Oleh:Rika Arlianti DM
LGBT di Indonesia merupakan hal yang tabu khususnya bagi masyarakat yang paham agama dan paham konsekuensinya. Bahkan MUI sudah mengeluarkan fatwa yang menolak praktek hubungan badan dan perkawinan sesama jenis pada tanggal 31 Desember 2014.
Istilah LGBT digunakan pada tahun 1990 untuk mengantikan frasa komunitas gay atau yang memiliki orentasi seks terhadap sesama jenis, meliputi Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender. Lesbian ini adalah seorang homosexual perempuan; perempuan yang mengalami percintaan atau ketertarikan secara seksual kepada perempuan lain. Sedangkan Gay menurut Douglas, 2013 merupakan laki-laki yang tertarik dan berhubungan dengan sesama laki-laki.
Mengutip dari APA, 2013; 2011; , GLAAD, 2011, Bisexualitas adalah ketertarikan secara romantis, perilaku sexual atau ketertarikan secara sexual kepada laki-laki dan perempuan. Jadi bisexual ini tertarik kepada semua gender; baik laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan Transgender menurut Reference.com mengacu pada identitas gender seseorang yang tidak terkait dengan jenis kelamin biologis sejak lahir. Transgender biasanya dikenal dengan istilah “wadam atau “bencong” di Jakarta, “calabai” di Sulawesi, dan untuk orang Jawa menyebutnya “wandu”.
Menjadi LGBT adalah upaya yang tidak mudah bahkan setelahnya pun bukan tanpa masalah. Banyak persoalan dan risiko, seperti terpapar HIV, pelecehan seksual dari yang lebih berpengalaman, penolakan dari masyarakat, dan yang paling penting ialah melawan fitrah dan merupakan kelainan atau penyimpangan.
Kebanyakan homoseksual (Lesbian, Gay dan transgender) mulai menyadari dirinya mempunyai kecenderungan berbeda ketika dalam usia muda. Studi menunjukan perilaku homosexual dan ketertarikan sesama jenis banyak dijumpai sejak usia 15, prevalensinya pada pria, di Amerika 20.8%, UK 16.3%, dan Amerika 18.5%. Sedangkan pada kelompok wanita masing-masing 17.8%, 18.6%, and 18.5% (Sell, 1995).
Ini menunjukkan bahwa kelompok usia sekolah adalah usia yang rentan untuk mulai terlibat dalam hubungan sesama jenis. Sedangkan keputusan untuk menjadi homoseksual kebanyakan terjadi pada usia dewasa muda (Nugroho,2010) atau pada usia ketika mereka kebanyakan menjadi mahasiswa.
LGBT ini sangat membahayakan bangsa dari segala aspek terutama aspek agama, budaya, ekonomi dan politik. Selain itu, dapat berdampak pada regenerasi manusia karena tidak ada pasangan sejenis yang dapat melahirkan keturunan normal. Jika hal ini tidak ditangkal sejak dini, komunitas ini akan membahayakan generasi penerus bangsa: pemuda, pelajar, dan mahasiswa.
Sadar atau tidak, komunitas LGBT bukan persoalan sex semata, tetapi adanya rekayasa yang telah diatur sedemikian rupa dan disusun secara sistematis oleh kaum liberalisme. Mereka seolah megkampanyekan LGBT sebagai salah satu bentuk kenikmatan hidup duniawi yang berupa kebebasan individu dan dapat dipraktikkan sebebas-bebasnya.
Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya perbuatan homoseks menurut Willis (2014: 26-27) adalah:
1. Faktor bawaan sejak lahir (faktor heriditas) dan hal ini sangat jarang terjadi.
2. Ketidakseimbangan hormon seks (Sex Hormonal Imbalance)
3. Pengaruh lingkungan:
a. Terpisahnya dengan lawan jenis dengan waktu yang sangat lama misalnya di penjara.
b. Pengalaman hubungan seks yang dilakukan dengan sesama jenis pada waktu kecil (masa kanak-kanak), dengan istilah sodomi.
c. Kesalahan perlakuan. Jika anak laki-laki diperlakukan sebagai anak perempuan setiap harinya misalnya dibedaki, di make up, diberi pakaian wanita, dan lain-lainnya. Maka akan tumbuh sifat-sifat kewanitaan pada dirinya (seolah-olah dia merasa bahwa dia memiliki jenis kelamin wanita), pun sebaliknya.
Penyebab lainnya juga karena keluarga yang kurang harmonis, pergaulan atau lingkungan yang kurang baik, minimnya pengetahuan tentang agama, dan pengalaman masa lalu yang buruk dengan lawan jenis.
Melansir dari edukasi.okezone.com, Psikolog sekaligus Anggota Dewan Pakar Masjid Salman Institut Teknologi Bandung, Adriano Rusfi, menilai bahwa mahasiswa berada dalam kondisi scientific euphoria and delusion. Mahasiswa banyak yang mudah terpukau ketika LGBT dibenarkan lewat teori-teori ilmiah. Adriano menganalogikan, banyak mahasiswa yang memiliki ilmu, namun tidak memahami filosofinya, ditambah karakter mahasiswa yang mudah berempati pada kaum tertindas dapat menjadi celah bagi penggerak LGBT.
Sejenak kita mengingat sejarah bahwa perilaku LGBT sejatinya ialah kebangkitan dari perilaku kaum Sodom dahulu di masa Nabi Luth. Di mana, penyimpangan seksual ini mulai muncul pada masa Nabi Luth yang sebelumnya sejak nabi Adam tidak ada kaum yang seperti itu. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ ، إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
Terjemahnya: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 80-81)
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa penyimpangan seksual ini sudah ada dan pertama kali muncul sejak zaman Nabi Luth.
أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ , وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ
Terjemahnya: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 165-166)
Disebut melampaui batas karena mereka tidak menyukai perempuan. Padahal perempuan diciptakan sebagai pasangan laki-laki. Mereka hanya menyukai sesamanya; laki-laki. Begitu pula perempuan yang pada masa itu juga hanya menyukai sesama perempuan. Dan peristiwa pada masa itu, sama dengan kasus LGBT di masa sekarang.
LGBT ini telah menjadi fenomena global yang mengkhawatirkan dan meresahkan. Terlebih di dunia yang dewasa ini komunitas tersebut sudah semakin terang-terangan menunjukkan jati dirinya di media sosial bahkan ada beberapa yang di dunia nyata.
Nah, mahasiswa menjadi salah satu sasaran empuk pengaruh kelompok tersebut. Alasannya seperti dijelaskan sebelum-sebelumnya. Untuk itu mahasiswa harus lebih membentengi diri dan meningkatkan kewaspadaan, sebab mahasiswa juga merupakan ujung tombak dalam menangkal kelompok tersebut sebelum sampai di masyarakat umum. Mengapa harus mahasiswa? Karena mahasiswa adalah yang paling dekat dengan masyarakat. (Ingat peran mahasiswa: agent of change, social control, moral force, guardian of value, dan iron stock).
Salah satu upaya pencegahan masuknya paham LGBT pada mahasiswa, pelajar, dan pemuda dapat dilakukan lewat berbagai pendekatan, misalnya lewat seminar, training, buletin, buku, atau poster yang edukatif.
Tak kalah penting juga ialah belajar ilmu agama dan selektif dalam bergaul. Ketika paham agama, insyaa Allah akan ada penjagaan diri karena ada rasa takut kepada Allah ketika hendak melakukan sesuatu yang menyimpang. Dan selektif dalam bergaul juga menjadi faktor yang sangat mendukung, sebab akan selalu ada teman yang mengingatkan tatkala kita keliru dalam menjejakkan langkah. Wallahu ‘alam.