Lagi, Sejumlah Elemen Umat Islam Solo Berunjuk Rasa Percepat Proses Ahok

SURAKARTA (Jurnalislam.com) – Sejumlah elemen umat Islam Surakarta kembali turun ke jalan menuntut percepatan proses peradilan dugaan penistaan agama oleh Ahok, Jum’at (11/11/2016).

Aksi Longmarch yang di mulai dari Masjid Kota Barat menuju depan Mapolresta Surakarta itu mendapatkan pengawalan yang cukup ketat dari Aparat Kepolisian. Terlihat 1 unit mobil water canon disiagakan di samping pintu masuk Mapolresta.

Didaulat sebagai orator, ketua HMI Solo M. Pandu Irawan mengatakan,
dugaan penistaan agama petahana DKI itu sudah jelas terbukti menghina al Qur’an.

“Kita menuntut segera di selesaikannya kasus penistaan agama oleh Ahok yang jelas-jelas sudah menistakan Al Qur’an,” ucapnya.

“Aksi yang kita laksanakan siang ini bukanlah ‘Aksi Sampah’ akan tetapi aksi ini adalah aksi membela kebenaran dari kitab suci kita,” tambahnya.

Sementara Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) melalui perwakilannya, Edy Lukito menegaskan sejarah mencatat penghianatan dari oknum etnis Tiongkok terhadap keutuhan NKRI, diantaranya peristiwa G30 S/PKI.

“Saudara-saudara telah kita ketahui bersama mereka telah beberapa kali berusaha merongrong keutuhan NKRI dengan membantu para PKI dalam pemberontakan G 30 S/PKI,” tegasnya.

Aksi selesai dengan pembacaan pernyataan sikap dari DSKS, para peserta membubarkan diri dengan tertib.

Aksi tuntut Ahok Surakarta

Menjawab Kegelisahan Umat atas Kelanjutan Kasus Ahok, Ormas Islam Se-Yogyakarta Dukung GNPF MUI

YOGYAKARTA (Jurnalislam.com) – Carut-marut kelanjutan dugaan penistaan agama oleh petahana DKI Jakarta, Basuki Cahya Purnama alias Ahok dikritisi berbagai pihak. Kumpulan ormas se-Yogyakarta ikut mendiskusikan kasus itu.

Dalam silaturahim umat di Masjid Jogokariyan Yogyakarta, Kamis (10/11/2016) itu, kumpulan ormas se-Yogyakarta berkoordinasi dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI. Lewat sambungan telepon, ketua GNPF MUI, Ustadz Bachtiar Nasir atau yang karib dipanggil UBN menyeru umat untuk tetap menjaga semangat dan kewaspadaan.

“Aksi Damai Bela Islam Jilid III tetap akan kita selenggarakan dengan tema besar ‘Bela Qur’an’,” ujarnya malam tadi.

Namun, waktu pelaksanaan belum ditetapkan sambil menunggu tenggat waktu 2 pekan yang dijanjikan Wapres Jusuf Kalla pada Jumat lalu.

“Dengan terus mencermati perkembangan penanganan kasus penistaan Al Quran,” ucapnya.

Kumpulan ormas dalam diskusinya mengatakan, aksi bela Qur’an rawan dengan pemanfaatan oleh segelintir orang. Sebab itu dapat menjadi ajang keuntungan bagi segelintir orang itu.

Oleh sebab itu, jangan sampai euforia kesuksesan kecil setelah Aksi Bela Islam Jilid II kemarin, melemahkan umat seperti terjadi pada Perang Hunain setelah Fathu Makkah.

ubn

Maka, diskusi itu menghasilkan sebuah risalah (surat) yang dibuat atas respon kelanjutan dari kasus dugaan penistaan agama Ahok. Berikut risalah Yogya;

1. Mari ajak seluruh ummat menjaga dan merutinkan tilawah Al Quran. Jadikan kemesraan dengan Al Quran sebagai sumber kekuatan keyakinan, fikrah, dan akhlaq perjuangan kita.

2. Mari ajak seluruh ummat menghayati kandungan makna Surat Al Maidah. Kepada para Ustadz, Guru, dan ‘Alim-‘Ulama agar menyampaikan kajian tafsir Surat Al Maidah di majelis-majelisnya.

