Refleksi Kemerdekaan : Sudahkan Indonesia Merdeka Secara Hakiki?

Oleh : Hardita Amalia,S.Pd.I,M.Pd.I – IRT, Penulis Buku Anak Muda Keren Akhir Zaman Qibla Gramedia, Founder Komunitas Ibu Pembelajar, Dosen STAI PTDII Jakarta-

EUFORIA merayakan hari jadi  ke 73 tahun kemerdekaan Indonesia bergema di seluruh negeri. Berbicara kemerdekaan, maka berkorelasi erat dengan keberhasilan negara dalam menyejahterahkan rakyatnya, menurunkan angka kemiskinan, menghilangkan kriminalitas, juga mampu mengatasi berbagai problematika sosial di masyarakat.

Juga tentang angka korupsi pejabat yang semakin rendah, dan hutang negara yang mampu tereduksi, kemampuan negara untuk berdikari tanpa didominasi oleh pressure asing dan aseng, termasuk dalam pengelolahan sumber daya alam juga kebijakan-kebijakan publik yang pro terhadap kepentingan rakyat bukan kepentingan asing atau aseng.

Namun sungguh ironis, secara de facto, berbagai macam problematika makin hari kian bertambah melingkupi negeri tercinta. Mulai dari persoalan ekonomi yang kian menghimpit rakyat, makin tercekik dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tak memihak kepada rakyat kecil.

Pada era pemerintah sekarang misalnya, tercatat BBM naik 10 kali  (news.detik.com/3/7/2018). Yang jelas-jelas kenaikan BBM menjadikan rakyat makin terhimpit serta makin sulit memenuhi kebutuhan baik komoditas pangan, sandang maupun papan yang berimbas naik sebab kenaikan harga BBM.

Tak hanya itu hutang Indonesia yang kian hari kian menggunung menjadikan indikasi lemahnya stabilitas ekonomi Indonesia. Dimana Indonesia menanggung kuartal hutang luar negri sebesar  Rp. 5,075 Triliun (www.viva.co.id, 17/7/2018). Bahkan penjualan aset negara yang dilakukan oleh pemerintah, mengutip pendapat Fadli Zon adalah salah satu bentuk penghianatan bangsa.

Kita pun menyaksikan bahwa sumber daya alam Indonesia yang begitu berlimpah ruah yang Allah karuniakan kepada negeri ini nyatanya tak dikuasai oleh pribumi, namun dikuasai oleh asing. Kita bisa menyaksikan salah satu penguasaan asing atas sumber daya alam Indonesia, misalnya saja penguasaan tambang emas oleh PT Freeport yang dinilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menimbulkan kerugian negara sebesar 185 Triliun (finance.detik.com/19/3/2018).

Kondisi kemiskinan pun kian meroket, dimana penduduk miskin kian meningkat, mengutip dari (ekonomi.kompas.com, 19 Juli 2017). Ditambah problem degradasi moral, serta kondisi serba permissif pada aspek sosial yang dihadapi Indonesia yakni maraknya kasus aborsi, free sex yang melanda generasi muda akibat gaya hidup hedonis yang berkiblat kepada Barat. Hingga pada akhirnya dari berbagai fakta problematika kompleks yang ada di Indonesia secara de facto, Indonesia belum bisa dikatakan merdeka. Indonesia masih dijajah secara pemikiran dan kebijakan.

Negara merdeka adalah negara yang idealnya terbebas dari berbagai bentuk penjajahan fisik maupun non fisik dari berbagai aspek, sosial, politik, budaya, dsb. Hal tersebut bertentangan dengan yang terjadi di Indonesia.

Dalam Islam, kemerdekaan adalah bentuk penghambaan kepada Allah dalam semua aspek kehidupan. Tak terbatas pada aspek ibadah ritual saja, karena Islam memiliki solusi komprehensif untuk mengadapi berbagai problem kehidupan manusia termasuk masalah politik, pendidikan, sosial, dsb.

