Biksu dan Nasionalis Myanmar Demonstrasi Larang Sebutan Muslim Rohingya

MYANMAR (Jurnalislam.com) – Ratusan nasionalis turun ke jalan-jalan di kota terbesar kedua Myanmar meminta pemerintah untuk menyatakan tidak ada etnis muslim Rohingya di negara ini, Anadolu Agency melaporkan, Jumat (13/05/2016).

Para pengunjuk rasa di demonstrasi Mandalay – yang dihadiri oleh para biksu dan aktivis nasionalis – menuntut Presiden Htin Kyaw dan konselor negara, menteri luar negeri Aung San Suu Kyi mengecam kedutaan Amerika Serikat yang menggunakan kata “Muslim Rohingya” untuk menggambarkan minoritas Muslim.

Tint Lwin, penyelenggara protes di kubu kelompok ekstrimis Buddha garis keras Ma Ba Tha, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa demonstran menuntut agar pemerintah mengeluarkan pernyataan mengecam penggunaan kata “Muslim Rohingya.”

"Kami telah merencanakan serangkaian protes di beberapa kota sampai pemerintah mengeluarkan pernyataan (sesuai tuntutan kami)," tambahnya.

Para nasionalis itu menolak untuk mengakui istilah muslim Rohingya, dan lebih memilih merujuk kelompok etnis Muslim sebagai "Bengali", yang menunjukkan mereka adalah imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh.

Tint Lwin mengatakan bahwa pemerintah harus mengikuti cara mantan Presiden Thein Sein, yang secara resmi menyatakan bahwa Myanmar tidak memiliki Rohingya, hanya Bengali.

Pemerintah Thein Sein memberi jalan bagi Suu Kyi dari Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy-NLD) pada akhir Maret, setelah kalah dalam pemilu 8 November 2015.

"Kedutaan AS juga harus menunjukkan rasa hormat kepada orang-orang dan pemerintah Myanmar," Tint Lwin menggarisbawahi.

Pada tanggal 28 April, sekitar 500 nasionalis Buddha menggelar demonstrasi yang tidak sah di luar kedutaan besar di Yangon memprotes penggunaan istilah “muslim Rohingya” untuk menggambarkan minoritas Muslim yang stateless dan dianiaya pemerintah negara.

Kedutaan menggunakan istilah itu dalam sebuah pernyataan baru-baru ini untuk menggambarkan keprihatinan tentang situasi di barat negara bagian Rakhine, di mana kekerasan komunal antara etnis Buddha dan Muslim sejak 2012 telah mengakibatkan ratusan muslim orang meninggal, sekitar 100.000 orang mengungsi di kamp-kamp dan lebih dari 2.500 rumah dibakar – yang sebagian besar muslim Rohingya.

Setelah tekanan dari nasionalis, kementerian luar negeri Suu Kyi meminta kedutaan untuk menghentikan penggunaan kata “muslim Rohingya”.

Berbicara kepada Anadolu Agency pada hari Jumat, Pamaukha, biarawan terkenal dari Ma Ba Tha yang berbasis di Yangon, mengatakan bahwa AS telah membuat isu penggunaan kata tersebut menjadi lebih sulit untuk diselesaikan.

"Mereka tidak membantu negara kita," ia menggarisbawahi.

Panglima militer Myanmar, Senator Jenderal Min Aung Hlaing, menegaskan pada konferensi pers hari Jumat bahwa militer tidak akan pernah menerima istilah “Rohingya.”

"Masalah kewarganegaraan imigran Bengali ini harus diselesaikan terlebih dahulu sesuai dengan UU Kewarganegaraan 1982," media lokal mengatakan mengutip Min Aung Hlaing.

Rohingya ditolak kewarganegaraannya di bawah hukum, yang telah banyak dikecam oleh kelompok hak asasi.

 

Deddy | Anadolu Agency | Jurnalislam

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses