JAKARTA(Jurnalislam.com)— Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief mengatakan bahwa peningkatan kapasitas pembimbing ibadah haji dan umrah serta pengakuannya di kancah nasional bahkan internasional perlu terus dilakukan.
“Kami concern dalam upaya meningkatkan kapasitas pembimbing dan profesi pembimbing ibadah haji dan umrah,” tegas Hilman Latief saat membuka Pelatihan Asesor Kompetensi Bidang Pembimbing, Pemandu dan Pengantar Jemaah Haji dan Umrah di Jakarta, Kamis (6/1/2022).
Giat ini diselenggarakan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pariwisata Syariah Indonesia bekerja sama dengan BNSP dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Hadir dalam acara itu, Ketua Dewan Pengarah (LSP) Pariwisata Syariah Indonesia, Dr KH Ali Masykur Musa, M.Si, M.Hum, beberapa Master Asesor BNSP dan Kasubdit Bimbingan Jemaah Haji, Arsad Hidayat, Lc, MA .
Ikut secara daring, para Kepala Bidang Penyelenggaraa Haji dan Umrah Kanwil Kemenag seluruh Indonesia dan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Penyelenggara Sertifikasi Pembimbing Ibadah Haji dan Umrah dan.
“Pembimbing ibadah haji adalah profesi yang bonafide dan mulia. Karena itu, harus lebih professional, ditandai dengan kapasitas dan kompetensi yang terstandar, baik dari segi wawasan, keterampilan dan kepemimpinan,” sambungnya.
Menurut Hilman, peningkatan kapasitas pembimbing ibadah haji menjadi salah satu program kerjanya dalam 100 hari setelah dilantik menjadi Dirjen PHU. Makanya, segala upaya dilakukan, salah satunya bekerja sama dengan stakeholders dalam melaksanakan Pelatihan Asesor Kompetensi Bidang Pembimbing, Pemandu & Pengantar Jemaah Haji & Umrah yang langsung disupervisi BNSP.
Hilman menjelaskan sejumlah alasan pentingnya peningkatan kapasitas pembimbing ibadah haji. Pertama, ada 5.103.375 jemaah yang mendaftar haji (waiting list). Masa tunggunya berada pada rentang 9 – 45 tahun. Berdasarkan amanah UU 8 tahun 2019, Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan kepada Jemaah haji semenjak mereka mendaftarkan diri. Artinya, jemaah yang telah mencapai angka 5 juta tersebut harus mendapat bimbingan ibadah haji.
“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pembimbing Ibadah haji bagaimana mereka bisa melakukan tugas pembinaan tersebut kepada jemaah yang jumlahnya cukup besar,” ujar Hilman.
Kedua, tingginya ekspektasi jemaah haji dan kemajuan teknologi menuntut para pembimbing ibadah haji dan umrah untuk melakukan pengembangan, inovasi dan terobosan, baik terkait materi manasik, teknik pelayanan, maupun penguasaan teknologi informasi yang dapat memudahkan dalam pelaksanaan bimbingan manasik haji dan umrah.
Menurut Hilman, Ditjen PHU telah bekerja sama dengan 20 PTKIN yang tersebar di 15 provinsi dalam melaksanakan program sertifikasi pembimbing ibadah haji dan umrah profesional. Sembilan tahun berlangsung, ada sekitar 8.845 pembimbing yang telah memperoleh sertifikat pembimbing manasik haji dari Kementerian Agama. Mereka terdiri dari ASN Kementerian Agama, pembimbing penyelenggara perjalanan haji dan umrah (PPIU dan PIHK), pembimbing kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah (KBIHU), ormas keagamaan, akademisi dan perseorangan.
“Jika dihitung rasionya berdasarkan jumlah jemaah haji dengan kuota normal, maka 1 orang pembimbing dapat melakukan pembinaan untuk 23 jemaah haji. Namun, rasio itu akan bertambah menjadi 1 pembimbing membina 579 jemaah haji jika dihitung berdasarkan jumlah Jemaah haji waiting list saat ini,” terang Hilman.
“Dengan kondisi seperti ini, artinya jumlah pembimbing ibadah yang ada masih kurang dan jauh dari angka ideal. Oleh karenanya kami terus mendorong agar pelaksanaan sertifikasi pembimbing ibadah haji dan umrah saat ini terus dilakukan bahkan diperkuat,” sambungnya