Maka hendaknya sebagai muslim kita mau diatur dengan Islam dan mau menerapkan Islam dalam berbagai aspek kehidupan kita, termasuk dalam lingkup negara. Karena hanya Islamlah satu-satunya aturan yang mampu mengatasi berbagai problematika yang dihadapi oleh manusia. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-A’raf 96  :

Allah SWT berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْاَرْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96).

Maka hanya dengan aturan Islam yang diterapkan secara sempurna maka akan kita jumpai kemerdekaan hakiki yang mampu menghantarkan Indonesia menjadi negeri yang mulia dan terdepan.*

Belum Nampak Relawan dan Bantuan, Pengungsian di Lombok Timur Ini Memprihatinkan

LOMBOK (Jurnalislam.com) – Kondisi pengungsian di Dusun Tanah Lilin, Desa Bilopetung, Sembalun, Lombok Timur sangat memprihatinkan. Belum nampak para relawan dan bantuan di daerah ini.

Hadri, salah seorang warga mengaku belum punya rencana apa-apa kedepan. Ia dan warga lainnya hanya menunggu bantuan segera datang.

“Rumah kami hancur, mata pencaharian ndak ada, kami bingung mau apa setelah ini,” ungkap Hadri, kepada Islamic News Agency (INA), Kamis (16/8/2018).

Hadri belum punya rencana untuk bekerja dan membangun rumah. Dirinya masih trauma, sehingga belum berani meninggalkan keluarga.

“Belum tahu mau apa, kita mau lihat dulu gimana bantuan pemerintah,” lanjutnya.

Selain itu, masalah yang dihadapi pengungsi adalah tempat tinggal sementara. Setidaknya dalam 3 bulan ke depan, warga masih akan tinggal di pengungsian.

“Kami akan tetap di sini minimal tiga bulan lagi,” kata Muhammad Ali (32), warga Dusun Jorong, Desa Sembalun Bumbung, Sembalun, Lombok Timur.

Namun Ali mengaku bingung kapan bisa menempati rumah baru. Biaya yang besar menjadi alasan utamanya.

“Mungkin satu tahun lagi kami mengungsi, karena kami sendiri ndak tahu kapan punya biaya buat bikin rumah,” lanjutnya.

Ali pun mengkhawatirkan kondisi pengungsian saat musim hujan tiba.

“Kita mengungsi di kebun, kalau hujan, habislah sudah,” pungkasnya.

Seorang pengungi di Desa Bayan, Lombok Timur sedang beristiharat

Berharap keberadaan relawan

Sementara itu, Supiadin (46), warga Desa Sembalun Bumbung, Sembalun, Lombok Timur, menyampaikan harapannya kepada relawan agar tetap memberi perhatian terhadap korban bencana di Lombok.

“Berharap relawan tetap ada selama kami ngungsi, terutama medisnya,” ungkap Supiadin kepada Islamic News Agency (INA), Kamis (16/8/2018).

Supiadin mengungkapkan jika keberadaan Relawan sangat membantu masyarakat. Namun ia khawatir seandainya relawan yang saat ini bertugas berangsur pulang. Sehingga ia berharap ada relawan-relawan baru yang datang dari penjuru Indonesia.

“kalau pun harus pulang, ada penggantinya dari daerah lainnya di Indonesia,” tambahnya.

Kebutuhan pengungsi masih sangat banyak. Di Sembalun misalkan, warga sangat kesulitan mendapatkan beras.

“Iya masih perlu banyak bantuan, di sini beras sulit. Kami hanya panen beras merah setahun sekali.”

Selain itu, pasca ratusan gempa susulan, kata Supiadin, banyak tembok-tembok yang berjatuhan.

Dan itu yang dikhawatirkan akan mencelakakan anak-anak. Sehingga ia berharap aparat segera merobohkan dan membersihkan reruntuhan.

“Kami khawatir sama anak-anak, jadi kami berharap aparat segera melakukan survei untuk membongkar rumah kami,” pungkasnya.

