Korban Tewas Mahasiswa Dalam Unjukrasa di Kendari Jadi Dua Orang

KENDARI (Jurnalislam.com) – Korban meninggal dalam unjuk rasa di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara menjadi dua orang. Mahasiswa Fakultas Teknok Universitas Halu Oleo (UHO) bernama Muhammad Yusuf Kardawi (19) menghembuskan nafas terakhirnya di RS Bahtramas pada pukul 04.05 Wit setelah menjalani perawatan.

“Iya, pasien Muh Yusuf Kardawi (19) yang menjalani perawatan intensif pasca dioperasi di RSU Bahteramas Kendari, Sultra meninggal dunia Jumat (27/9) sekitar pukul 04:00 Wita,” kata Plt Direktur RSU Bahteramas dr Sjarif Subijakto di Kendari, Jumat (27/9/2016)

“Tim dokter yang menangani korban Yusuf sudah berbuat maksimal,” sambung Sjarif.

Yusuf tercatat sebagai mahasiswa jurusan Teknik D-3 Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. Sedangkan korban meninggal dunia sebelumnya Kamis (26/9/2019) adalah Immawan Muhammad Randi (21) juga berstatus mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UHO.

Korban Yusuf adalah pasien rujukan dari RS Ismoyo Korem 143/Haluoleo harus menerima tindakan operasi karena cedera serius saat aksi unjukrasa di gedung DPRD Sultra, Kamis (26/9/2019).

Sebelumnya Yusuf sempat kritis akibat luka hantaman di kepala dan bagian tubuh lainnya. Ia pun dirujuk ke RS Bahteramas untuk mendapat perawatan lebih lanjut, namun nyawanya tak tertolong.

Kamis malam (26/9/2019) Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, Ketua DPRD Sulawesi Tenggara, Abdurrahman Shaleh, didampingi jajaran Forkopimda menjenguk korban Yusuf Kardawi di ruang perawatan RSU Bahtermas.

Kabid Humas Polda Sultra, Hary Goldenhart menyatakan, ada 11 orang korban luka-luka yang dirawat intensif di sejumlah rumah sakit. Mereka terdiri dari mahasiswa, tiga polisi dan seorang staf sekretariat DPRD Sulawesi Tenggara.

Sebelumnya, Immawan Muhammad Randi (21), Mahasiswa Perikanan UHO gugur akibat tembakan peluru tajam di bagian dada kanan.

Sumber: Antara

Parade Tauhid 2019 Berubah Jadi Aksi Mujahid 212 Selamatkan Negeri

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Parade Tauhid Indonesia 2019 yang sedianya akan diselenggarakan Sabtu tanggal 28 September 2019 berganti nama menjadi Aksi Mujahid 212 Selamatkan Negeri.

Menurut ketua panitia Edy Mulyadi, selain tema, perubahan juga terjadi pada lokasi titik kumpul dan rute aksi. Jika sebelumnya peserta berkumpul di Jl. Asia Afrika, Senayan, pukul. 06.00 Wib bergerak ke Monas diubah menjadi titik kumpul di Bundaran HI mulai pukul 08.00 WIB bergerak menuju Istana.

“Perubahan nama dan rute ini terjadi untuk menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi yang dinamis. Dengan perubahan ini kami ingin kembali menegaskan, bahwa umat Islam bersama arus besar perubahan yang digelorakan mahasiswa dan para pelajar SMU. Kami ingin memberikan kontribusi maksimal untuk perubahan Indonesia manjadi lebih baik,” katanya melalui siaran pers yang diterima Jurnalislam.com, Jumat (27/9/2019).

Dia menjelaskan, hal yang menjadi dasar pertimbangan perubahan tersebut antara lain, pertama, aksi mahasiswa masih dihadapi oleh aparat dengan sikap represif hingga menimbulkan korban luka, hilang, bahkan ada yang meninggal dunia.

Kedua, munculnya aksi para pelajar sebagai sebuah fenomena yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam ekskalasi politik di negeri ini. Aksi yang berlangsung spontan dan tanpa komando yang jelas ini pun berakhir ricuh dan diamankannya ratusan pelajar oleh pihak aparat.

