JAKARTA(Jurnalislam.com) — Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus, Nur Arifin, mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan langkah-langkah teknis umrah di masa pandemi Covid-19. Ini sebagai upaya persiapan ketika umrah benar-benar dibuka oleh Arab Saudi.
Arifin mengatakan, rilis nota diplomatik dari Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi yang disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) bukan menyatakan umroh telah dibuka, tapi segera dibuka. Artinya pemerintah Indonesia harus segera menyiapkan langkah-langkah teknisnya.
“Misalnya (menyiapkan) kesiapan jamaah umrah Indonesia, saat ini ada jamaah umrah yang tertunda keberangkatannya, karena dulu sudah membayar umroh tapi belum bisa berangkat akibat ditutupnya umrah pada Februari 2020, ada sekitar 59 ribu jamaah,” kata Arifin kepada Republika, Senin (11/10).
Ia menyampaikan, pemerintah akan melakukan mitigasi, dari sekitar 59 ribu calon jamaah umrah ini berapa banyak yang sudah divaksin dua kali. Kemudian yang sudah siap dengan umrah di era pandemi Covid-19 berapa banyak.
Ia menerangkan, sebab di era pandemi ini ada standar protokol kesehatan (prokes) yang harus diikuti setiap calon jamaah umrah. Misalnya standar prokesnya harus divaksin dua kali dengan vaksin yang diakui oleh Arab Saudi, yakni Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Johnson & Johnson.
“Bagi yang vaksin di luar empat vaksin itu (yang diakui Arab Saudi) misalnya sinovac dan sinopharm, maka perlu booster,” ujarnya.
Arifin mengatakan, terkait booster ini masih dalam diplomasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia dengan Kemenkes Arab Saudi. Kemenkes Indonesia sedang menawar ke Arab Saudi agar tidak perlu booster, karena sinovac dan sinopharm sudah diakui PBB.
Ia mengatakan, kalau calon jamaah umroh tetap wajib melakukan booster, khawatir melukai rasa keadilan rakyat Indonesia. Karena mayoritas rakyat Indonesia masih banyak yang belum divaksin.
Arifin menegaskan, rakyat Indonesia yang sudah divaksin dua kali belum mencapai 30 persen, sehingga masih banyak rakyat Indonesia yang belum divaksin.
“Ketika masih banyak rakyat Indonesia yang masih belum divaksin, tapi sebagian ada yang divaksin tiga kali atau booster, ini bisa melukai rasa keadilan, ini pendapat pak menteri kesehatan,” jelasnya.
Namun, ia menyampaikan, saat ini Arab Saudi masih memberikan informasi bahwa calon jamaah umrah Indonesia perlu booster. Mudah-mudahan penawaran Kemenkes Indonesia ke Arab Saudi agar tidak perlu booster segera ada hasilnya, karena ini sangat menentukan.
Arifin menambahkan, terkait karantina yang disampaikan Menlu Indonesia, calon jamaah umroh yang tidak memenuhi standar vaksin perlu karantina lima hari.
“Ini sedang dikomunikasikan, yang dimaksud tidak memenuhi standar vaksin itu yang bagaimana, apakah yang belum vaksin dua kali atau yang menggunakan vaksin selain yang diakui oleh Arab Saudi atau yang belum booster, ini perlu ditegaskan karena hal-hal teknis seperti ini sangat penting,” ujarnya.
Ia menegaskan, KJRI Jeddah menyampaikan jangan sampai Indonesia mengirim jamaah umrah yang tidak sesuai dengan regulasi di Arab Saudi. Misalnya kalau booster tetap diwajibkan Arab Saudi, jangan sampai Indonesia mengirim jamaah yang menggunakan vaksin selain yang diakui Arab Saudi misalnya sinovac serta sinopharm dan belum dibooster, nanti akan menjadi masalah.
“KJRI akan kerepotan kalau sampai ada ratusan atau ribuan jamaah umrah yang tidak sesuai dengan standar di sana, akan menjadi pekerjaan yang berat,” kata Arifin.
Ia menyampaikan, sedang diupayakan juga agar sertifikat vaksin dari aplikasi Peduli Lindungi terintegrasi dengan aplikasi Tawakkalna di Arab Saudi.
Di samping itu, Arifin menambahkan, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) akan menerbitkan surat edaran kepada seluruh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) agar melakukan pendataan jamaah umrah yang siap berangkat di masa pandemi Covid-19, dan agar siap dengan standar prokes di Indonesia dan Arab Saudi.
Sumber: ihram.co.id