PERANCIS (Jurnalislam.com) – Beberapa hari setelah gelombang serangan mematikan yang menewaskan sedikitnya 129 orang di Paris, sejumlah politisi Eropa mengambil kesempatan untuk memperingatkan agar tidak lagi menerima pengungsi dari perang dan mengalami penindasan di negara-negara mayoritas Muslim, lansir Aljazeera, Senin (16/11/2015).
Peringatan tersebut menambah kekhawatiran bahwa masalah pengungsi akan memburuk setelah terdapat laporan bahwa salah satu penyerang Paris diduga membawa paspor sambungan-Suriah walaupun belum terbukti.
Yang bereaksi tercepat terhadap peristiwa di Paris, dalam hal menghentikan aliran pengungsi Suriah, adalah Polandia.
Kurang dari 24 jam setelah serangan bom dan senjata api mengguncang ibukota Perancis, menteri urusan Eropa Polandia, Eurosceptic Konrad Szymanskic, mengatakan kepada situs wpolityce.pl bahwa negaranya akan menarik kembali komitmen kuota Uni Eropa untuk memindahkan pengungsi melintasi benua.
"Melihat peristiwa tragis di Paris, Polandia tidak melihat adanya kemungkinan politik untuk mengimplementasikan keputusan tentang relokasi pengungsi," katanya. "Serangan tersebut membuktikan ada kebutuhan untuk merevisi kebijakan Eropa yang lebih dalam mengenai krisis migran."
Saat ini Lebanon dan Turki menjadi tuan rumah pengungsi Suriah dalam jumlah terbesar. Diperkirakan 500.000 lebih pengungsi dari Suriah, setengah lebih dari mereka adalah perempuan dan anak, telah tiba di Eropa tahun ini, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi.
Angka-angka tersebut adalah perkiraan konservatif, dan merupakan jumlah pengungsi melintasi perbatasan yang terdeteksi.
Pada bulan Oktober saja, PBB mengatakan 218.000 pengungsi menyeberangi Mediterania ke Eropa, yang merupakan rekor bulanan.
Deddy | Aljazeera | Jurniscom