3. Mari ajak seluruh ummat menyemarakkan Gerakan Shalat Berjama’ah di Masjid, sebagai sarana dasar menyatukan langkah dan hati.

4. Kedepan, akan makin banyak yang berkepentingan untuk menunggangi perjuangan kita. Jangan terpancing, jangan melawan dengan melawan, lawan dengan bertahan. Tetaplah bertahan pada syi’ar kita: ”Hukum Penista Al Quran dan Pelindungnya!”

5. Teruslah menguatkan komunikasi dan sinergi antar anasir ummat, rapikan koordinasi di bawah komando GNPF MUI, jalin ukhuwah, perbanyak kawan dan sedikitkan lawan.

 

Reporter: Budhi Setiawan

Persis: Kami Tidak Menghadiri Undangan Istana karena Empati Kepada Umat

JAKARTA (Jurnalislam.com) –Menjawab pertanyaan umat Islam tentang ketidak hadiran PP Persatuan Islam (Persis) atas undangan Istana, Rabu (9/11/2016). Waketum PP Persis, Dr. Jeje Zaenudin menjelaskan, Persis mengapresiasi langkah positif itu. Namun, Persis juga mengkritisi langkah-langkah Presiden RI.

Ia mengatakan, alasan pertama Persis tidak menghadiri undangan dikarenakan Ketum PP Persis sedang sakit dan sudah menyampaikan permohonan maaf ke protokoler Istana.

Ulama asal Tasik itu menilai, cara yang ditempuh Presiden dengan metode ‘tebang pilih’ dalam mengundang pimpinan ormas Islam akan berpotensi menimbulkan perpecahan di tubuh umat.

Dr Jeje 2“Terus terang kami juga sangat menyayangkan cara bapak presiden dalam memperlakukan pimpinan-pimpinan Islam yang mengesankan adanya pemilahan dan pilih pilih antara ormas Islam mainstream dengan ormas Islam yg seakan dimarjinalkan,” ujarnya kepada jurniscom melalui pesan singkat, Kamis (10/11/2016).

Menurutnya, sikap seperti ini akan menimbulkan persepsi perpecahan di tubuh ormas-ormas Islam, antara ormas yang pro dan kontra pemerintah.

“Padahal sebenarnya tidak ada fakta seperti itu,” cetusnya.

Ulama sekaligus peneliti itu juga menegaskan, Presiden sebagai Kepala Negara seharusnya memberikan perhatian, perlakuan, dan pengayoman yang sama kepada rakyatnya.

“Apalagi dengan tidak diundangnya pimpinan ormas yang terlibat, bahkan jadi pimpinan aksi tanggal 4 November yang lalu,” tegasnya.

Dengan tidak mengirim perwakilan untuk hadir di Istana, kata dia, Persis juga ingin menunjukan empati kepada seluruh umat Islam yang kecewa dengan sikap Presiden yang memilih meninggalkan Istana, dan tidak bersedia menemui utusan para peserta aksi yang jumlahnya mencapai lebih dari satu juta orang itu.

“Semoga sikap seperti itu tidak berulang-ulang dilakukan oleh kepala negara yang seharusnya memang menjadi pemimpin semua
kalangan,” pungkas Ustadz Jeje.

Ini Tanggapan Abu Rusydan Terkait Aksi Bela Quran

SERANG (Jurnalislam.com) – Pemerhati perjuangan Islam, Ustadz Abu Rusydan memberi tanggapan terkait aksi bela Islam beberapa waktu lalu. Menurutnya aksi 411 itu penting dilakukan untuk proses tahapan selanjutnya.

“Itu perlu dilakukan dan kita doakan yang datang dengan ikhlas pada aksi kemarin diberi balasan oleh Allah,” terangnya saat ditemui jurniscom di Yayasan at-Taubah, Serang, Ahad (6/11/2016).

Perkara yang paling bermanfaat pada 411 kemarin, kata dia, yaitu bagaimana ada komunikasi antar ormas Islam atau kelompok muslim yang selama ini tidak ada komunikasi. Sebab, itu perlu dilakukan untuk yang akan datang.

