BAGHDAD (Jurnalislam.com) – Di tengah ketegangan yang meningkat antara kedua belah pihak, Irak pada hari Ahad (15/10/2017) mengatakan Pemerintah Daerah Kurdi (the Kurdish Regional Government KRG) di Irak utara “telah melewati batas” dengan menempatkan teroris PKK di Kirkuk, dan Irak menyebutnya sebagai “sebuah deklarasi perang.”
Kirkuk adalah daerah sengketa lama antara KRG dan pemerintah pusat Irak di Baghdad.
Dalam sebuah pernyataan, Dewan Keamanan Nasional Irak memperingatkan KRG tentang memiliki kelompok bersenjata di luar mekanisme keamanan hukum, lansir Anadolu Agency.
PM Irak: Tentara Irak Tidak akan Serang Rakyat Kurdi
Irak tidak dapat tetap diam menghadapi dua partai politik KRG Kurdi – Partai Demokrat Kurdi (KDP) dan PUK – yang bergerak untuk membawa teroris PKK ke Kirkuk, katanya.
“Ini adalah deklarasi perang melawan orang-orang Irak [non-Kurdi] lainnya dan pasukan keamanan yang legal,” tambahnya.
Dewan tersebut juga mengutip alasan lain untuk mengkritik gerakan militer KRG.
Pada bulan Juni 2014, pasukan Peshmerga Kurdi pindah ke sejumlah posisi strategis di Kirkuk ketika kelompok Islamic State (IS) menyapu Irak utara dan mengalahkan tentara Kurdi.
Ketegangan meningkat antara Erbil dan Baghdad sejak bulan lalu ketika KRG mengadakan referendum tidak sah mengenai kemerdekaan wilayah Kurdi.
Ketegangan Memanas antara Erbil dan Baghdad, Kurdi Malah Pilih Pisah dengan Irak
Jajak pendapat ilegal tanggal 25 September tersebut sangat ditentang oleh sebagian besar pihak regional dan internasional – termasuk AS, Turki, dan Iran – yang memperingatkan bahwa hal itu akan mengalihkan perhatian dari perang Irak melawan terorisme dan selanjutnya membuat kawasan ini tidak stabil.
Parlemen Irak telah menyetujui serangkaian tindakan terhadap wilayah Kurdi, termasuk penempatan pasukan federal di wilayah yang disengketakan, termasuk Kirkuk.
PKK diklasifikasikan sebagai kelompok teroris antara lain oleh Turki, PBB, dan UE.
Selama lebih dari 30 tahun, PKK telah melancarkan operasi teror melawan Turki yang menyebabkan kematian lebih dari 40.000 orang – di pihak pasukan Turki dan warga sipil – termasuk lebih dari 1.200 sejak Juli 2015 saja.