GAZA (jurnalislam.com)- Hamas membantah laporan yang menyebutkan bahwa mereka bersedia melucuti senjata dalam proses negosiasi gencatan senjata Gaza dengan Israel. Kelompok perlawanan Palestina itu menegaskan bahwa mereka memiliki hak “nasional dan hukum” untuk melawan pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Pernyataan tersebut disampaikan Hamas pada Sabtu (2/8/2025), menanggapi pernyataan yang diklaim disampaikan oleh utusan khusus Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dalam pertemuan dengan keluarga tawanan Israel yang ditahan di Gaza.
Mengutip rekaman pertemuan tersebut, media Israel Haaretz melaporkan bahwa Witkoff mengatakan Hamas menyatakan “siap untuk didemiliterisasi”.
Namun dalam pernyataan resminya, Hamas menegaskan bahwa “perlawanan dan persenjataan adalah hak nasional dan hukum selama pendudukan [Israel] masih berlangsung”.
Hak tersebut, lanjut Hamas, “tidak akan dilepaskan sampai seluruh hak nasional kami dipulihkan, terutama pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kota”.
Witkoff diketahui bertemu dengan keluarga tawanan Israel di Tel Aviv pada Sabtu, sehari setelah kunjungannya ke lokasi distribusi bantuan di Gaza yang didukung AS dan Israel serta dikelola oleh lembaga kontroversial, Global Humanitarian Foundation (GHF).
Hamas sebelumnya mengecam kunjungan Witkoff sebagai “pertunjukan sandiwara” yang bertujuan menyesatkan opini publik mengenai situasi di Gaza, yang tengah menghadapi blokade Israel serta krisis kelaparan yang telah memicu kecaman global.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 1.300 warga Palestina telah terbunuh saat mencoba mendapatkan bantuan makanan di lokasi-lokasi yang dikelola GHF sejak lembaga itu mulai beroperasi di Gaza pada Mei lalu.
Kendati mendapat kritik internasional, pemerintahan Trump tetap mendukung GHF. Pada Juni lalu, Washington mengumumkan persetujuan pendanaan sebesar 30 juta dolar AS (sekitar Rp490 miliar) untuk mendukung operasional lembaga tersebut di Gaza.
Pernyataan Witkoff soal perlucutan senjata muncul di tengah meningkatnya tekanan global untuk mengakui negara Palestina, menyusul krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
Inggris dalam konferensi dua hari Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pekan ini menyatakan kemungkinan akan mengikuti langkah Prancis mengakui negara Palestina pada September mendatang.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menegaskan bahwa London akan memberikan pengakuan jika Israel gagal memenuhi sejumlah prasyarat, termasuk penerapan gencatan senjata di Gaza. Pernyataan itu sejalan dengan pernyataan sebelumnya dari Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari 17 negara, Uni Eropa, serta Liga Arab, yang menyepakati dokumen tujuh halaman yang mendorong kembali solusi dua negara atas konflik Israel-Palestina.
Dalam dokumen itu, Hamas didesak untuk “mengakhiri kekuasaan di Gaza dan menyerahkan senjata kepada Otoritas Palestina dengan dukungan dan keterlibatan internasional, sebagai bagian dari upaya membentuk negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.” (Bahry)
Sumber: Al Jazeera.