Oleh: KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengabdian bagi para ulama, zu’ama dan cendekiawan. Tugas dan fungsi MUI adalah melayani umat (khadimul ummah) dan menjadi mitra pemerintah (shadiiqul hukumah).
Pengabdian MUI kepada umat dan kemitraannya dengan pemerintah ibarat dua sisi uang mata logam yang tidak bisa dipisahkan. Secara khusus Imam al-Izz bin Abd as-Salam asy-Syafi’i memberikan perumpamaan antara hubungan kekuasaan (pemerintah) dan agama (Indonesia, MUI). Imam al-Izz bin Abd as-Salam berkata bahwa hubungan kekuasaan (pemerintah) dan agama (Indonesia-MUI) adalah saudara kembar (tauamani).
Agama adalah fondasi sedang penguasa adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada pondasinya akan runtuh, sedangkan sesuatu yang yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Tidak sempurna kekuasaan dan kontrol kecuali dengan penguasa dan cara untuk menyelesaikan masalah hukum dengan fikih (pengetahuan agama). (Baca, Al-Qawaid al-Ahkam, juz 2, halaman 75)
Tagline MUI sebagai pelayan (khadim) umat dan mitra (shadiiq) pemerintah merupakan komitmen MUI untuk mewujudkan harmoni keummatan, kebangsaan, dan keagamaan.
Kata shadiiq dalam kamus Arab diartikan shahib yang artinya dalam bahasa Indonesia bisa disebut teman, kawan atau mitra. Posisi seorang teman, kawan atau mitra adalah menghubungkan (silaturahim) dengan teman yang lain, menyemangati dalam kebaikan, berada di tengah menjadi juru damai ketika antara satu teman dengan teman yang lainya saling bertikai.
Dalam Alquran kata shadiiq disebut dua kali, yaitu dalam surat An Nur ayat 61:
أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ
“(di rumah) yang kamu miliki kuncinya atau (di rumah)kawan-kawanmu.” Dan dalam surat As Syuara ayat 101:
وَلَا صَدِيْقٍ حَمِيْمٍ
“Dan tidak pula mempunyai teman yang akrab.”
Ada ungkapan ahli hikmah yang dinisbahkan kepada perkataan Sayyidna Imam Ali bin Abi Thalib:
صديقُكَ من صَدَقَكَ لا من صَدَّقَك.
“Teman/mitra sejatimu adalah orang yang senantiasa berkata benar kepadamu bukan yang selalu membenarkanmu.”
Jadi, teman atau mitra yang baik itu adalah mereka yang berkata benar kepada sesama temannya, bukan selalu membenarkan tindakannya. MUI sebagai mitra (shadiiq) pemerintah dalam hal melakukan pengabdian (khidmah) kepada umat tidak mungkin MUI melanggar atau bertentangan dengan aturan pemerintah.
Tidak ada satupun program kerja MUI, informasi (maklumat), penjelasan (bayan), dan panduan dan jawaban hukum (fatwa) MUI yang berseberangan dengan aturan dan ketentuan pemerintah, bahkan malah menjadi penguat atas kebijakan dan aturan pemerintah, seperti Fatwa MUI terkait pelaksanaan ibadah di masa pandemi, program vaksinasi, pengelolaan zakat, menolak tindakan teror dan lain sebagainya.
Dalam konteks MUI sebagai shadiiq (mitra) dari pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wadah perkumpulan ulama, zu’ama, dan cendekiawan keputusan MUI secara kelembagaan telah banyak membantu dan menguatkan pemerintah dengan cara memberikan masukan dan saran untuk kemaslahatan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan keagamaan, fatwa halal-haram sebuah produk, dan kemaslahatan umat.
Hubungan MUI dengan pemerintah merupakan hubungan saling melengkapi dan menguatkan untuk kepentingan keummatan, keagamaan dan kebangsaan menuju kemaslahatan nasional.
Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi), Aminuddin Ma’ruf, menilai keberadaan MUI saat ini dan masa akan datang sangat dibutuhkan umat Islam dan pemerintah. MUI tidak hanya menjadi benteng keberagamaan, tapi juga benteng dalam menjaga NKRI.
Pemerintah sangat meyakini dan mempercayai komitmen MUI terhadap NKRI dan pemberantasan terorisme. Karena itu, salah satu bentuk komitmen MUI adalah dibentuknya Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET).
Aksi sebagian orang atau kelompok dengan tagar Bubarkan MUI yang kemudian direspons dengan kelompok lain dengan tagar Kami Bersama MUI, pasca tertangkapnya Dr Zain An Najah, salah satu anggota komisi Fatwa MUI yang diduga terlibat jaringan terorisme, merupakan aksi dan reaksi yang sangat tidak tepat dan terkesan membenturkan antara MUI dan pemerintah.
Tindakan sebagian kelompok tersebut menggambarkan ketidakpahaman dirinya terhadap eksistensi dan fungsi MUI selama ini yang menjadi khadimul ummah (pelayanan umat) dan shadiiqul hukumah (mitra pemerintah) untuk kepentingan keagamaan, kebangsaan, dan kemaslahatan secara nasional.