JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya menanggapi pernyataan mantan Kepala BIN, Hendropiyono yang mengatakan bahwa Pilpres 2019 adalah pertarungan antara ideologi Pancasila melawan ideologi khilafah.
Harist menegaskan, pernyataan tersebut sebagai propaganda menyesatkan yang berpotensi mengadu domba anak bangsa.
Selain itu, kata dia, pernyataan Hendropiyono itu adalah narasi yang sengaja dibangun sebagai upaya mencitraburukan kubu oposisi.
“Jadi isu khilafah dijadikan propaganda untuk memonsterisasi salah satu rival dalam kontestasi pilpres 2019 adalah cacat narasi,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Jurnalislam.com, Senin (1/4/2019).
Harist menambahkan, khilafah di Indonesia sejauh ini hanya baru pada level gagasan belum. Secara keamanan pun khilafah belum pada level ancaman secara aktual.
“Dalam perspektif intelijen yang jujur dan obyektif tidak akan menempatkan sebagai ancaman aktual tapi potensial. Dan ancaman potensial juga masih bisa di elaborasi lebih detil untuk menakar kwalitas ancaman,” paparnya.
Lebih lanjut, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini menjelaskan, propaganda tentang Pilpres 2019 adalah pertarungan antara Pancasila vs Khilafah lebih berbahaya daripada gagasan khilafah itu sendiri karena telah menebar provokasi dan adu domba antar anak bangsa.
“Menurut saya yang justru perlu kajian serius adalah tentang potensi rusuh jika pasangan 01 kalah dalam pilpres. Indikasi dan parameternya adalah realitas sosiologis perilaku pemilih fanatik ideologis dan non ideologis kalangan akar rumput dari pasangan 01 banyak yang nalarnya cekak alias sumbu pendek. Ini rawan di provokasi untuk melakukan aksi-aksi yang bisa mengoyak kedamaian rakyat,” ujar Harits.
Ia menilai, kubu petahana telah menghalalkan segala cara untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2019, termasuk melemparkan narasi Pancasila vs Khilafah.
“Memdowngrade rival dengan isu atau propaganda murahan, memonsterisasi rival agar rakyat resisten. Ini tabiatnya adalah cara-cara yang lazim dilakukan orang bermental dan berwatak komunis,” tegas Harits.
Sebelumnya, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Abdullah Mahmud Hendropiyono mengatakan, yang bertarung pada Pemilu kali ini adalah ideologi Pancasila berhadapan dengan ideologi khilafah. Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat harus mulai menentukan pilihan dan memahami calon pemimpin dipilih pada Pemilu 2019.