JENEWA (Jurnalislam.com) – Serangan Myanmar selama berbulan-bulan terhadap Muslim Rohingya telah menjadi operasi terpadu dan terorganisir dengan baik yang secara eksplisit dimaksudkan untuk mendorong mereka keluar dari negara tersebut ke Bangladesh dan menghalangi kembalinya mereka, sebuah laporan terbaru PBB mengatakan pada hari Rabu (11/10/2017), lansir Anadolu Agency.
“Serangan brutal terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine utara telah terorganisir dengan baik, terkoordinasi dan sistematis, dengan tujuan untuk tidak hanya mengusir penduduk keluar dari Myanmar namun juga mencegah mereka untuk kembali ke rumah mereka,” menurut sebuah laporan PBB baru berdasarkan 65 wawancara dengan individu dan kelompok yang dilakukan di Bangladesh.
“Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap penduduk Rohingya dilakukan oleh pasukan militer Myanmar yang sering dibantu dengan orang-orang Buddhis Rakhine bersenjata,” kata laporan tersebut.
“Dalam beberapa kasus, sebelum dan selama serangan, megafon digunakan untuk mengumumkan: ‘Anda tidak berhak di sini – pergilah ke Bangladesh. Jika Anda tidak pergi, kami akan membakar rumah Anda dan membunuh Anda’,” katanya.
Uni Arakan Rohingya: Pembunuhan Terhadap Muslim Rohingya Masih Berlanjut
Laporan ini juga menyoroti sebuah strategi untuk “menanamkan ketakutan dan trauma yang dalam dan meluas – fisik, emosional dan psikologis” di antara populasi Muslim Rohingya.
Laporan tersebut menyebut operasi yang diluncurkan oleh pasukan militer Budha Myanmar menyerang warga Muslim Rohingya sebagai operasi pembersihan.
Memperhatikan keprihatinan serius akan keamanan ratusan ribu orang Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine utara, PBB meminta pihak berwenang Myanmar untuk “segera mengizinkan petugas kemanusiaan dan hak asasi manusia bebas mengakses wilayah-wilayah yang dilanda bencana.”
Kepala Komisi Komisioner Tinggi Komisaris Hak Asasi Manusia (the Office of the High Commissioner for Human Rights-OHCHR) Thomas Hunecke mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa “Kami telah menerima informasi yang sangat kredibel bahwa ranjau darat ditanam setelah 25 Agustus di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh dan kemungkinan ranjau ini ditanam untuk mencegah populasi Rohingya agar tidak kembali.”
Anggota misi OHCHR Myanmar, Karin Friedrich, memperhatikan bahwa tidak hanya pembersihan etnis tapi juga tempat-tempat religius, dengan ada masjid yang terbakar dan Quran suci yang dirusak.
Kepala HAM PBB Zeid Ra’ad Al Hussein menggambarkan operasi pemerintah Myanmar di Rakhine utara sebagai “contoh buku teks pembersihan etnis.”
Para pengungsi tersebut melarikan diri dari operasi militer di Myanmar dimana militer dan massa Buddhis membunuhi pria, wanita dan anak-anak, menyiksa, menjarah rumah, dan membakar desa Rohingya.
Temuan Advokasi Rohingya: PBB di Myanmar Memiliki Peran dalam Pembersihan Etnis
Sejak 25 Agustus, ketika militer melancarkan tindakan keras terhadap warga Muslim Rohingya, 519.000 warga Rohingya telah menyeberang dari negara bagian Myanmar di Rakhine ke Bangladesh, menurut PBB.
Ini adalah perpindahan populasi sipil Asia yang “terbesar dan tercepat” sejak tahun 1970an, kata PBB.
Turki berada di garis terdepan untuk memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya dan Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mengangkat isu tersebut di PBB.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kaum Muslim yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat atas serangan tersebut sejak ratusan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
PBB telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, mutilasi, penyiksaan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh petugas keamanan. Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.