Ketiga, kerusuhan di Wamena, Papua, dengan korban puluhan jiwa dan eksodus warga pendatang keluar dari wilayah tersebut.

Keempat, bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat oleh Pemerintah, telah menyebabkan ratusan ribu warga terkena pekatnya asap dan menderita sakit infeksi pernapasan (Ispa). Bencana asap juga telah merenggut korban jiwa.

“Berbagai kondisi ini menunjukkan negeri kita tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ada yang salah dalam mengelola dan mengurus negara yang kita cintai ini. Singkat kata, pemerintah telah gagal,” ujar Edy.

Selanjutnya, panitia mengajak seluruh anak bangsa baik mahasiswa, pelajar, ormas Islam dan emak-emak militan serta seluruh ummat Islam untuk hadir dan bergabung bersama untuk menyuarakan ketidakadilan dan menegakkan kebenaran di negeri ini.

“Dengan semangat 212 mari kita kembali bersama-sama lakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Aksi Mujahid 212 untuk selamatkan NKRI,” pungkas Edy.

Dinilai Gagal, IMM Desak Kapolri Copot Kapolda Sultra

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Puluhan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menggelar aksi protes di depan Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, tadi malam, Kamis (26/9/2019). Mereka meminta Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mencopot Brigjen Pol Iriyanto dari jabatannya sebagai kapolda Sulawesi Tenggara (Sultra).

Aksi massa dimulai dengan rentetan orasi bernada penuntutan dan kecaman kepada kepolisian. Mereka kecewa dengan tindakan kepolisian Sultra yang diduga menewaskan salah satu kader mereka, Immawan Muhammad Randi, saat mengamankan aksi unjuk rasa di depan DPRD Sultra, Kota Kendari, Kamis (26/9/2019) siang.

“Copot kapolda Sulawesi Tenggara! Kita meneriakkan kebenaran kenapa mereka (polisi) tembak kita? Polisi penjahat tidak?” tegas orator.

Tak hanya berorasi, mahasiswa kader Muhammadiyah juga membakar ban dan memblokade Jalan Menteng Raya. Kemacetan tak bisa dihindari. Mereka juga membawa pamflet yang menuntut pertanggungjawaban polisi.

Ketua DPP IMM, Najih Prasityo, menilai kepolisian telah gagal dan lalai dalam memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Dia mengingatkan, penyampaian aspirasi secara lisan dan tertulis dilindungi oleh undang-undang.

“Mahasiswa itu bukan penjahat negara, yang harus ditembaki dengan seenaknya saja. Kami menuntut kepada Kapolri untuk mengusut kasus ini sampai benar-benar terang dan pelaku penembakan Kader kami dapat tertangkap secepatnya,” kata Najih.

Tolak RUU P-KS, Ratusan Mahasiswa Pembela Pancasila Demo di DPRD Surakarta

SOLO (Jurnalislam.com) – Ratusan Mahasiswa Soloraya yang tergabung dalam Aliansi Garda Pembela Pancasila (AGPP) melakukan aksi unjuk rasa menolak disahkannya RUU P-KS di depan DPRD Solo, Kamis (26/9/2019).

Sekitar pukul 13.00 Wib massa berkumpul di depan DPRD Solo kemudian melakukan orasi dengan membawa spanduk dan poster. Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Perwakilan mahasiswa kemudian melakukan audensi dengan anggota dewan dari Fraksi PAN, PDIP, dan Golkar di dalam gedung DPRD Surakarta.

Dalam audensi tersebut, kordinator aksi Agil Setiawan menegaskan bahwa RUU P-KS dengan sengaja telah mengabaikan falsafah Pancasila dan UUD NKRI 1945 seraya mengambil falsafah feminisme.

“Sehingga RUU P-KS, di bawah term ‘Kekerasan Seksual’ mengandung kekeliruan yang sangat fatal dalam merumuskan siapa korban dalam pelanggaran dan atau perbuatan kriminal pada nilai kesusilaan,” katanya.

