JAKARTA (jurnalislam.com)โ Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti lemahnya transparansi keuangan lembaga legislatif. Lembaga antikorupsi itu menyatakan bahwa pengelolaan dana reses dan kunjungan daerah pemilihan (dapil) oleh DPR dan DPD RI dilakukan secara tertutup, sehingga membuka potensi besar terjadinya korupsi.
ICW menyampaikan surat keberatan resmi kepada kedua lembaga tersebut pada 28 Oktober 2025. Sebelumnya, ICW telah mengajukan permohonan informasi publik pada 21 Agustus 2025 untuk meminta rincian gaji, tunjangan, dana reses, dana aspirasi, serta laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran kunjungan dapil dan reses tahun sidang 2024โ2025.
Namun, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR dan DPD hanya memberikan lampiran peraturan dan data umum tentang gaji serta tunjangan. Tidak ada satupun data yang berkaitan dengan besaran maupun laporan penggunaan dana reses.
Padahal, menurut ICW, dana tersebut sangat besar. โSetiap anggota DPR diperkirakan menerima sekitar Rp2,3 miliar per tahun untuk kunjungan ke dapil selama masa reses,โ ungkap ICW.
๐๐ฎ๐ป๐ฎ ๐๐ฒ๐๐ฎ๐ฟ, ๐ง๐ฎ๐ป๐ฝ๐ฎ ๐๐ธ๐๐ป๐๐ฎ๐ฏ๐ถ๐น๐ถ๐๐ฎ๐
ICW menegaskan, dana sebesar itu seharusnya dikelola secara transparan, karena digunakan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan. Namun, tanpa laporan pertanggungjawaban yang terbuka, dana tersebut justru rentan disalahgunakan.
โDana reses bisa saja digunakan untuk menutup biaya politik yang dikeluarkan saat pemilu, bahkan dimanfaatkan untuk memperkuat jejaring patronase di daerah menjelang kontestasi berikutnya,โ tulis ICW dalam siaran persnya.
Akibatnya, aspirasi rakyat yang seharusnya menjadi dasar penyusunan kebijakan publik justru diabaikan. โWarga dirugikan karena kebijakan yang dibentuk tidak berbasis masalah nyata di lapangan,โ lanjut ICW.
๐๐ฒ๐ป๐ฎ๐ถ๐ธ๐ฎ๐ป ๐ง๐๐ป๐ท๐ฎ๐ป๐ด๐ฎ๐ป ๐๐ฃ๐ฅ, ๐ง๐ฟ๐ฎ๐ป๐๐ฝ๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐ป๐๐ถ ๐๐ถ๐ฝ๐ฒ๐ฟ๐๐ฎ๐ป๐๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ป
Selain dana reses, ICW juga menyoroti ketertutupan DPR dalam kebijakan tunjangan rumah dinas. Setelah menuai kritik publik pada Agustus 2025, pimpinan DPR mengumumkan penghentian tunjangan tersebut. Namun, data menunjukkan take-home pay anggota DPR justru meningkat.
ICW menduga ada upaya menipu publik dengan menghapus label โtunjangan rumah dinasโ tetapi menambah nominal pada komponen gaji dan tunjangan lainnya.
Ketika diminta membuka catatan rapat konsultasi pimpinan DPR dan fraksi-fraksi pada 4 September 2025 yang membahas hal itu, DPR menolak dengan alasan rapat bersifat tertutup. Padahal, menurut ICW, rapat tersebut tidak memuat informasi rahasia dan seharusnya bisa diakses publik.
๐๐๐ด๐ฎ๐ฎ๐ป ๐๐ผ๐ฟ๐๐ฝ๐๐ถ ๐ฅ๐๐บ๐ฎ๐ต ๐๐ถ๐ป๐ฎ๐ ๐๐ฃ๐ฅ
ICW juga mengingatkan bahwa KPK saat ini sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan rumah dinas DPR di kawasan Ulujami dan Kalibata pada tahun anggaran 2020. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah akibat penggelembungan harga.
โMasalah tunjangan dan pengadaan rumah dinas harus disikapi serius, karena menyangkut potensi penyalahgunaan dana publik,โ tegas ICW.
๐๐๐ช ๐๐ฒ๐๐ฎ๐ธ ๐๐ฒ๐๐ฒ๐ฟ๐ฏ๐๐ธ๐ฎ๐ฎ๐ป ๐ฃ๐๐ฏ๐น๐ถ๐ธ
Atas berbagai temuan tersebut, ICW mendesak DPR dan DPD RI untuk segera membuka seluruh informasi terkait besaran dan pengelolaan dana reses, kunjungan dapil, serta dokumen rapat perubahan tunjangan.
ICW menegaskan, informasi tersebut tidak hanya untuk lembaganya, tetapi juga harus dipublikasikan kepada masyarakat melalui situs resmi DPR dan DPD.
โPenolakan DPR dan DPD untuk membuka informasi publik merupakan bentuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,โ tutup ICW.
Sumber: Siaran Pers ICW, 29 Oktober 2025