“Perjuangan itu tidak mungkin dilakukan oleh sekelompok, dua kelompok saja, musti oleh umat Islam,” terangnya.

bela-islam-2Menurutnya, pada aksi bela Islam itu sebagian dari jutaan umat Islam tidak hanya turun untuk merespon Ahok saja. Tetapi, lebih kepada semangat berkorban untuk membela Islam.

“Saya rasa sebagian dari mereka semangat untuk membela Islam. Bukan Ahoknya saja,” ungkapnya.

Berbicara tentang syarat perjuangan yang mengatas namakan Islam, lanjutnya lagi, setidaknya ada 3 syarat yang harus ditepati.

“Dibawah bendera Islam yang jelas, dengan itu tuntutan tidak ragu. Kedua, perjuangan musti dipikul oleh umat, terakhir harus ada pimpinan yang satu, dan pimpinan itu harus yang bertaqwa,” cetusnya.

“Sekali lagi, aksi kemarin itu perlu dilakukan untuk proses tahapan,” tambahnya.

Ia juga mengomentari janji RI 2, Jusuf Kalla pada aksi 411 kemarin.
Menurutnya itu hanya jawaban standar, harapan antara saja.

“Kita memang berharap janji itu terlaksana. Tapi itukan harapan antara saja, sejarah membuktikan selama ini, itu adalah jawaban standar,” pungkasnya.

Ini Pesan Ustadz Fuad Al Hazimi Kepada Aktifis Media

SERANG (Jurnalislam.com) – Pemerhati dunia Islam, Ustadz Fuad Al Hazimi berpesan kepada aktifis media untuk tetap konsisten mengungkap fakta dan kebenaran. Tidak merasa putus asa dalam menyampaikan kebenaran dengan musuh besar yang dihadapi.

“Seperti di dalam al Qur’an, haq (kebenaran -red) akan melenyapkan kebhatilan (keburukan -red). Artinya haq itu harus dilontarkan,” katanya saat ditemui jurniscom di Yayasan at-Taubah, Serang, Ahad (6/11/2016).

Mantan Imam besar di salah satu Masjid Australia itu menganalogikan, Perang media seperti perang David dan Gholiat, seluruh media dikuasai oleh mereka, baik media mainstream, cetak dan elektronik. Mereka punya pasukan sosial media.

Mengomentari rangkaian aksi 4/11 kemarin, menurutnya, menjaga momentum akan kebangkitan umat, dinilai penting dilakukan aktifis media. Sebab, peristiwa dugaan penistaan agama Ahok merupakan puncak kesabaran umat akan rezim ini.

“Melontarkan haq itu butuh kekuatan, ketekunan, kesungguhan dan profesionalisme,” ucap da’i asal Magelang itu.

Ia juga mengatakan, saat ini musuh Islam lewat medianya sangat kuat dan banyak. Dana yang berlimpah serta motivasi yang kuat untuk memutar-balikan fakta.

“Berita mereka massif didukung dengan dana yang besar. Mereka itu bad news is a good news, berita buruk itu malah bagus untuknya,” terangnya.

“Membalikan fakta itu memang pekerjaan mereka,” tambahnya.

Ustadz Fuad menegaskan, Pers pada hari ini sama halnya dengan tukang sihir Firaun dulu. Menyihir pandangan umat dengan pemberitaannya.

Oleh karena itu, ia menyeru kepada aktifis media untuk serius dalam meniti jalan tulis-menulis. Sebab jika tidak Allah tidak memberi pertolongan-Nya.

“Kita yakin makar Allah itu lebih baik dari makar mereka. Tetapi haq itu harus ditata dengan rapih, dengan kesungguhan yang luar biasa lalu Allah melihat kesungguhan kita dan Allah akan memberikan pertolongan,” pungkasnya menasehati.

Ketum DDII Himbau Umat Untuk Membentengi Iman di Era Fitnah

SOLO (Jurnalislam.com) – Ketum Dewan Dawah Islam Indonesia (DDII), Ustadz KH Syuhada Basri mengatakan fitnah di jaman sekarang jauh lebih besar dari pada sebelumnya.

“Akibat fitnah itu kata Rosulullah orang yang paginya iman sorenya menjadi kafir, sore iman paginya kafir, karena banyak orang menjual agamanya dengan keuntungan dunia katanya,” katanya pada acara Executive Gatering di Kusuma Sahid Prince Hotel, Jl Sugiyopranoto 20, Solo, Ahad (6/11/2016).