Reporter: Hilman | INA

Pengungsi Lombok Utara Harus Berjalan 10 Kilometer Untuk Dapatkan Air Bersih dan Makanan

LOMBOK (Jurnalislam.com) – Para pengungsi di Lombok Utara masih kesulitan mendapatkan air bersih dan makanan pokok. Ratimi (40), salah satu pengungsi di Dusun Tanah Lilin Desa Bayan Kabupaten Lombok Utara mengaku harus berjalan berkilo-kilo meter.

“Belum ada bantuan, kami cari air sama beras jauh, 10 kilometer baru dapat,” ungkap Ratmini (40), kepada Islamic News Agency (INA), Rabu (15/8/2018).

Menurutnya, sulitnya akses jalan menuju Dusun Tanah Lilin membuat bantuan terlambat masuk ke kampungnya. Jalanan yang sempit dan retak akibat gempa hanya bisa ditempuh oleh sepeda motor.

Baca juga: Forum Me-DAN Akan Dirikan Hunian Sementara Untuk Korban Gempa di Lombok Utara

Selain krisis air dan makanan, Dusun Tanah Lilin membutuhkan tenda dan selimut. “Kami di sini kekurangan tenda sama selimut,” lanjut Ratmini.

Pengungsi Lombok Utara harus menempuh puluhan kilomeer untuk mendapatkan air bersih. FOTO: Hilman/INA

Muhammad Ali (19), putra dari Ratmini, mengaku dirinya harus menempuh jarak 10 km untuk menuju sumber mata air di Mendala, Lombok Utara.

Setiap harinya, Ali yang ditemani sang adik, Riawan Hadi (17) membawa 2 jerigen yang berisikan 40 liter air untuk sekali mandi keluarga.

“Sehari kita bawa dua jerigen air, pagi sama sore, dua kali mandi, dua kali ambil air,” kata Ali.

Hal serupa masih dialami ribuan pengungsi lainnya di Kabupaten Lombok Utara, bahkan dalam pantauan INA, warga harus berkumpul di pinggir jalan untuk meminta bantuan.

Reporter: Hilman | INA

Rumah Hasil Nabung 10 Tahun, Ambruk Dalam Hitungan Detik

Taufik menyadari apa yang menimpanya adalah ketentuan terbaik dari Allah

LOMBOK (Jurnalislam.com) – Manusia tak bisa mengira apa yang terjadi di masa mendatang. Banyak hal yang dibangun dengan perjuangan yang sangat lama namun harus sirna seketika.

Itulah yang dialami Taufik (31), pengungsi Dusun Jorong, Desa Sembalun Bumbung, Sembalun, Lombok Timur. Selama 10 tahun Taufik bekerja di sebuah restoran di Legian, Bali. Mulai 2005 hingga 2015, ia bekerja keras mengumpulkan uang demi rumah idaman keluarga.

Namun nahas, rumah yang dibangun dari hasil menabung selama 10 tahun itu ambruk dalam hitungan detik akibat gempa Lombok. Taufik membangun rumah secara berangsur. Hasil gajinya setiap bulan ia kirim ke Lombok untuk membangun rumah. Bahkan ia terpaksa berutang ke toko bangunan agar rumahnya cepat selesai.

“Setiap bulan saya kirim 1 juta, kadang 2 juta untuk bangun rumah. Dan selama 10 tahun saya terus nyicil untuk bayar utang bangunan,” ungkap Taufik pada INA News Agency (INA) kantor berita yang diinisiasi Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Kamis (16/8/2018).

Rumah Taufik roboh, gerai pulsa miliknya pun rusak parah. Sebagian dindingnya roboh, sedangkan lantai atasnya retak-retak. Sehingga gerai pulsa yang menjadi mata pencariannya tak lagi bisa digunakan.

“Sedih saya kalau mengingatnya, kerja selama 10 tahun terasa tidak ada artinya,” ungkap Taufik menahan tangis.

Taufik berdiri di depan rumahnya yang hancur akibat gempa 7 SR di Dusun Jorong, Desa Sembalun Bumbung, Sembalun, Lombok Timur. Foto : Hilman/INA

Namun ia menyadari bahwa apa yang menimpanya adalah ketentuan terbaik dari Allah. Ia mengatakan bahwa gempa yang menimpanya membuatnya merenung.

“Saya ambil hikmahnya, mungkin kita banyak salah,” ungkapnya.

Meski ditimpa bencana, Taufik tetap bersyukur. Ia mengungkapkan meski saat ini rumah dan mata pencariannya tidak ada, tapi ia tetap bersyukur karena masih diberi kesempatan hidup. Dan karena alasan itulah, ia merasa masih banyak orang yang di bawahnya yang lebih layak untuk ditolong.

“Masih banyak yang di bawah kita, jadi kita masih punya banyak alasan untuk bersyukur,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

Hal serupa dialami Hadri (36), warga Dusun Reguar, Desa Bilopetung, Sembalun, Lombok Timur. Rumah yang baru dibangun, ambruk dalam hitungan detik.

Hadri membangun rumah hasil jerih payahnya merantau selama 6 tahun di Samarinda, Kalimantan Timur. Di rumah yang baru saja ia tempati selama dua bulan, ia tinggal bersama anaknya, Erik Pramanagandi (11), mertua, dan anak yatim yang ia asuh sejak kecil.

Rumah Hadri rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing yang berserakan. Kini ia tinggal di tenda sebelah reruntuhan dengan keadaan serba kekurangan.

“Kami tinggal di sini seadanya. Ndak ada selimut sama kekurangan air,” ungkap Hadri.

Reporter : Hilman | INA

Kerugian Ekonomi Akibat Gempat Tembus Rp 7,45 T

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan hingga hari ke-10 penanganan gempa, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi terus bertambah. Berdasarkan basis data terakhir, kerugian ekonomi tembus Rp 7,45 triliun.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan tim dari Kedeputian Rehabiitasi dan Rekontruksi BNPB masih melakukan hitung cepat dampak gempa. “Angka ini masih terus bertambah seiring data yang terus masuk ke Posko,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (15/8/2018) sore, sebagaimana dilansir Republika.co.id

Ia mengungkapkan, kerugian tersebut meliputi sektor permukiman Rp 6,02 triliun, infrastruktur Rp 9,1 miliar , ekonomi produktif Rp 570,55 miliar, sosial Rp 779,82 miliar, dan lintas sektor Rp 72,7 miliar. Sektor permukiman merupakan penyumbang terbesar dari kerusakan dan kerugian akibat bencana, yaitu mencapai 81 persen.

Ia mengatakan BNPB juga akan menghitung berapa besar kebutuhan yang diperlukan untuk pemulihan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Pembangunan kembali akan dilakukan di lima sektor yakni permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor.

“Tentu, ini memerlukan dana triliunan rupiah. Tidak mungkin semua dibebankan ke pemerintah daerah. Sebagian besar pendanaan berasal dari pemerintah pusat,” lanjut dia.

Seorang warga Dusun Rembek, Lombok Utara di atap rumahnya yang hancur akibat gempa. FOTO: Sirath/Jurniscom

Sutopo menuturkan, bantuan dari dunia usaha diperlukan untuk proses pemulihan akibat gempat. Ia memperkirakan proses rekonstruksi dan rehabilitasi akan memakan waktu selama dua tahun. “Perlu waktu untuk memulihkan kembali,” kata dia.

Dia pun mengajak masyarakat, Pemda NTB, dan pemda kabupaten dan kota terdampak untuk bangkit. Pemerintah pusat akan selalu mendampingi dan memberikan bantuan hingga rehabilitasi dan rekonstruksi nanti

Gempa Lombok yang meluluhlantahkan kehidupan ekonomi dan pembangunan di Lombok memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menata pembangunan lebih baik. Tata ruang perlu ditata kembali menyesuaikan peta bahaya gempa.

