JAKARTA(Jurnalislam.com) — Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta, resmi ditutup Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas pada Kamis (11/11).
Ijtima Ulama diikuti oleh 700 peserta. Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Selain itu, dalam pertemuan itu dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.
Perhelatan rutin tiga tahunan ini menyepakati 17 poin bahasan salah satunya adalah hukum KETENTUAN PEDOMAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DAN MASJID/MUSHOLLA.
Keterangan lengkap hasil pembahasan tentang KETENTUAN PEDOMAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DAN MASJID/MUSHOLLA adalah sebagai berikut:
- Aktivitas ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk adzan.
- Dalam pelaksanaannya, perlu diatur kembali tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid/mushalla untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yg ditimbulkan.
- Dalam masalah ini, Kemenag telah menerbitkan aturan sejak tahun 1978 untuk dipedomani setiap muslim, khususnya para pengurus masjid/musholla. Agar lebih kontekstual, perlu disegarkan kembali seiring dengan dinamika masyarakat.
- MUI merekomendasikan adanya sosialisasi dan pembinaan kepada umat Islam, pengurus masjid/mushollah dan masyarakat umum tentang pedoman pengggunaan pengeras suara di masjid mushalla yang lebih maslahah.
- MUI juga merekomendasikan pemerintah memfasilitasi infrastruktur masjid dan mushalla sebagai penyempurna kegiatan syiar keagamaan.