Kesimpulan dari hadits itu, kata dia, banyak orang saat ini disibukan dengan dunia. Menjaga Iman untuk tetap kokoh di jaman fitnah dinilainya penting dilakukan. Sebab, hal itu dapat membentengi dari derasnya ujian yang akan dihadapi.

“Kalau iman mudah dibeli, maka orang lain mudah pula mengolok-olok dan menghina kita. Kita menghadapi kenyataan bagaimana orang semakin banyak berlomba-lomba untuk membela yang bathil dan memusuhi yang haq,” terangnya menasehati peserta STTD Tabarok.

Menurutnya, kondisi itulah yang melahirkan generasi jauh dari Al Quran. Maka wajar, lanjutnya, jika saat ini ada orang berani terang-terangan melecehkan Al Quran. Ia juga menilai umat tak kokoh iman itu yang membela pelaku penistaan Al-Qur’an.

Untuk itu, Ustadz Syuhada menghimbau kepada umat Islam untuk membentengi bahaya itu dengan mencetak generasi penghafal Qur’an.

Aparat Tidak Mendengar Kapolri Bukti Tidak Adanya Kordinasi Kapolri dengan Kapolda

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa mengatakan, perintah Kapolri agar pasukan menghentikan penembakan gas air mata tidak diindahkan aparat di lapangan. Sebab, aparat dinilai tersulut arahan Kapolda Metro agar menembak gas air mata saat itu juga.

“Suara Kapolri tidak didengar. Ini membuktikan tidak ada koordinasi Kapolri dengan Kapolda,” ujar Desmond dikutip dari eramuslim, Senin (7/11/2016).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada kerusuhan aparat dengan massa Jumat petang lalu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian datang, lalu lewat pengeras suara memerintahkan polisi untuk tidak menembakkan gas air mata.

“Saya Kapolri, jenderal, saya minta kepada seluruh anggota Polri jangan tembakkan air mata,” kata Tito kepada pasukannya melalui pengeras suara dari mobil komando.

Tito yang datang bersama Panglima TNI Jenderal Nurmantyo meminta seluruh pasukannya kembali dan menenangkan suasana.

video-ekslusif-detik-detik-menjelang-bentrokan-massa-dan-aparat-pada-aksi-4-november

“Kita semua bersaudara. Semua bersaudara. Kita semua memiliki keluarga di rumah masing-masing. Saya minta anggota Polri agar hentikan tembakan gas air mata,” tegas Tito.

Namun demikian, aparat pada aksi bela Islam itu seolah tidak mendengar dan tetap melancarkan serangan gas air mata dengan ganas, tidak pandang bulu menyerang massa hingga ulama dan tokoh yang berusaha meredam amarah massa.

Salam UI Kecewa Dengan Presiden Joko Widodo

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Aksi Bela Qur’an pada 4 November beberapa waktu lalu menuai tanggapan. Nuansa Islam Mahasiswa (Salam) UI ikut berkomentar. Salam UI menyesal dengan sikap Presiden RI dengan tidak menemui jutaan massa itu.

“Salam UI menyampaikan kekecewaannya kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sebagai pemimpin yang dipercayakan amanah kenegaraan oleh rakyat Indonesia namun tidak bersedia hadir menemui massa aksi di Istana Negara,” kata Salam UI dalam rilis yang diterima jurniscom, Senin (7/11/2016).

Dalam pernyataan itu Salam UI mengatakan, Kepolisian sebagai pengayom dan pengaman negara harus bijak dalam melihat kondisi. Tidak represif apalagi terprovokasi oleh massa aksi.

“Kepolisian sebagai pelayan masyarakat dalam hal ini harus juga mampu bertindak lebih bijak dalam menyikapi setiap kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi dalam setiap momen aksi, tidak ikut terprovokasi, menghindari tindakan represif serta tetap bersama-sama menjaga situasi berjalan dengan tertib dan damai,” ujar Salam UI.

Namun, Salam UI tidak menampik ada sebagian oknum yang memprovokasi aksi 4 November itu.

