelanggaran hukum internasional karena tidak dapat membedakan antara target militer dan warga sipil.
Penggunaan robot peledak ini menambah daftar panjang metode militer Israel yang menuai kritik internasional dalam konflik yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil Palestina sejak Oktober 2023. (Bahry)
Sumber: TNA