Kekurangan Pasukan Parah, Militer Israel Perpanjang Masa Wajib Militer

Kekurangan Pasukan Parah, Militer Israel Perpanjang Masa Wajib Militer

TEL AVIV (jurnalislam.com)- Militer Israel memperpanjang masa dinas ribuan prajurit reguler selama satu tahun penuh di tengah meningkatnya kekurangan personel akibat operasi militer di berbagai front. Kebijakan ini menuai kritik tajam dari kalangan oposisi, menurut laporan Channel 12 Israel.

Langkah tersebut disebut sebagai respons atas beban militer yang terus meningkat, khususnya setelah Israel melanjutkan serangan besar-besaran di Jalur Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Suriah, hingga konflik singkat dengan Iran.

Channel 12 juga melaporkan bahwa keputusan perpanjangan masa dinas telah mendorong sejumlah pihak di dalam militer untuk mendorong tercapainya kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas guna mengurangi tekanan terhadap para tentara.

Pemimpin oposisi Yair Lapid mengecam kebijakan ini sebagai “memalukan” karena pemerintah tetap memberikan pengecualian wajib militer kepada komunitas Yahudi ultra-Ortodoks. Lapid bahkan terlibat perselisihan dengan Ketua Partai ultra-Ortodoks Shas, Aryeh Deri, awal pekan ini, terkait wacana sanksi terhadap siswa yeshiva (pesantren Yahudi) yang menolak wajib militer.

“Menteri Deri, alih-alih menyerang Jaksa Agung yang hanya menjalankan hukum, tugas Anda seharusnya memberi tahu para siswa yeshiva: ‘Israel tengah berjuang demi eksistensinya. Tidak ada pilihan selain bergabung dengan saudara-saudara kalian di medan perang,’” ujar Lapid seperti dikutip The Jerusalem Post.

“Siapa pun yang duduk di kabinet dan mengirim tentara ke Gaza, tak memiliki legitimasi moral untuk membiarkan penghindaran wajib militer.” tegasnya.

Di tengah meningkatnya ketegangan, militer Israel juga mengumumkan pada Jumat (11/7) bahwa mereka akan mengerahkan dua batalyon tambahan ke wilayah Tepi Barat yang diduduki. Tidak ada rincian lebih lanjut terkait jumlah pasukan atau lokasi spesifik penempatan tersebut.

Perang di Gaza, yang dimulai pada Oktober 2023, hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Upaya mediasi gencatan senjata yang dimediasi sejumlah negara belum membuahkan hasil. Sejumlah pakar PBB dan organisasi hak asasi manusia telah mengklasifikasikan agresi Israel di Gaza sebagai bentuk genosida.

Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan, hingga saat ini sedikitnya 57.762 warga Palestina telah tewas dan 137.656 lainnya mengalami luka-luka.

Sementara itu, di Tepi Barat, militer Israel terus melancarkan operasi skala besar, termasuk penggerebekan terhadap kamp-kamp pengungsi. Serangan udara juga terus dilakukan terhadap Lebanon dan Suriah, meski gencatan senjata dengan Hizbullah telah disepakati pada November 2024. (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan