JAKARTA(Jurnalislam.com)– Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti) telah menjalankan kiprah yang panjang sejak zaman perjuangan melawan kolonialisme di bawah asuhan Syekh Sulaiman Arrasuli. Meskipun sempat terpecah, pada 2016 organisasi ini berkomitmen untuk kembali bersatu membangun bidang pendidikan, dakwah, dan sosial keumatan. Untuk itu, sebagai upaya memajukan bangsa, ketiga pilar ini harus selalu dijaga.
“Komitmen yang disebut Tripilar Tarbiyah-Perti (pendidikan, dakwah, dan sosial) ini harus terus tertanam dalam diri para pengurus beserta anggota dan menjadi pedoman untuk mencapai tujuan bersama,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Muktamar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti) bersama Organisasi Serumpun, di Mercure Convention Center Ancol, Kota Jakarta Utara, Minggu (23/10/2022).
Di bidang pendidikan, lebih jauh Wapres mendorong peran Tarbiyah-Perti dalam membangun sumber daya manusia (SDM) unggul agar bangsa Indonesia mampu bersaing di tataran global. Menurutnya, satu sisi penting pendidikan adalah menyiapkan generasi yang paham agama dan bisa menyampaikan dakwah (i’dadul mutafaqqihina fiddin i’dadul rijalud dakwah_) sebagai penerus para ulama pendahulunya.
“Ini salah satu tugas kita karena pesantren-pesantren didirikan oleh para ulama dalam rangka _i’dadul mutafaqqihina fiddin_. Karena, para ulama ini nanti tidak ada. Ulama itu tidak akan terus ada,” ungkapnya.
Selain itu, sambung Wapres, pendidikan menjadi wadah strategis untuk menyiapkan SDM yang juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kunci memajukan perekonomian umat, sebagaimana perintah Allah untuk memakmurkan bumi dan membaca ( _iqra_).
“ _Iqra_ itu mengandung arti membaca, merenungkan, meriset segala apa yang ada di dalam Al-Qur’an maupun dalam tatanan kehidupan kita dalam rangka memakmurkan bumi dan negara kita. Ini tugas pendidikan yang harus kita pikul,” urainya.
Di bidang dakwah, Wapres menekankan, esensi dakwah adalah kebaikan yang mendatangkan manfaat dan menghilangkan bahaya, termasuk dengan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
“Dakwah kita _ilal khair_ (menuju kebaikan), bagaimana membangun secara fisik melalui sedekah, bagaimana mengumpulkan ide-ide, gagasan-gagasan, inisiatif-inisiatif yang baik, atau menghilangkan konflik, menyatukan, mencegah terjadinya konflik,” pesannya.
Wapres pun menggarisbawahi, dakwah harus dilakukan sebagaimana tuntunan Al-Qur’an, yaitu menggunakan ucapan yang baik ( _qaulan ma’rûfá_), ucapan yang mulia ( _qaulan karîmá_), ucapan yang santun ( _qaulan layyinâ_), ucapan yang lurus dan bukan hoaks ( _qaulan sadîdá_), ucapan yang mudah dimengerti ( _qaulan maysûrá_).
“Dan, bagi kita bangsa Indonesia, dakwah itu harus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, jangan keluar. Kenapa, karena NKRI ini adalah kesepakatan kita,” imbuhnya.
Dalam konteks tersebut, Wapres menjelaskan, NKRI merupakan kesepakatan dari para pendahulu negara ini dan juga para ulama, termasuk Syekh Sulaiman Arrasuli, sebagai _al mitsaqul wathany_ (kesepakatan nasional). Oleh karena itu, ia menekankan, NKRI sebagai _darul mitsaq )_ (negara kesepakatan) yang harus dijaga, terlebih oleh umat Islam. Sebab, sejak dalam alam arwah manusia telah diperintahkan untuk selalu memegang teguh perjanjiannya dengan Allah ( _mitsaq rabbani_).
“Antara _mitsaq rabbani_ dan _mitsaq wathany_ itu tidak saling bertentangan. Karena apa, memegang _mitsaq wathany_ adalah bagian dari memegang _mitsaq rabbani_,” tambahnya.
Menutup sambutannya, Wapres berharap kegiatan ini akan menghadirkan solusi atas berbagai isu strategis yang menjadi agenda organisasi demi mengokohkan kiprah Tarbiyah-Perti yang dicontohkan oleh Syekh Sulaiman Arrasuli.
“Kiprah Syekh Sulaiman Arrasuli sejak zaman perjuangan melawan kolonialisme agar menjadi kompas dalam memajukan dunia pendidikan, dakwah, serta sosial keumatan, dan sosial politik,” pungkas Wapres.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Tarbiyah-Perti Basri Bermanda menyampaikan, muktamar kali ini dihadiri organisasi serumpun dan organisasi fungsional sebagai wujud komitmen _ishlah_ yang tidak hanya ada pada tataran pusat, tetapi juga menyentuh ke tingkatan terendah.
“Berbeda bukanlah berarti bermusuhan, tapi kita harus tegakkan bangsa ini dalam persatuan yang kokoh,” ucap Basri.