Tak hanya itu, bangunan yang didirikan juga harus mengikuti standar konstruksi tahan gempa. Pariwisata sebgai andalan devisa bagi NTB juga harus ditata ulang.

Wisatawan pun perlu dibekali pemahaman pengetahuan kebencanaan dan fasilitas kepariwisataan. “Hotel-hotel di pantai sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai shelter evakuasi saat ada peringatan tsunami,” ujar dia.

Sutopo menambahkan masyarakat Lombok harus diedukasi dan disosialisasi terus menerus dengan ancaman bencana. “Jadikan pendidikan kebencanaan sebagai pelajaran matapelajaran tambah atau muatan lokal yang wajib diikuti oleh semua siswa,” kata dia.

Data BNPB

Total Meninggal: 460 orang

  • 396 orang Kab. Lombok Utara
  • 39 orang Kab. Lombok Barat
  • 12 orang Kab. Lombok Timur
  • 9 orang Kota Mataram
  • 2 orang Kab. Lombok Tengah
  • 2 orang Kota Denpasar

Korban Luka: 7.773 orang

  • 959 orang luka berat/rawat inap
  • 6.774 orang luka ringan/rawat jalan

Mengungsi 417.529 orang: terdiri dari 187.889 laki-laki dan 229.640 perepuan.

  • 178.122 orang Lombok Utara (80.155 laki, 97.967 perempuan)
  • 104.060 orang Lombok Timur (46.827 laki, 57.233 perempuan)
  • 116.453 orang Lombok Barat (52.404 laki, 64.049 peremuan)
  • 18.894 orang Kota Mataram (8.503 laki, 10.391 perempuan)

Kerusakan

  • 71.962 unit rumah rusak (32.016 RB, 3.173 RS, 36.773 RR)
  • 671 unit fasilitas pendidikan (124 PAUD, 341 SD, 95 SMP, 55 SMA, 50 SMK, 6 SLB)
  • 52 unit fasilitas kesehatan ( 1 RS, 11 puskesmas, 35 pustu, 4 polindes, 1 gedung farmasi)
  • 128 unit fasilitas peribadatan (115 masjid, 10 pura, 3 pelinggih)
  • 20 unit perkantoran
  • 6 unit jembatan

Student Up Creativity PII Wati Jawa Barat Didukung P2TP2A dan Enam Ormas

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Pengurus Koordinator Wilayah Korps Pelajar Islam Indonesia (PII) Wati Jawa Barat periode 2017-2019 pada hari Rabu (15/8/18) telah melakukan audiensi kepada pihak P2TP2A Jawa  Barat yang bertepatan di Kantor P2TP2A Jalan R.E. Marthadinata Babakan Ciamis, Sumur Bandung, Kota Bandung.

Audiensi ini diawali dengan pembukaan dan sosialisasi terkait rangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Lahir Korps PII Wati yang ke-54 dan peluncuran gerakan eksternal yang bernama Brotherhood: Pelajar Subject Perubahan.

Gerakan Brotherhood: Pelajar Subject Perubahan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelajar puteri yang sesuai dengan perannya sebagai entitas sosial dengan pemenuhan tiga skill kompentesi yang diantaranya adalah kemampuan Public Relationship, peer counseler, dan juga sebagai Event Organizer yang dimana ketiga kompetensi tersebut bisa diaktualisasikan untuk menjadikan pelajar puteri lebih produktif sebagai subjek perubahan sesuai dengan tupoksinya.

Gerakan brotherhood ini merupakan proses pembentukan pelajar puteri yang produktif dan siap mencetak generasi untuk menyelamatkan bonus demografi yang di mulai pada tahun 2020 mendatang, dan diperkiraan 2030 fenomena ini berada di titik puncak nya.

Pihak P2TP2A yang dihadiri oleh Ibu Dwi menanggapi gerakan brotherhood dengan positif dan siap mengawal dan mendukung gerakan Brotherhood dengan menjadi pembicara pada dialog terbuka dalam main event rangkaian Harlah PII Wati yang akan dilaksanakan pada tanggal 25-26 Agustus 2018 bertepatan di Gedung Bandung Creative Hub dan juga dihadiri oleh LAHA dan KPID.

Disamping itu, Ibu Dwi juga berpesan bahwa Ormas Islam harus bisa merepresentasikan keislamannya dalam behavior dan attitudenya, hal ini sesuai dengan gerakan PII Wati sebagai sahabat pelajar dengan menjaga dan menanam nilai-nilai keislaman pada semangatnya.

Sebelum melakukan audiensi, Koordinator Korps PII Wati Jawa Barta telah melakukan kegiatan Bincang Hangat yang dihadiri oleh enam Ormas diantaranya adalah KOPRI, IPP NU, IPM, KOHATI, IPPI Persis yang dilaksanakan pada Hari Jumat (10/8/18) di Kantin The Panas Dalam. Acara tersebut termasuk rangkaian Harlah PII Wati yang ke-54 dengan bertujuan untuk sosialisasi gerakan dan bersinergi dengan ormas Jawa Barat.

Dua kegiatan tersebut merupakan gerbang awal Koordinator Wilayah Korps PII Wati untuk melebarkan langkahnya di ruang eksternal, dalam upaya menjadi garda terdepan mengakomodir pelajar putri dalam menjawab isu perempuan dan anak. Salah satu upaya itu diwujudkan dalam event Student Up Creativity yang akan digelar akhir Agustus ini.

Rangkaian SUC ini diharapkan dapat menjadi starting point gerakan PII Wati sebagai Badan Otonom, yang mana dapat melebarkan cita-cita yang dimiliki oleh PII yakni terciptanya izzul islam walmuslimin dari tangan pelajar, dan sebagai refleksi konten dan konteks Harlah PII Wati yang ke-54 yang akan diikuti oleg seluruh kader PII Wati Jawa Barat khususnya dan umumnya untuk kader PII, Pelajar umum, dan masyarakat.

Main event dalam acara tersebut beraneka ragam ada berupa dialog terbuka yang akan dihadiri oleh para pihak dari berbagai lembaga sebagai penguat gerakkan Brotherhood, lalu akan membuka kelas mendongeng, peer Counseler, dan beauty and handsome class yang bertujuan sebagai pilot project aktualisasi gerakan brotherhood yang bisa diaplikasikan oleh eselon dibawahnya serta untuk memenuhi kebutuhan pelajar pada hari ini.

Selain itu SUC juga dapat diikuti oleh kader maupun non kader, lalu dilanjutkan dengan acara internal yaitu Sarasehan Instruktur dan Pemandu Putri juga Refleksi Harla PII Wati-54 yang akan di hadiri oleh para ketua Korwil PII Wati  dalam rentang 10 periode sebelumnya.

Kiriman: Aini Nur Firani

Jenazah Muhammad Irsan Dimakamkan di Polokarto Sukoharjo.

SOLO (Jurnalislam.com) – Jenazah Muhammad Irsan (25) narapidana terorisme yang meninggal di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1 Batu, Nusakambangan, Cilacap tiba di Sukahorjo, Jawa Tengah, Selasa (14/8/2018) malam.

Disambut pekik takbir, jenazah dishalatkan ratusan jamaah di Masjid MUI Surakarta, Semanggi, Solo sebelum dimakamkan di Pemakaman Muslim Polokarto, Sukoharjo.

“Nanti saja mas, ini langsung mau dimakamkan menuju sana,” kata salah satu pelayat ketika Jurnalislam.com menanyakan keberadaan istri almarhum Muhammad Irsan.

Seperti yang diketahui sebelumnya, Muhammad Irsan merupakan salah satu narapidana terorisme yang menghuni Lapas Batu, Nusakambangan. Pria asal Tolitoli Sulawesi Tengah itu, diberitakan meninggal pada Senin, (13/8/2108) setelah sebelumnya dirawat di ruang rawat inap Dahlia RSUD Cilacap.

