SURABAYA (Jurnalislam.com) – Tidak terima acara maulidan dihujat, puluhan warga Sidotopo yang tergabung dalam Forum Warga Sidotopo Kidul ini bersama IPNU, IKAMRA mendatangi kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ali Bin Abi Thalib, Jl. Sidotopo Kidul 51, Surabaya, Sabtu, (7/2/2015).
Aksi ini bermula dari Buletin Dakwah Al-Iman Edisi 205 yang diterbitkan oleh STAI Ali Bin Abi Thalib berjudul “Bolehkah Merayakan Maulid Nabi Muhammad”. Berdasarkan buletin tersebut, dalam acara peringatan Maulid Nabi, terdapat pujian-pujian berlebihan terhadap Rasulullah, sehingga mendudukkan beliau pada kedudukan Tuhan. Poin itu dianggap warga tidak sesuai dengan budaya warga.
Dengan berjalan kaki sambil membaca shalawat, warga membentangkan poster yang bertuliskan bubar atau dibubarkan. Mengantisipasi terjadi kerusuhan, Polsek Semampir mengerahkan anggotanya untuk menjaga aksi tersebut.
Mereka melakukan orasi di depan pintu gerbang kampus STAI menuntut penghentian semua aktifitas kampus. Menurut warga STAI telah menjelek-jelekan acara maulidan yang merupakan bagian dari budaya mereka untuk menghormati Nabi Muhammad SAW.
Salah seorang orator mengatakan STAI sudah berkali-kali menyindir acara maulidan yang telah menjadi budaya warga Sidotopo. "Sudah berkali-kali mereka menyebarkan hujatan ini melalui radio, buletin, pengajian dimasjid," tegas Suheri anggota IPNU.
Akhirnya, perwakilan dari tokoh masyarakat masuk ke kantor dan diterima oleh pengurus kampus. Namun tidak ada dialog dalam pertemuan itu, warga hanya menyerahkan surat pernyataan pemberhentian aktifitas kampus beserta tanda tangan warga.
"Sebenarnya hidup disini enak jika ada masalah khilafiyah silahkan konsumsi sendiri jangan pengaruhi masyarakat. Kita merayakan Maulid Nabi itu disamakan oleh mereka dengan natalan, valentine, ulang tahun," ujar Muhammad, salah seorang perwakilan warga.
Warga yang didominasi laki-laki itu akhirnya membubarkan diri setelah perwakilan warga keluar dari dalam kampus. Warga memberikan waktu 3 bulan kepada STAI Ali Bin Abi Thalib untuk bubar atau dibubarkan.
Reporter : Ansaf | Editor : Ally | Jurniscom