RUU P-KS juga dinilai mengabaikan konteks dimana seseorang dapat saja merupakan pelaku kenakalan atau kejahatan seksual sebelum menjadi korban.

“Seharusnya pemberantasan terhadap pelanggaran dan atau perbuatan kriminal pada nilai kesusilaan dalam masyarakat mempertimbangkan akar dari adanya kekerasan seksual yaitu kebobrokan moral dan rentannya ketahanan keluarga,” ujarnya.

Lebih lanjut, Agil mencontohkan dalam kasus pemaksaan aborsi, penentuan bahwa seseorang melakukan aborsi karena pemaksaan seseorang, dimungkinkan hanya berbasis keterangan satu sisi pelaku aborsi.

“Hal ini sangat mungkin menjadi alat bagi pelaku aborsi untuk menghindari jeratan hukum berdasarkan UU tentang Kesehatan,” paparnya.

Untuk itu, ia menegaskan pihaknya menolak pengesahan RUU P-KS dan mendesak Panja RUU P-KS di komisi 8 DPR RI untuk meniadakan pembahasan RUU P-KS melalui DPRD Surakarta.

Menanggapi hal itu, Ahmad sapari dari fraksi PAN berjanji akan menyampaikan aspirasi dari mahasiswa Soloraya tersebut dan akan disampaikan ke DPR RI.

Din Syamsuddin Minta Autopsi Jenazah Immawan Randi Dilakukan Tim Internal Muhammadiyah

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyesalkan tindakan aparat kepolisian yang menyebabkan tewasnya mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) dalam unjuk rasa di gedung DPRD Kota Kendari pada Kamis (26/9/2019).

Din meminta kepada segenap keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) untuk menerima peristiwa tersebut sebagai musibah dan tragedi demokrasi.

“Menerima peristiwa ini sebagai musibah dan tragedi demokrasi akibat tindakan represif yg patut disesalkan,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2019).

Din juga meminta agar tetap tenang dan tidak terhasut untuk melakukan tindakan anarkisme serta selalu kompak dalam menegakkan amar makruf nahyi munkar.

Kendati demikian, Din tetap meminta kepolisian untuk mengusut kasus tersebut dengan tuntas dan transparan.

“Dan agar tidak menimbulkan fitnah sebaiknya dilakukan autopsi oleh Tim Internal Muhammadiyah,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Hary Goldenhart Santoso mengatakan, autopsi jenazah Immawan Randi sedang dilakukan oleh tim Dokter RS Abu Nawas bersama dengan tim Dokter dari RS Bhayangkara dan RS Korem.

Pemuda Muhammadiyah Desak Kapolri Pimpin Investigasi Kematian Randi

KENDARI (Jurnalislam.com) – Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto menegaskan, penanganan peserta unjuk rasa oleh aparat kepolisian sudah mengarah pada tindakan brutalitas. Hal itu disampaikan menanggapi tewasnya seorang mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari bernama Immawan Randi (21) saat mengikuti aksi menolak RKHUP di gedung DPRD Kota Kendari pada Kamis (26/9/2019).

Luka tembak di dada sebelah kanan Randi yang juga kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) itu diduga kuat akibat tembakan peluru tajam.

“Mencermati penanganan peserta aksi oleh Kepolisian Republik Indonesia sudah mengarah pada tindakan brutalitas dengan melakukan penembakan dengan menggunakan peluru tajam telah menelan korban jiwa dari Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo,” kata Sunanto dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (26/9/2019).

“Tindakan brutal aparat Kepolisian terhadap Mahasiswa sangat bertentangan dengan peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolsian RI dan Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa,” lanjutnya.

Menurutnya, tindakan brutal kepolisian tidak akan meredam aksi, justru dapat memicu gelombang aksi yang lebih besar. “Kepolisian harusnya belajar dari sejarah,” tandasnya.

Sunanto menegaskan, pihaknya akan melaporkan tindakan aparat kepolisian yang telah menghilangkan nyawa mahasiswa semester 7 itu ke Komnas HAM dan Mabes Polri.

“Sementara ini kami menemukan ada Pelanggaran Prosedur Penanganan aksi dan Pelanggaran Hak Azasi Manusia dalam peristiwa ini. Karena itu kami meminta Kapolri memimpin langsung proses investigasi serta menindak secara tegas oknum kepolisian yang bersikap represif,” paparnya.

Sunanto juga mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan perpu pembatalan UU KPK. “Saya pikir itu jalan tengah yang paling mungkin diambil oleh Pak Presiden,” ujarnya.

Sunanto yang saat ini berada di rumah duka menyampaikan, dirinya akan memimpin langsung prosesi pemakaman jenazah Immawan Randi.

Mahasiswa Kendari Tewas Saat Demo, Polisi: Anggota Hanya Dibekali Tameng

KENDARI (Jurnalislam.com) – Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Hary Goldenhart Santoso membenarkan adanya korban meninggal dalam demonstrasi di Gedung DPRD Kota Kendari pada Kamis (26/9/2019).

“15.30 Wita ada korban dari mahasiswa, kemudian dibawa ke Rumah Sakit Korem untuk dilakukan perawatan. Sampai di RS Korem korban dinyatakan oleh dokter meninggal dunia,” katanya kepada wartawan, Kamis (26/9/2019).

Hary mengatakan, pihaknya sedang melakukan autopsi di Rumah Sakit Abu Nawas terhadap jenazah mahasiswa yang diketahui bernama Immawan Randi tersebut.

“Untuk penyebab daripada korban meninggal dunia saat ini sedang dilakukan autopsi di RS Abu Nawas yang dilakukan tim Dokter RS Abu Nawas bersama dengan tim Dokter dari RS Bhayangkara dan RS Korem,” ujarnya.

Nantinya, hasil dari autopsi itu untuk membuktikan, apakah korban meninggal akibat terkena tembakan atau bukan. “Iya, itu baru dugaan. Tentunya kita nanti akan bisa memastikan setelah ada hasil autopsi,” ucapnya.

Ia menegaskan, saat melakukan pengamanan aksi di Gedung DPRD Kendari, tak ada yang menggunakan peluru tajam maupun peluru karet. Ia mengklaim, petugas hanya dibekali tameng, tongkat dan amunisi gas air mata.

“Di sini dapat saya tegaskan bahwa kami dari aparat kepolisian, dalam memberikan pelayanan kepolisian dalam mengamankan kegiatan unjuk rasa, anggota tidak dibekali, baik itu dengan peluru tajam, peluru karet maupun peluru hampa. Anggota hanya dibekali dengan tameng, tongkat, water canon dan peluru gas air mata,” tegasnya.

Saat ini, pihaknya sedang melakukan penyelidikan terhadap peristiwa tersebut. Terlebih hingga merenggut nyawa saat adanya aksi oleh mahasiswa.

“Ya tentunya kita akan selidiki penyebab daripada korban meninggal dunia,” pungkasnya.

Sumber: merdeka.com

IMM Tuntut Polisi Tanggung Jawab Atas Wafatnya Immawan Randi

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Najih Prastiyo mengungkapkan bela sungkawa serta kehilangan yang sangat mendalam atas peristiwa tersebut. Menurut Najih, peristiwa ini adalah bukti nyata dari tindakan represif yang dilakukan oleh pihak keamanan terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasinya.

“Kami, IMM se-Indonesia menyatakan bela sungkawa yang mendalam atas meninggalnya salah satu kader IMM yang tertembak peluru tajam ketika melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ini adalah kehilangan yang sangat besar bagi kami,” kata Najih dalam siaran pers yang diterima Jurnalislam.com, Kamis (26/9/2019).

Najih lantas mempertanyakan prosedur pengamanan aksi yang kemudian sampai menodongkan senjata dan terjadi penembakan meregang nyawa. Menurutnya, tidak dibenarkan prosedur pengamanan aksi sampai dengan terjadi penembakan peluru tajam.

“Secara pribadi saya mengecam atas terjadinya peristiwa ini. Bagaimana bisa dibenarkan prosedur pengamanan unjuk rasa dengan memakai senjata lengkap dengan peluru tajam. Ini mau mengamankan aksi, atau mau perang kepada mahasiswa. Pihak kepolisian harus bertanggung jawab mengusut kasus ini sampai tuntas, dan kami kader IMM se-Indonesia akan mengawal penuh kasus ini”, kata Najih.

Najih menuntut Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk mencopot Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tenggara yang dinilai telah gagal dan lalai dalam memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya. Menurut Najih, penyampaian aspirasi secara lisan dan tertulis dilindungi oleh undang-undang.

“Mahasiswa itu bukan penjahat negara, yang harus ditembaki dengan seenaknya saja. Kami menuntut kepada Kapolri untuk mengusut kasus ini sampai benar-benar terang dan pelaku penembakan Kader Kami (Immawan Randi) dapat tertangkap secepatnya,” kata Najih.

Najih juga menyerukan kepada seluruh Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah se-Indonesia untuk melakukan konsolidasi di masing-masing basis dan level pimpinan menyerukan aksi solidaritas atas tewasnya Immawan Randi ketika di medan aksi dan melawan segala bentuk represi dari pihak keamanan terhadap mahasiswa.

“Kepada seluruh kader IMM se-Indonesia, mari kita rapatkan barisan dan melakukan konsolidasi di basis dan setiap level kepemimpinan untuk menyerukan aksi atas tewasnya saudara kita Immawan Randi,” pungkasnya.

Immawan Randi, Mahasiswa yang Tewas Tertembak di Kendari Adalah Kader IMM

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Immawan Randi (21) mahasiwa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari yang wafat saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Utara adalah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Ketua DPP IMM, Najih Prasetiyo membenarkan kabar tersebut. “Benar, Randi angkatan DAD tahun 2017,” katanya melalui pesan singkat kepada Jurnalislam.com, Kamis (26/9/2019).

Najih Prastiyo mengungkapkan bela sungkawa serta kehilangan yang sangat mendalam atas peristiwa tersebut. Menurut Najih, peristiwa ini adalah bukti nyata dari tindakan represif yang dilakukan oleh pihak keamanan terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasinya.

“Ini adalah kehilangan yang sangat besar bagi kami,” ungkap Najih.

Randi meninggal setelah tertembak peluru tajam di bagian dada kanan. Ia sempat dilarikan ke RS dr. Ismoyo (Korem) pada pukul 15.30 WITA namun nyawanya tak tertolong. Randi wafat pukul 15.45 WITA.

Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak aparat kepolisian atas peristiwa ini.

Demo di Kendari, Satu Mahasiswa UHO Tewas Tertembak di Dada

KENDARI (Jurnalislam.com) – Aksi unjuk mahasiswa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra), Kota Kendari, Kamis (26/9/2019) menelan korban jiwa.

Dilansir dari media daring lokal, seorang mahasiwa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO) bernama Immawan Randi (21) dikabarkan meninggal dunia akibat tertembak peluru tajam di bagian dada kanan.

Selain Randi, tiga mahasiswa lainnya yang belum diketahui identitasnya juga ikut mendapat kekerasan hingga luka parah. Satu kondisi sekarat dan dirujuk ke Rumah Sakit Bahteramas. Sementara dua orang lainnya masih di rawat di rumah sakit Korem.

“Kena tembakan di dada,” kata rekan mahasiswa korban yang enggan namanya ditulis saat ditemui di Rumah Sakit.

Hingga saat ini, keluarga korban terus berdatangan di rumah sakit Korem. Belum ada konfirmasi dari pihak Polda maupun Kepolisian Polres Kendari.

Sebuah akun twitter bernama MAJU TAK GENTAR mengunggah detik-detik Randi dibantu teman-temannya untuk dibawa ke Rumah Sakit dengan menggunakan mobil pick-up.

https://twitter.com/i/status/1177148425151737857

Sumber: Kendaripos.co.id