Oleh: Rika Arlianti DM
Entah apa yang terlintas di benak ketika berbicara tentang ukhuwah atau persaudaraan. Dengan kata apa agar bisa memahami makna persaudaraan tersebut.
Jauh hari sebelum hari ini, kepedihan sejarah menerpa umat Islam karena hilangnya muru’ah (kerinduan) antar umat muslim menyebabkan keretakan. Hingga nasihat dan retorika persaudaraan tak jarang sekadar pemanis pidato semata. Allah Subhanahu wa Ta’ala berseru dalam firman-Nya;
وَلَا تَكُوْنُوْا كَا لَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَا خْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَا بٌ عَظِيْمٌ
Terjemahnya: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS. Ali ‘Imran: 105).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang umat Islam menjadi orang-orang seperti umat terdahulu yang bercerai-berai dan berselisih di antara sesama, serta meninggalkan amal makruf nahi mungkar, padahal hujah telah jelas menentangnya.
Kendati demikian, seruan Sang Pencipta bagai angin lalu. Mereka pun kembali sibuk dengan urusan pribadi, asyik membanggakan golongan atau kelompok masing-masing. Jika tak se-mazhab maka tak lagi saling sapa.
Peduli apa dengan jeritan muslim lainnya, selama bukan dari golongan yang sama, maka hati akan pura-pura buta dan tuli. Hingga akhirnya benar-benar buta tuli akan siasat orang-orang kafir yang sedang berjuang mati-matian membombardir umat Islam secara terang-terangan.
Menurut data, Islam mayoritas di persada tanah air. Tapi faktanya, umat muslim saat ini masih carut-marut tak karuan seperti hilang arah tak berpedoman.
Sejenak merenung dan introspeksi, tanyakan pada diri dan relung hati paling dalam. Apalah arti kehadiran golongan, kelompok, dan organisasi jika tak lagi bertujuan membangun persaudaraan dan persatuan Islam?
Sikap egoisme demi eksistensi diri dan kelompok membuat umat muslim terpecah belah. Sekilas memang tampak sibuk dan banyak kegiatan-kegiatan bernuansa Islam, flyer kegiatan bertebaran di sosial media dan mading kampus ataupun sekolah. Tapi jika dibandingkan dengan kemungkaran yang ada di headline berita nasional dan daerah, tentu belum sepadan.
Bukan menyalahkan, tapi barangkali inilah buah dari sibuknya diri dengan kelompok dan golongan masing-masing. Hingga lalai melihat ke luar jendela bahwa ada banyak saudara seiman yang butuh sandaran dan rangkulan. Butuh uluran tangan, juga nasihat.
Terlalu sibuk menambah hafalan, giat mengusung kegiatan demi membangun citra kelompok dan golongan, sampai lupa menanyakan kabar saudara seiman. Jangankan bertanya kabar, sekadar menoleh dan menyapa saja enggan. Terlebih jika tak se-kufu.
Maka sangat benar sindiran Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam berabad-abad silam bahwa umat Islam akhir zaman akan seperti buih di lautan. Meski terlihat banyak, namun tidak lagi menggugah jiwa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya: Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Sebagian umat Islam tidak mampu menggapai kedudukan yang mulia dan tidak mampu pula untuk berjihad fii sabilillah, serta menegakkan kalimat Allah karena kecintaan terhadap dunia dan kesenangan di dalamnya. Mereka begitu bersemangat mendapatkan kesenangan duniawi dan takut kehilangannya. Walaupun jumlah umat muslim banyak tetapi jumlah ini hanya bagaikan sampah-sampah yang dibawa air hujan dan tidak bernilai apa-apa.
Selagi umat muslim sibuk dengan kesibukan masing-masing, kapitalis dan zionisme juga sibuk memasang ranjau, baik di dunia nyata terlebih maya. Merampas dan memburu jati diri umat Islam yang sebagian telah terpenjara dalam perangkap ghazwul fikri (peran pemikiran) dengan strategi 7F (Finance, Food, Film, Fashion, Fun, Fiction, and Faith).
Sadar atau tidak umat muslim seperti terhipnotis bahkan tanpa ragu menyambut penuh antusias. Dengan dalih bahwa dengan meniru gaya dan budaya non-Islam seakan telah menjadi sangat berbudaya dan modern.
Berangkat dari sana, perlahan akan mengakar dan dianggap hal yang wajar sehingga mengesampingkan bahkan melupakan peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ تُطِيْعُوْا فَرِيْقًا مِّنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ يَرُدُّوْكُمْ بَعْدَ اِيْمَا نِكُمْ كٰفِرِيْنَ
Terjemahnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengikuti sebagian dari orang yang diberi Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir setelah beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 100).
Dari ayat di atas, dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar jangan sampai taat kepada kemauan segolongan Ahli Kitab yang selalu dengki terhadap kaum mukmin, karena kaum mukmin telah mendapat anugerah-Nya berkat kemurahan-Nya dan telah mengutus Rasul-Nya kepada mereka.
Apa hendak di kata, peringatan tersebut tak lagi menggetarkan jiwa. Bagaimana bisa jiwa bergetar, sedang hati tak lagi khusyuk mengingat-Nya. Sebab sebagian orang yang katanya berilmu sedang sibuk mengangkat bendera golongan masing-masing penuh kebanggaan.
Padahal jika bisikan nurani dituruti sekali saja dengan jujur, mereka akan sadar bahwa salah satu golongan musyrik antara lain ialah mereka yang bangga dan fanatik dengan kelompok atau golongannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَا نُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍ بِۢمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
Terjemahnya: “… dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum: 31-32).
Prinsip jamaah yang berdiri di atas tiang saling memahami, bertanggung jawab, tolong-menolong, saling membela, dan adil berkesinambungan, kini tinggal kenangan. Sebab ideologi didominasi liberal dan jauh dari prinsip islami.
Mungkin perutmu kenyang, bisa makan enak dan tidur nyenyak di balik selimut hangat. Sedang tepat di sekitar lingkunganmu ada seorang insan merintih kelaparan dan kedinginan. Lisanmu fasih melafalkan dalil dan keutamaan persaudaraan, padahal jiwamu congkak penuh egoisme dan permusuhan. Wallahu a’lam bishawab.