“Jadi tadi jam 10 pagi kami mendapat informasi kalau salah satu napiter meninggal di LP Batu, Nusakambangan, namanya Muhammad Irsan. Cuman, dia dulu bukan saya yang tangani,” kata kordinator TPM Ahmad Michdan sebagaimana dilansir Kiblat.net pada Senin (13/8/2018).

Reporter: Arie Ristyan

Forum Me-DAN Akan Dirikan Hunian Sementara Untuk Korban Gempa di Lombok Utara

LOMBOK (Jurnalislam.com) – Forum Medis dan Aksi Kemanusiaan (Me-Dan) akan mendirikan hunian sementara untuk masyarakat korban gempa di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Daerah ini termasuk daerah yang paling parah terdampak gempa.

“Kami akan fokus kepada pembangunan hunian sementara seperti rumah dan masjid sementara karena mereka sangat membutuhkan untuk tempat tinggal sementara,” kata Sunaryo kepada Jurnalislam.com di pengungsian Desa Genglang, Lombok Utara, Selasa (11/8/2018).

Rumah Kakek Sarujip di Lombo Utara yang hancur akibat gempa. FOTO: Sirath/Jusnicom

Selain itu, Sunaryo menjelaskan, pihaknya sedang membuat rancangan anggaran biaya untuk pembangunan beberapa tempat hunian. Targetnya, satu hunian satu masjid dan musholla.

“Selain itu juga kita akan upayakan dibentuk tempat pendidikan khusus bagi anak-anak,” ungkapnya.

Forum Me-DAN juga mencanangkan pentaan huniakn layak bagi masyarakat Lombok Utara.

“Untuk sementara ini kita targetkan dulu sampai dua minggu ke depan untuk tanggap daruratnya, karena melihat cukup parahnya gempa yang terjadi,” pungkasnya.

Baca juga: Forum Me-Dan, Ansharuyariah dan DKM At-Taqwa Bantu Korban Gempa Lombok

Saat ini, Forum Me-DAN telah membangun posko tanggap bencana di dusun Karang Jurang, Desa Genglang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.

Pembangunan posko tanggap bencana ini untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat korban gempa yang hampir tidak bisa melakukan aktifitas kesehariannya.

Reporter: Sirath

Rumahnya Hancur, Kakek Sarujip Kini Tinggal di Tenda Beratap Daun Kelapa

LOMBOK (Jurnalislam.com) – Musibah gempa bumi yang menggoncang Nusa Tenggara Barat sekitarnya beberapa waktu lalu telah menyisakan duka yang mendalam.
Selain itu, warga korban gempa juga mengalami trauma berat, dimana gempa berkekuatan besar melanda daerah itu tiga kali berturut-turut.
Seperti diungkapkan Sarujip, kakek 60 tahun warga Dusun Rempek, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara ini mengaku masih trauma akan datangnya gempa bumi susulan.

Rumahnya hancur digoncang gempa 7 SR pada Ahad (5/8/2018) lalu. Beruntung Kakek Sarujip yang hanya tinggal bersama istrinya itu masih bisa menyelamatkan diri. Tiga anaknya telah menetap di Pulau Jawa dan Kalimantan.

Rumah Kakek Sarujip yang hancur akibat gempa. FOTO: Sirath/Jusnicom

“Rumah saya juga telah rata dengan tanah,” tuturnya kepada Jurnalislam.com saat ditemui di tempat pengungsian pagi ini, Rabu (15/8/2018).

“Alhamdulillah saya bersama istri tidak mengalami luka, padahal ketika terjadi gempa rumah kami langsung roboh, dan saat itu istri saya masih di dalam rumah,” sambungnya lirih.

Tempat mengungsi Kakek Sarujip saat ini hanya beratapkan daun kelapa, dinding bilik bambu dikelilingi barang-barang miliknya yang masih bisa diselamatkan. Lokasinya tak jauh dari rumahnya yang telah hancur.