“Pelajaran berharga bagi umat Islam untuk lebih waspada dan selalu merapatkan barisan. Agar terhindar dari provokasi serta kemungkinan penyusupan oleh orang-orang yang berusaha menciderai nilai-nilai perdamaian serta kemuliaan Islam,” cetusnya menyindir.

Oleh sebab itu, dengan waktu 2 pekan yang dijanjikan wakil Presiden, Jusuf Kalla untuk memproses petahana DKI, diharapkan umat dapat mempersiapkan lebih matang lagi.

“Umat Islam di Indonesia agar tetap saling menguatkan, bersiap siaga dan mendukung satu sama lain dalam mengawal proses hukum yang sedang berlangsung,” ungkapnya.

“Mengawal proses hukum kasus ini agar tidak terjadi diskriminasi,” pungkasnya.

Reporter: Budi Setiawan

Fuad Al Hazimi: Kaum Fajir Tetap Mendapat Loyalitas Umat Islam

SERANG (Jurnalislam.com) – Menegakan syariat Islam dengan konsep kekinian dinilai pemerhati dunia Islam, Ustadz Fuad al-Hazimi penting dilakukan. Sebab, akan menyeluruh penerapan itu bagi siapa saja yang mengaku muslim.

“Konsep menegakan agama yang diwasiatkan para Nabi terdahulu dan larangan berpecah-belah,” katanya dalam tablig akbar “konsep memperjuangkan Islam di era kekinian” di Masjid at-Taubah, Kp. Kemang, Serang, Ahad (6/11/2016).

Makna yang diambil dari al-Qur’an surat asyuro ayat 13 itu, lanjutnya,
Meminimaliris adanya gesekan diantara kaum muslimin.

“Sikap insof, adil, toleran dan saling menghargai dalam menghukumi umat Islam baik dia fajir, ahli maksiat semua sama ,” terang Mudir Mahad Tahfidz An-Nahl Magelang.

“Kita liat bersama pada aksi bela Islam kemarin ada sekelompok Punk Muslim, mereka tetap mendapatkan haq loyalitas dari kita,” tambahnya lagi.

Untuk itu, umat Islam harus dapat bayan (penjelasan -red), dakwah yang baik untuk mengajarkan syariat Islam dan diajak amar makruf nahi munkar.

“Tidak pernah putus untuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kesabaran,” terang mantan imam Masjid di Negeri Kanguru itu.

“Apa kontribusimu untuk Islam? Masing-masing punya kontribusi sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya, hidup hanya satu kali, maksimalkanlah untuk Islam,” pungkasnya.

Feature: Jalan Juang Pak Oye, Syuhada Pembela Quran

Jurnalislam.com – Malam sudah larut, namun Hermalina, wanita paruh baya itu masih asyik menyetrika baju koko dan sorban putih yang akan digunakan suaminya, Syachrie Oemar Yunan (65), pagi-pagi sekali akan berangkat mengikuti aksi damai Bela Islam menuntut keadilan bersama jutaan kaum muslimin lainnya di depan Istana negara.

Masih ingat dalam benak ibu tujuh anak ini, beberapa hari ini, suaminya nampak sangat berbeda dibanding hari-hari sebelumnya. “Bapak sangat semangat sekali, sampai mengajak tetangga-tetangga untuk berjihad. Beliau menyebut aksi tanggal 4 November sebagai jihad,” kenang Hermalina kepada anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Sabtu (5/11/2016) di kediamannya di bilangan Binong Kabupaten Tanggerang.

Malam itu, ditatapnya lamat-lamat wajah suaminya yang tak lagi muda, sedang pulas tertidur setelah ba’da isya berkeliling kampung mengajak warga untuk ikut membela Islam Jumat ini. Herlina tak kan pernah menyangka, malam itu akan menjadi malam terakhir bersama sang belahan jiwa.

“Saya benar-benar nggak pernah menyangka. Mungkin karena beliau benar-benar sudah ikhlas ingin berjihad, tidak ada pesan khusus apapun” kenang Hermalina. Namun, tetangga-tetangga yang didatangi Syahrie menyampaikan keanehan pada Syachrie. “Wajah bapak nampak cerah dan bercahaya malam itu,”kata Hermalina mengenang.

Syachrie Oemar Yunan, dikenal kerabat dan tetangga dengan panggilan karib Pak Oye. Beliau merupakan tokoh sepuh di RW 07 Binong Permai Kabupaten Tanggerang yang konsern pada umat apalagi ketika al Quran dinista.

Memang, pernah terjadi diskusi antara sejoli ini, mengapa Syachri yang sudah sepuh, berusia lebih dari kepala 6 harus capek-capek ikut aksi damai. “Kita ini membela al Qur’an dari si penista, jangan takut mati untuk membela kebenaran,” nasihat Syachrie bergebu-gebu kepada Harmalina yang terus terngiang-ngiang.
Jangan takut mati untuk membela kebenaran.

Maka, pagi itu Syachrie Oemar berangkat sebagi seorang mujahid. “Beliau berkali-kali menyebut aksi damai itu adalah jihad membela al Qur’an,” kata Dede Winata, kerabat dekat Syachrie yang juga warga Tanggerang. Beberapa malam sebelum keberangkatan, di rumah Dede berkumpul para sesepuh yang akan melaksanakan aksi.

“Saya masih ingat kata-kata beliau yang begitu menyentuh,” kenang Dede. Kata-kata yang menurut Dede begitu membekas di hadapan para hadirin. Inilah kata-kata Syachrie yang kelak terwujud.
“Jika ada 1000 orang mujahid berjihad di jalan Allah, maka salah satunya adalah saya. Jika ada 100 orang mujahid berjihad di jalan Allah, maka salah satunya adalah saya. Jika ada 10 orang mujahid berjihad di jalan Allah, maka salah satunya adalah saya. Jika hanya tersisa seorang yang berjihad, maka seorang itu adalah saya”.

Maka, pagi itu Syachrie Oemar Yunan berangkat sebagi seorang pejuang.”Doakan saya mau berjuang,” kata Syachrie menatap sang belahan jiwa setelah diam mematung cukup lama di depan pintu rumahnya. Itulah ucapan terakhir Syachrie kepada Herlina.

Pagi itu, Syachrie sendiri yang menyetir mobil bermuatan enam orang itu. “Saya berangkat tujuh orang, bersama Pak Oye, Pak Acang, Pak Ganda, Istri dan dua anak saya si Ben sama Aurel,” kata Wawan, tetangga Pak Oye yang merupakan jamaah ustaz Subki.

“Beliau berangkat dalam keadaan sangat sehat dan bersemangat, mobil aja dia yang nyetir,” kata Wawan. Beberapa hari sebelumnya, memang kata Wawan, sebagai sesepuh kampung, Pak Oye terus mengajak warga untuk membela al Quran.

“Padahal beliau bukan anggota parta politik apapun, bukan anggota ormas mana pun, beliau pencinta zikir dan shalawat, murni karena ingin membela al Quran,” Dede Winata menambahkan. Saking semangatnya, Wawan, karibnya memutuskan untuk cuti kerja.

“Ini jihad kita membela al Quran, bahkan kalau harus mati kita jalanin,” Pak Oye membuat Wawan terenyuh dan memilih bergabung bersama massa. “Saya tanya istri, dia juga mau ikut, sekalian saya mau nengok ke rumah mertua saya,” kenang Wawan.

Maka, pagi itu Syachrie Oemar Yunan berangkat sebagi seorang pejuang. Semobil dengan Pak Oye, Wawan begitu takjub mendengar beliau hanya berzikir dan membaca shalawat tak henti-hentinya. “Saya sama istri diturunin di Kota Bambu, saya ajak beliau mampir makan dulu, tapi beliau bilang mau ke Tanah Abang, kan dia banyak teman di sana,” kata Wawan yang akhirnya berpisah dengan pak Oye.

Suganda, yang hingga detik-detik akhir bersama dengan Pak Oye mengisahkan semangat beliau dan nostalgia Pak Oye bersama kawan-kawannya di Tanah Abang. “Jam 08 pagi kita sudah sampai di Tanah Abang, entah kenapa beliau mau ketemu teman-teman lamanya yang sudah 15 taun nggak ketemu, kangen katanya,” kata Suganda.

Suganda memperhatikan Pak Oye benar-benar menikmati silaturahim dengan kawan-kawannya, karena Pak Oye merupakan orang asli Betawi. “Obrolan beliau sepertinya begitu membekas bersama kawan-kawannya. Kita lanjutin shalat Jumat di Masjid Istiqlal, tapi ga memungkinkan karena sepanjang jalan sudah penuh,” kata Suganda.

Akhirnya, Pak Oye dan Suganda shalat bersama di Masjid Ar Rahal di bilangan Abdul Muis. “Beres Jum’atan kita makan, kita bawa bekel. Kita makan kesukaan beliau, pepes ikan,” kata Suganda.

Suganda mengenang, Rabu malam, Suganda membawakan pepes ikan kembung dan dimakan lahap berdua bersama Pak Oye. “Sampe dia catet sendiri resepnya pake HP, eh sekarang dia bawa pepes,” kata Suganda. Usai makan, mereka bergerak, bersatu dengan lautan manusia menyusur Abdul Muis hingga jalan Budi Kemuliaan.

“Selama di perjalanan beliau sangat sehat, sangat bersemangat,” kata Suganda yang menemani perjalanan beliau. “Beliau tak henti-hentinya berzikir dan shalawat dengan semangat, memang beliau pencinta shalawat,”tambahnya.

Senja. Kuning keemasan, menaungi lautan manusia yang menyemut seakan tak berujung di sudut-sudut jalan protokol Ibu Kota. Suganda dan Pak Oye tiba di Patung Kuda, ujung Jalan Merdeka Barat dan Thamrin, bergabung dengan jutaan manusia yang terus menerus menyerukan keadilan.

Beristirahat sejenak, dengan semangat menggebu dan kondisi prima, Pak Oye berniat melanjutkan maju ke Istana, bersua dengan ulama mereka. “Saya baru teringat ucapan beliau di Patung Kuda, dia bilang mungkin bercanda.’Da, sampe sini aja kali ya kite, habis ini pisah kali ya’” katanya.

Suganda cuman bisa nyengir. “Maksudnya gimana? Jangan gitu dong, nanti kite balik yang nyetir siape?” kata Suganda sambil terkekeh. Mereka berdua menyusur lautan manusia hingga sampai di Ring 1 dekat para ulama dan habaib di depan. “Kira-kira di sebelah kanan para ulama, dekat monas,” kata Suganda.

Kumandang azan syahdu menggantung di langit Istana Merdeka, di hadapan jutaan massa aksi damai bela Islam. Pemandangan dramatis, saat jutaan manusia di jalanan bersama melafalkan kalam suciNya, berdiri, rukuk dan sujud dipimpin para ulama.

Selepas isya, Suganda masih bersama Pak Oye membelakangi Monas bersama lautan manusia. Sejauh mata memandang, para ulama itu masih dengan sejuk melafalkan takbir. Para demonstran pun berdiam rapi, termasuk Suganda dan Pak Oye.

Tetiba, insiden itu pecah. “Kami tiba-tiba ditembakkin gas air mata,” kata Suganda kaget. Padahal, posisinya di dekat monas dan para ulama merupakan kondisi yang damai dan tertib. Dalam kepanikan, suara tembakkan terus menggelegar di pelataran Istana. “Dor..dor…dor..”

“Saya kempit itu Pak Oye, saat itu saya udah perih banget, rasanya udah ampir setengah mati, kita tiba-tiba ditembakin gas air mata,” kenang Suganda yang berusaha melarikan diri tapi tak bisa karena massa penuh sesak.

Sedikit demi sedikit, ia merapat ke daerah pagar monas yang dirasa aman dari tembakkan. “Eh kita ke kanan malah ditembakin juga, saya bawa tuh Pak Oye,” katanya. Ia pun mundur sedikit dekat dengan pepohonan dan pagar. Di atas mobil, ulama terus berzikir, meminta massa agar tidak maju dan meninta polisi untuk berhenti menembak. (baca laporan pandangan wartawan anggota JITU di tempat kejadian)

Sejenak menepi dari tembakan yang terus menderu, Suganda hanya bisa menahan sesak dan mual. “Saya lihat ke sebelah saya, ternyata beliau sudah pingsan. ‘Ye bangun Ye’” Suganda menepuk-nepuk pipi Pak Oye. Di tengah kalap dan gemuruh, Oye meminta bantuan lima hingga enam orang sekitarnya.

