JAKARTA(Jurnalislam.com) – Kebutuhan mewujudkan ekosistem closed-loop economy jamaah di Muhammadiyah dianggap sudah menjadi kebutuhan penting yang mendesak untuk segera diwujudkan.
Dalam forum Refleksi Akhir Tahun Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (24/12), pengurus MEK PP Muhammadiyah, Aries Muftie menilai kebutuhan itu tidak hanya bermanfaat untuk Muhammadiyah atau umat Islam saja, tetapi juga untuk bangsa Indonesia secara ideologis.
“Pengamalan Pancasila dalam bidang ekonomi adalah untuk melikuidasi struktur ekonomi kolonial dan menggantinya dengan struktur perekonomian nasional yang demokratis dan mandiri,” tutur Arief mengutip pemikiran Ir. Soekarno.
Arief juga mengutip pendapat Hatta bahwa ekonomi Indonesia sejatinya adalah menentang individualisme dan kapitalisme. Paham kolektif inilah yang dianggapnya sejalan dengan closed-loop economy jamaah.
Kebutuhan lain perlunya menggarap ekonomi jamaah di Muhammadiyah menurut Arif adalah untuk mengurai penguasaan ekonomi di Indonesia yang timpang karena dikuasai oleh para konglomerat saja.
Penguasaan aset-aset ekonomi oleh para konglomerat ini dinilai Arief tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 yang lebih spesifik ditafsirkan dalam Pasal 7 UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
“Kenyatannya konsentrasi kekayaan kita no.3 artinya 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 75 persen kekayaan penduduk,” kata Arief. Dirinya juga menyinggung data dari Tempo tertanggal 5 Oktober 2019 bahwa parlemen dikuasai oleh para pengusaha yang akibatnya berpengaruh pada produk kebijakan.
Melihat masalah yang begitu banyak, Arief berharap Muhammadiyah mulai memasukkan kurikulum ekonomi digital kepada para anak didik lembaga pendidikan yang dimilikinya. Literasi keuangan, diharapkan mampu menopang usaha Muhammadiyah dalam melakukan akselerasi dan penguatan ekonomi jamaah.
“Ini adalah ilmu baru yang bahkan di sekolah-sekolah Muhammadiyah tanda petik belum mengajarkan fintech, crowdfunding. Jadi poinnya, Muhammadiyah juga harus bisa mengubah kurikulum baru yang bisa sesuai dengan tantangan zaman,” kata Arief.
Terakhir, Arief menyatakan optimis Muhammadiyah suatu saat mampu mewujudkan ekonomi jamaah. ITB Ahmad Dahlan menurutnya sudah menggarap 12 dari 25 ekosistem ekonomi yang digarap di berbagai bidang. Usaha ini diharapkan dilakukan oleh banyak unit Amal Usaha Muhammadiyah lain di seluruh Indonesia.
Meski data tahun 2017 menyatakan bahwa nilai valuasi seluruh aset seluruh Muhammadiyah bernilai 320 T dengan tabungan di Bank sebanyak 22 T, jumlah itu menurut Arief belum muncul dari usaha ekonomi jamaah, tapi usaha parsial.
Jika Muhammadiyah mampu menjalankan sistem ekonomi jamaah, Arief percaya Muhammadiyah mampu menjadi kekuatan ekonomi yang jauh lebih besar sehingga mampu memberikan kemanfaatan yang lebih luas.
“Namun nanti walaupun berjejaring, gerakannya harus tetap Al Maun, kita ini adalah pendusta agama kalau di sekitar kita ada fakir dan miskin, jangan sampai aset itu hanya beredar di kalangan konglomerat saja,” pesan Arief.