“Sekarang kami hanya bisa tinggal di tenda-tenda pengungsian, sambil mengais puing-puing bekas rumah yang akan dijadikan sebagai rumah tinggal sementara,” kata Sarujip.

Rumah Kakek Sarujip di pengungsian. FOTO: Sirath/Jurniscom

Sarujip bersama warga Dusun Rempek lainnya saat ini hanya mengandalkan bantuan yang dibawa para relawan.

“Kami berharap pemerintah lebih tanggap kepada kami, karena kami sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi,” ujarnya.

Gempa bumi pertama menggoncang wilayah ini pada 29 Juli lalu dengan kekuatan 6,3 SR. Gempa kedua yang lebih besar datang pada 5 Agustus lalu, berkekuatan 7 SR. Ratusan jiwa meninggal dunia akibat gempa kedua ini.

Lombok kembali digoncang gempa ketiga dengan kekuatan 6.5 SR pada Kamis 9 Agustus 2018. Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) mencatat total korban tewas akibat gempa Lombok hingga Sabtu (12/8/2018) 392 orang.

Reporter: Sirath

Ini Enam Pesan Penting PP Muhammadiyah Untuk Prabowo-Sandi

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pasangan Prabowo-Sandiaga mendapat enam pesan penting dari PP Muhammadiyah saat silaturahim pada Senin (13/8/2018). Pesan yang disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nasir itu seputar agenda strategis yang dapat menjadi bahan kebijakan pemerintah lima tahun ke depan.
Pertama, Agama, Pancasila, dan Kebudayaan luhur bangsa Indonesia hendaknya menjadi pondasi nilai dan sumber inspirasi dalam mewujudkan kebijakan-kebijakan strategis negara serta arah moral-spiritual bangsa.

“Jangan sampai terdapat kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan luhur yang hidup dalam jati diri bangsa Indonesia tersebut, seraya menghindari primordialisme SARA yang dapat meruntuhkan keutuhan, persatuan, dan kesatuan bangsa,” kata Haedar.

Kedua, menegakkan kedaulatan negara di bidang politik, ekonomi, dan budaya termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui kebijakan-kebijakan strategis yang pro-rakyat dan mengutamakan hajat hidup bangsa.

“Termasuk di dalamnya dalam menjaga kedaulatan negara dari penetrasi asing, menegakkan kedaulatan pangan, dan memutus mata-rantai ketergantungan impor yang merugikan kehidupan rakyat dan masa depan bangsa,” jelas Haedar.

Ketiga, mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi secara progresif dengan kebijakan-kebijakan yang berani khususnya dalam menghadapi sekelompok kecil yang menguasai ekonomi dan kekayaan Indonesia agar tidak merugikan hajat hidup mayoritas rakyat.

Hal itu sesuai dengan amanat konstitusi pasal 33 UUD 1945 dan sila kelima Pancasila tentang Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Keempat, rekonstruksi pendidikan dan pembangunan sumberdaya manusia sebagai prioritas penting dalam kebijakan pemerintah ke depan untuk menjadikan Indonesia unggul dan berdaya-saing tinggi dengan negara-negara lain yang telah maju. Termasuk dalam memanfaatkan 20 persen anggaran pendidikan sebagaimana amanat konstitusi.

Kelima, melakukan kebijakan reformasi birokrasi yang progresif dan sistemik dengan prinsip good governance serta birokrasi pemerintahan untuk semua rakyat yang menjunjung tinggi meritokrasi tanpa disandera oleh kepentingan-kepentingan politik partisan dari para pejabat pemerintahan maupun partai politik dan golongan.

Dalam reformasi birokrasi tersebut penting menjadikan pemberantasan korupsi sebagai agenda kebijakan utama sehingga pemerintahan bebas dari penyakit yang menghancurkan tatanan bangsa dan negara tersebut.

“Keenam, melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dan berdaulat dalam melindungi kepentingan dalam negeri, serta menjadikan Indonesia selaku negara dengan penduduk muslim terbesar sebagai kekuatan strategis di dunia Islam,” pungkasnya.

Reporter: Gio