“Saya bopong berlima, ke kiri, eh udah ada gas air mata. Kita ke kanan juga disemprotin gas air mata, kita sampe ke pagar tinggi, mau lewatin beliau, tapi ya Allah, di situ ada pagar ada tombaknya, ga mungkin kita lempar beliau ke sana,” lirih Suganda.

Massa semakin panik setelah polisi meringsek aksi damai dan menembakkan gas air mata ke arah para ulama yang menyerukan aksi damai. Suara takbir, tahlil hingga tahmid pecah. Suganda terpojok ke pertigaan monas, terpepet. “Saat itu ada coran pembatas mobil itu, saya terjatuh, tergeletak,” kata Suganda.

Sejak detik itu, entah ke mana jasad Pak Oye yang saat itu entah masih pingsan, sudah sadar atau ternyata meninggal. Saat bersusah payah bangun, Suganda melihat pemandangan yang begitu dramatis. “Saya lihat orang-orang pingsan, ga tua ga muda,” lirihnya.

Di tengah kepanikan massa, dan keteguhan para ulama yang terus bergeming walau ditembaki gas air mata, Suganda mencari-cari Pak Oye ke sana ke mari, bertanya-tanya hingga masuk ke dalam monas k epos medis. “Di Posko sudah nggak ada, ada yang bilang ke rumah sakit Polri Kramat jati,” katanya.

“Mulai saat itu tiba-tiba saya lemas, saya kehilangan jejak,” keluhnya. Tak hilang kendali, ia berusaha mengontak putra Pak Oye, Gilang, yang juga mengikuti aksi bela Islam. “Cing posisi di mana?” tanya suara di balik telepon sana yang baru bisa dihubungi, karena sejak tadi siang entah mengapa sinyal di sekitaran istana mati.”

“Jam Sembilan lewat tiga, saya dapat kabar dari warga Binong juga, ada kabar dari rumah sakit Gatot Subroto kalau beliau sudah meninggal. Seakan nggak percaya, innalillahi wa innailaihi rajiuun,” lirih Suganda mengenang kejadian yang begitu mengagetkannya.

“Wafatnya beliau mengajarkan kita bahwa walau beliau sepuh, beliau tetap ingin mengikuti perjuangan untuk membela al Qur’an,” kata Dede Winata mengenang. Di pengujung usia senjanya, Pak Oye menorehkan jejak yang membuat keluarga, warga hingga pemerintah setempat bangga.

“Beliau salah satu orang yang terpilih dari sekian banyak yang akhirnya meninggal. Semua masyarakat merasa bangga. Di sini orang-orang pada bilang, cocoklah kalau Pak Syachrie yang dapat (syahid, red). Semua anak-anak dan warga bangga dengan beliau,” kata Hermalina tersenyum.

Cukuplah masjid Bina Ihsani yang ia rintis 20 tahun silam menjadi saksi atas penuh sesaknya shalat jenazah beliau. Cukuplah jutaan muslim yang ikut aksi bersama menjadi saksi bahwa dia menjadi bagian dari mereka. Cukuplah berbodong-bondong warga hingga Bupati menghormati kepergiannya.

Cukuplah orang-orang yang walau belum pernah menatap wajahnya, kini berdatangan dari pelbagai daerah di Indonesia ke lorong rumahnya yang tak terlalu lebar. Kisah heroik Pak Oye kini meluber, anak-anak muda di sudut-sudut gang membincang kisahnya, para remaja hingga orang dewasa.

“Insya Allah beliau Syahid,” kata Bupati Kabupaten Tanggerang M Aziz saat melayat ke kediamannya. Pak Oye, mengajarkan kita semua tentang makna perjuangan.

“Ternyata Allah kabulkan ucapannya, jika ada satu mujahid yang gugur, maka itulah beliau,” tegas Dede disambut takbir hadirin yang memenuhi jalanan di depan kediamannya.

“Sungguh, kami semua iri dengan beliau, semoga kita semua dapat melanjutkan perjuangan beliau, doakan beliau agar Allah menerima amalNya dan mendapat surgaNya,” tutup Gilly, putra sulung Pak Oye menutup kisah tentang heroisme ayahnya.

Penulis: RL
Rep: fajar shadiq & MR