RUU IKN Disahkan, Indikasi Presiden Jokowi – DPR Dikendalikan Oligarki Semakin Kuat

RUU IKN Disahkan, Indikasi Presiden Jokowi – DPR Dikendalikan Oligarki Semakin Kuat

JAKARTA(Jurnalislam.com)--Kebijakan Presiden Jokowi yang tetap ngotot memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) secara kilat dan tertutup, memperkuat indikasi hegemoni oligarki di pemerintahan Jokowi – Ma’ruf dan DPR RI.

Pemindahan IKN yang membutuhkan biaya sangat besar, yakni sebesar Rp 466,98 triliun (APBN sebanyak Rp 91,29 triliun, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha sebanyak Rp 252,46 triliun, dan duit dari Badan Usaha ditargetkan sebesar Rp 123,23 triliun) itu, hanya akan menghambur-hamburkan duit rakyat, termasuk menambah utang baru bagi negara.

Presiden Jokowi dan DPR RI tampak tidak peduli dengan persoalan kesulitan ekonomi negara di tengah pandemi Covid-19, berikut abai dengan suara penolakan warga yang berpotensi tergusur akibat pembangunan IKN. Bahkan, potensi ancaman terhadap perluasan kerusakan sosial-ekologis di Kalimantan Timur tidak menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan pemindahan IKN.

Demikian juga dengan persoalan kerusakan ekologis di Jakarta yang, sebelumnya, menjadi alasan pemindahan IKN oleh Presiden Jokowi, bukannya diurus serius, justru lari dari masalah. Setumpuk masalah di Jakarta itu, berpotensi besar juga akan terjadi di Kalimantan Timur ketika IKN dipindahkan.

JATAM menilai, pemindahan IKN, berikut pengesahan RUU IKN oleh DPR RI hari ini, mempertegas watak pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dan politisi di Senayan yang cenderung bekerja melayani kepentingan oligarki daripada memperjuangkan keselamatan rakyat dan lingkungan.

Sebaliknya, pemindahan IKN itu justru akan menguntungkan para pemegang konsesi tambang, sawit, hutan, dan kayu yang, telah lama menguasai lahan-lahan di IKN. Para pebisnis ini sebagian besar terhubung ke lingkaran istana dan senayan, seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo Subianto), Rheza Herwindo (anak Setya Novanto), dan Yusril Ihza Mahendra (Ketua tim pengacara pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin dalam sengketa pilpres 2019).

Lantas, bagaimana skema pembebasan lahan yang telah dikuasai korporasi itu? Bagaimana pula skema perlindungan bagi warga lokal sehingga tidak terusir oleh pembangunan IKN tersebut?

JATAM menduga, skema pembebasan lahan yang dimiliki korporasi itu penuh transaksional, terutama ketika wacana tukar guling lahan yang ujungnya, selain tetap menguntungkan korporasi, juga membawa ancaman baru bagi warga dan lingkungan setempat. Adapun jaminan bagi warga lokal di lokasi IKN untuk tidak tersingkir, cenderung diabaikan pemerintah. Semua untuk dan atas nama ambisi Presiden Jokowi.

JATAM berpandangan, pemindahan IKN itu tidak urgen dan tidak perlu. Dengan demikian, memaksakan pemindahan IKN terus berlanjut, selain menghambur-hamburkan uang rakyat dan menambah utang baru, serta menguntungkan korporasi, kebijakan itu juga menunjukan model pemerintahan Jokowi-Maruf yang serampangan dan ugal-ugalan.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.