KEDIRI (jurnalislam.com)- Kasus dugaan korupsi kuota haji yang menyeret mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menuai kegelisahan para kiai di Jawa Timur. Mereka berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menuntaskan perkara ini demi menjaga marwah Nahdlatul Ulama (NU) dari sorotan negatif publik.
Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH Abdul Mu’id Shohib, mengaku prihatin karena NU menjadi bahan olok-olok di media sosial. Terlebih nama Yaqut kerap dikaitkan dengan NU sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor.
“Saya terus terang prihatin NU jadi bahan bullying di medsos. Jika ada oknum yang berbuat salah, segera saja (KPK) lakukan tindakan. Saya rasa KPK punya dasar yang kuat untuk bertindak,” ujar Gus Mu’id, Selasa (16/9/2025).
Kasus korupsi kuota haji ini naik ke tahap penyidikan usai KPK memeriksa Yaqut pada 7 Agustus 2025. Lembaga antirasuah menengarai tambahan 20 ribu kuota haji diperjualbelikan oleh sejumlah biro travel untuk memperkaya pejabat Kementerian Agama.
Menurut Gus Mu’id, langkah hukum yang diambil terhadap kader NU tidak akan menimbulkan gejolak di akar rumput. Warga NU dinilai sudah cukup rasional dalam menyikapi dinamika di tingkat elit.
“Kalau akar rumput tidak ada masalah, kalau internal PBNU mungkin iya,” ungkapnya.
Ia menambahkan, banyak kiai menyampaikan keluh kesah kepada Ketua Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar terkait kondisi NU saat ini. Mereka berharap NU kembali ke khittah perjuangan umat, bukan menjadi alat kepentingan kelompok tertentu.
Keprihatinan serupa datang dari KH Agus Muhammad Ali Syaifullah (Gus Ipul), pengasuh Ponpes Darur Roja’, Blitar. Ia menilai isu korupsi haji sudah menjadi bahan obrolan di warung-warung dan memunculkan citra buruk bagi NU.
“NU kok ngene (NU kok begini),” tutur Gus Ipul.
Menurutnya, masyarakat kecil kecewa karena proses berhaji yang panjang dan sulit, sementara di sisi lain muncul dugaan permainan kuota oleh elit.
“Yang dikeluhkan orang kecil haji terus bagaimana. Haji kok begitu sulit. Orang-orang besar kok malah bermain,” katanya.
Gus Ipul menegaskan, pandangan negatif terhadap NU akibat kasus ini tidak bisa dibiarkan. Ia menekankan perlunya langkah struktural dan kultural agar kepercayaan masyarakat terhadap NU tidak terus tergerus.
Sumber: Tempo