ISTANBUL (Jurnalislam.com) – Liga Arab pada hari Selasa mengutuk pemukiman yahudi ilegal Israel di tanah Palestina, Yerusalem, saat Perdana Menteri zionis Benjamin Netanyahu memerintahkan pembangunan 2.500 unit pemukiman baru di Tepi Barat yang diduduki Israel, Anadolu Agency mengatakan, Rabu (25/01/2017)..
Pembangunan di wilayah tanah Palestina “dipandang sebagai pelanggaran serius yang berkelanjutan terhadap hukum internasional dan tantangan yang jelas dengan kehendak masyarakat internasional,” 20 negara-negara anggota liga mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Liga Arab menginginkan Dewan Keamanan PBB untuk mencegah pemukiman karena mengancam perdamaian, keamanan, keseriusan masyarakat internasional dan efektivitas keputusan PBB.
Pernyataan itu mengatakan persetujuan untuk proyek ini adalah respon terhadap suara Dewan Keamanan bulan lalu yang menuntut Israel “segera dan benar-benar” menghentikan semua kegiatan permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki.
Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan pada hari Selasa di New York bahwa, “Tindakan sepihak Israel yang menghambat perdamaian sangatlah mengkhawatirkan.”
Dujarric juga mengatakan Sekjen baru PBB Antonio Guterres khawatir tentang keputusan Israel, menambahkan bahwa “Sekretaris-Jenderal tidak memiliki rencana lain selain solusi dua negara.”
Zionis Netanyahu menyetujui pembangunan tersebut, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya Selasa.
“Kami sedang membangun dan akan terus membangun,” katanya dalam pernyataan.
Persetujuan tersebut adalah perjanjian sejenis yang kedua sejak Donald Trump menjabat presiden AS sejak hari Jumat lalu.
Pada hari Ahad, pemerintah zionis menyetujui pembangunan 566 unit pemukiman yahudi baru di Yerusalem Timur.
Turki mengecam keras keputusan tersebut dan mendesak penghentian segera “pemukiman ilegal” yang mengancam perdamaian.
“Kami menyerukan Israel untuk berhenti bersikeras mengejar pendekatan bermasalah seperti ini yang menghancurkan visi solusi dua-negara dengan mengabaikan hukum internasional dan hak asasi manusia,” kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.