Hamas Ajukan Syarat Tambahan untuk Gencatan Senjata 60 Hari di Gaza

Hamas Ajukan Syarat Tambahan untuk Gencatan Senjata 60 Hari di Gaza

GAZA (jurnalislam.com)- Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Rabu (23/7/2025), telah menyampaikan tanggapannya atas usulan Israel terkait gencatan senjata selama 60 hari di Jalur Gaza.

Menurut sumber dari Mesir yang mengetahui jalannya perundingan serta sumber dari Hamas yang dikutip oleh media Al-Araby Al-Jadeed, Hamas mengusulkan sejumlah amandemen terhadap peta wilayah penarikan militer Israel serta jaminan yang memastikan bahwa perang akan berakhir secara permanen.

Selain itu, Hamas juga mengajukan perubahan terkait mekanisme distribusi bantuan kemanusiaan. Mereka meminta agar hanya badan-badan PBB yang diberi mandat untuk menangani masuk dan distribusi bantuan di Gaza. Sementara itu, Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation/GHF) yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel, diusulkan untuk dikecualikan.

Distribusi bantuan melalui GHF sejak mulai beroperasi pada akhir Mei dilaporkan telah diwarnai kekacauan dan kekerasan. Lebih dari 1.000 warga Palestina dilaporkan tewas ditembak pasukan Israel saat menunggu bantuan. Skema ini mengabaikan peran PBB dan disebut oleh para pejabat kemanusiaan internasional sebagai “jebakan maut”.

Dalam proposalnya, Hamas juga menyarankan agar perjanjian gencatan senjata memuat klausul yang mewajibkan pembukaan kembali perlintasan Rafah di perbatasan Gaza–Mesir, di kedua arah, segera setelah gencatan senjata diberlakukan. Saat ini, ratusan ton bantuan kemanusiaan dilaporkan tertahan di sisi Mesir akibat blokade Israel. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, lebih dari 100 warga Palestina, sebagian besar anak-anak, telah meninggal akibat kelaparan.

Sumber Mesir tersebut menambahkan bahwa mediator Amerika Serikat menegaskan komitmen mereka untuk melanjutkan perundingan setelah masa gencatan senjata 60 hari, meskipun kesepakatan akhir belum tercapai.

“Keputusan kini berada di tangan pihak Israel. Para mediator menunggu tanggapan mereka terkait klausul bantuan dan peta penempatan kembali pasukan,” ujar sumber tersebut.

Jika Israel memberikan tanggapan positif, lanjut sumber itu, maka kesepakatan kerangka kerja dapat dinyatakan tercapai dan gencatan senjata akan segera diberlakukan.

Menanggapi kekhawatiran soal potensi pengusiran warga Palestina dari Gaza, seorang pejabat senior Hamas menegaskan bahwa terdapat jaminan bahwa Gaza tidak akan dikosongkan dari penduduknya.

Ia menambahkan, pembukaan perlintasan Rafah akan menjamin kebebasan mobilitas warga, mencegah Gaza berubah menjadi “penjara terbuka”, serta memungkinkan warga yang terdampar di Mesir untuk kembali dan berkumpul dengan keluarga mereka.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS menyampaikan bahwa utusan khusus mereka, Steve Witkoff, akan bertolak ke Eropa pekan ini untuk membahas situasi Gaza, dengan kemungkinan kunjungan lanjutan ke Timur Tengah.

“Kami memiliki harapan besar untuk mendorong gencatan senjata baru serta membuka koridor kemanusiaan guna memperlancar bantuan yang sebenarnya telah disepakati oleh kedua pihak,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, pada Selasa.

Hingga saat ini, perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas masih berlangsung di Doha, dengan melibatkan para mediator internasional. Fokus utama negosiasi adalah untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata yang memungkinkan pembebasan 10 tawanan Israel dengan imbalan pembebasan sejumlah tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.

Namun, setelah lebih dari dua pekan negosiasi, belum ada hasil konkret yang dicapai. Kedua pihak saling menyalahkan atas kegagalan perundingan karena menolak mengalah pada tuntutan utama masing-masing.

Bagi Israel, penghancuran total kemampuan militer dan struktur pemerintahan Hamas adalah hal yang tidak bisa dinegosiasikan. Sementara Hamas bersikeras menuntut jaminan atas gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel, serta kelancaran masuknya bantuan ke Gaza.

Sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023, lebih dari 59.000 warga Palestina telah gugur di Gaza mayoritas adalah warga sipil, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza. Ribuan lainnya diperkirakan masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan. (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan