Rencana Perdamaian Trump Disetujui PBB, Hamas: Kami Tidak Akan Melucuti Senjata

Rencana Perdamaian Trump Disetujui PBB, Hamas: Kami Tidak Akan Melucuti Senjata

NEW YORK (jurnalislam.com)- Dewan Keamanan PBB pada Senin (17/11/2025) mengesahkan Resolusi 2803 yang didukung Amerika Serikat untuk memulai implementasi rencana perdamaian 20 poin Presiden AS Donald Trump bagi Gaza. Namun rencana tersebut menuai penolakan dari Hamas dan banyak warga Palestina yang menilai langkah itu sebagai bentuk hegemoni asing atas Gaza yang hancur oleh perang.

Resolusi itu disetujui 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan, sementara Rusia dan Tiongkok memilih abstain. Isi resolusi memperkuat rencana Trump yang akan membentuk sebuah “Dewan Perdamaian” yang diketuai langsung oleh Trump dan diberi kewenangan penuh mengatur Gaza, termasuk membentuk pasukan stabilisasi internasional (International Stabilisation Force/ISF) dan komite pemerintahan sementara selama dua tahun.

Trump mengatakan Dewan Perdamaian akan berisi “para pemimpin paling dihormati di dunia”, namun belum jelas siapa saja anggotanya. Tony Blair sempat diusulkan sebagai wakil ketua, tetapi rencana itu ditarik kembali karena penolakan luas dari Palestina dan negara-negara kawasan.

𝗜𝘀𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗧𝘂𝗷𝘂𝗮𝗻 𝗥𝗲𝗻𝗰𝗮𝗻𝗮

ISF yang akan dibentuk disebut melibatkan negara-negara Arab dan mayoritas Muslim. Pasukan itu bertugas mengamankan perbatasan Gaza-Israel dan Gaza-Mesir, memeriksa dan melatih polisi Palestina, serta memastikan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, yang hingga kini terus dibatasi Israel.

Sebuah komite teknokrat Palestina juga akan dibentuk untuk memerintah Gaza sampai Otoritas Palestina “direformasi”. Namun jalan menuju negara Palestina tetap tidak jelas. Resolusi hanya menyebutkan bahwa “kondisinya mungkin sudah ada untuk jalur menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina”.

Sementara itu, pemerintah Israel menolak mentah-mentah pembentukan negara Palestina.

𝗙𝗼𝗸𝘂𝘀 𝗨𝘁𝗮𝗺𝗮: 𝗠𝗲𝗹𝘂𝗰𝘂𝘁𝗶 𝗦𝗲𝗻𝗷𝗮𝘁𝗮 𝗛𝗮𝗺𝗮𝘀

Salah satu poin paling kontroversial adalah kewajiban ISF memastikan demiliterisasi Gaza, termasuk pelucutan senjata Hamas, Jihad Islam, dan kelompok bersenjata lain. Resolusi memberi wewenang ISF menggunakan “semua langkah yang diperlukan”.

Hamas menolak keras poin ini. Mereka menuduh ISF akan menjadi pihak yang memihak Israel dan memperingatkan bahwa misi itu mengancam netralitas pasukan internasional. Hamas sebelumnya menyatakan siap menyerahkan kekuasaan pemerintahan Gaza, tetapi menolak menyerahkan senjata sebelum Israel menarik seluruh pasukan dari wilayah tersebut.

𝗧𝗮𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗞𝗲𝘁𝗲𝗴𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗥𝗲𝗴𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹

Rencana ini menghadapi banyak rintangan. Sejumlah negara masih keberatan bergabung dalam ISF. Uni Emirat Arab sudah menyatakan tidak akan ikut karena kerangka kerja ISF dianggap belum jelas.

Turki yang berperan besar dalam gencatan senjata juga ditolak Israel untuk ikut serta, di tengah hubungan kedua negara yang terus memburuk. Pejabat Israel bahkan menuduh Turki melindungi Hamas, sementara Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut Israel sebagai “negara teroris”.

Mesir kemungkinan bergabung dalam ISF karena faktor geografis dan perannya dalam mediasi, namun ketegangan dengan Israel meningkat setelah Menteri Pertahanan Israel mengatakan zona perbatasan Mesir-Israel akan dijadikan “zona militer tertutup”. Kritik menyebut ini berpotensi melanggar perjanjian damai Mesir-Israel tahun 1979.

Meskipun PBB memuji upaya AS, Qatar, Mesir, dan Turki yang menghasilkan gencatan senjata pada 10 Oktober, Israel masih terus melakukan serangan udara dan tembakan sporadis yang menewaskan ratusan warga Palestina. Kondisi ini menambah kekhawatiran bahwa pelucutan senjata secara paksa dapat memicu kembali perang besar. (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan