GAZA (jurnalislam.com)– Gencatan senjata sembilan hari di Jalur Gaza berada di bawah tekanan pada Ahad (19/10/2025) setelah tentara pendudukan Israel melancarkan serangan udara ke wilayah selatan Gaza dengan alasan membalas serangan terhadap pasukannya.
Militer Israel menuduh Hamas melakukan “pelanggaran gencatan senjata” dan menembakkan rudal anti-tank ke arah pasukan penjajah yang masih beroperasi di wilayah Rafah. Sebagai balasan, jet tempur dan artileri Israel menggempur sejumlah titik di kota tersebut.
Namun, Hamas membantah tuduhan itu dan menegaskan pihaknya tetap berkomitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata.
“Israel terus melanggar perjanjian dan mengarang dalih lemah untuk membenarkan kejahatannya,” kata anggota biro politik Hamas, Izzat Al-Rishq, dalam pernyataannya.
Menurut saksi mata di Rafah, dua serangan udara Israel mengguncang kawasan yang masih dikuasai tentara Zionis. “Hamas sebenarnya tengah memerangi geng lokal Abu Shabab, tapi mereka dikejutkan oleh kehadiran tank-tank Israel,” ujar seorang warga berusia 38 tahun yang meminta namanya dirahasiakan.
𝗘𝗸𝘀𝘁𝗿𝗲𝗺𝗶𝘀 𝗦𝗮𝘆𝗮𝗽 𝗞𝗮𝗻𝗮𝗻 𝗜𝘀𝗿𝗮𝗲𝗹 𝗗𝗲𝘀𝗮𝗸 𝗣𝗲𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗶𝗹𝗮𝗻𝗴𝘀𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶
Ketegangan meningkat ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggelar pertemuan darurat dengan kabinetnya. Para menteri sayap kanan menuntut dimulainya kembali perang besar-besaran terhadap Gaza.
Menteri Keamanan Nasional Israel yang ekstremis, Itamar Ben Gvir, menyerukan agar militer “melanjutkan pertempuran dengan seluruh kekuatan”.
“Ilusi bahwa Hamas akan mematuhi perjanjian sudah terbukti berbahaya bagi keamanan kita. Hamas harus dimusnahkan sepenuhnya,” kata Ben Gvir.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menulis singkat di media sosial: “Perang!”
𝗚𝗲𝗻𝗰𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗻𝗷𝗮𝘁𝗮 𝗥𝗮𝗻𝗰𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗧𝗿𝘂𝗺𝗽 𝗠𝘂𝗹𝗮𝗶 𝗚𝗼𝘆𝗮𝗻𝗴
Gencatan senjata yang dimediasi Presiden AS Donald Trump dan berlaku sejak 10 Oktober lalu semula diharapkan dapat menghentikan dua tahun agresi brutal Israel di Gaza. Kesepakatan tersebut mencakup pertukaran tawanan dan peta jalan politik bagi masa depan Gaza.
Namun, sejak awal kesepakatan telah diwarnai pelanggaran. Pada Sabtu (18/10), pasukan Israel menyerang sebuah bus di Kota Gaza dan menewaskan sedikitnya 11 warga sipil Palestina.
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, sedikitnya 35 warga Palestina telah gugur sejak gencatan senjata diberlakukan.
Utusan perdamaian AS, Steve Witkoff, dijadwalkan akan berkunjung ke Timur Tengah pekan depan untuk memantau pelaksanaan kesepakatan tersebut.
𝗥𝗮𝗳𝗮𝗵 𝗗𝗶𝘁𝘂𝘁𝘂𝗽, 𝗝𝗲𝗻𝗮𝘇𝗮𝗵 𝗠𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗧𝗲𝗿𝗹𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿
Krisis kemanusiaan semakin memburuk setelah Israel menutup perlintasan Rafah dari arah Mesir. Langkah ini dilakukan dengan alasan menekan Hamas agar mempercepat pemulangan tawanan dan jenazah korban.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut Israel telah menyerahkan 150 jenazah warga Palestina, sementara Hamas masih berupaya mengevakuasi korban lain yang tertimbun reruntuhan.
Hamas memperingatkan bahwa keputusan Israel menutup Rafah akan “menghambat evakuasi dan pemindahan jenazah secara signifikan.”
“Kami membutuhkan waktu dan bantuan teknis untuk mengevakuasi para korban dari bawah reruntuhan,” kata pernyataan Hamas.
Kantor Netanyahu menyebut pembukaan kembali penyeberangan Rafah akan dipertimbangkan “berdasarkan kepatuhan Hamas terhadap kerangka perjanjian yang telah disepakati.” (Bahry)
Sumber: TNA