BANGKOK (jurnalislam.com)– Jumlah korban tewas akibat konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja terus meningkat. Hingga Sabtu (26/7/2025), total korban jiwa dari kedua belah pihak mencapai 32 orang, memicu kekhawatiran akan terjadinya konflik berkepanjangan di kawasan Asia Tenggara.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja, Maly Socheata, melaporkan bahwa 12 warga Kamboja telah tewas — terdiri dari tujuh warga sipil dan lima tentara. Sebelumnya, satu pria Kamboja dilaporkan meninggal dunia setelah roket Thailand menghantam sebuah pagoda Buddha di mana ia berlindung pada Kamis (24/7). Setidaknya 50 warga sipil dan lebih dari 20 tentara Kamboja dilaporkan mengalami luka-luka.
Sementara itu, pihak Thailand melaporkan 13 warga sipil, termasuk anak-anak, serta enam tentara tewas dalam dua hari pertempuran. Selain itu, 30 warga sipil dan 29 tentara mengalami luka-luka akibat serangan pasukan Kamboja.
Pihak berwenang di Provinsi Preah Vihear, Kamboja, kepada surat kabar Khmer Times, menyebutkan bahwa sekitar 20.000 warga telah dievakuasi dari wilayah perbatasan. Di pihak Thailand, lebih dari 138.000 warga telah mengungsi dari empat provinsi perbatasan, dan sekitar 300 pusat evakuasi telah dibuka. Pemerintah Thailand juga telah memberlakukan status darurat militer di delapan distrik di sepanjang garis perbatasan.
Konflik terbaru dipicu oleh ledakan ranjau darat di wilayah perbatasan pada Kamis pagi, yang melukai lima tentara Thailand. Insiden ini memicu aksi saling serang antara kedua negara. Thailand menuduh militer Kamboja melepaskan tembakan pertama dan meluncurkan roket jarak jauh ke sasaran sipil, termasuk sebuah pom bensin yang menewaskan sedikitnya enam orang.
Sebagai balasan, militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk membombardir target di wilayah Kamboja, termasuk serangan yang dilaporkan mengenai kompleks pagoda Buddha.
Kamboja menuduh Thailand menggunakan munisi tandan, senjata yang kontroversial dan telah dikecam luas di dunia internasional karena dampaknya terhadap warga sipil. Kamboja menyebut penggunaan senjata tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menuduh Kamboja telah melakukan kejahatan perang, terutama akibat serangan terhadap fasilitas sipil, termasuk sebuah rumah sakit.
Menanggapi situasi yang memanas, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menggelar pertemuan darurat tertutup pada Jumat malam di New York. Meskipun tidak ada pernyataan resmi yang dikeluarkan pasca-pertemuan, Associated Press melaporkan bahwa seluruh 15 anggota DK menyerukan agar kedua belah pihak segera menghentikan pertempuran, menahan diri, dan menyelesaikan perselisihan melalui jalur damai.
Pertikaian antara Thailand dan Kamboja ini merupakan kelanjutan dari sengketa perbatasan yang telah berlangsung selama puluhan tahun, khususnya di wilayah yang diperebutkan di sekitar Kuil Ta Moan Thom dan kawasan perbatasan lainnya. Situasi saat ini dinilai sebagai yang terburuk dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Seruan mediasi dari komunitas internasional pun terus mengalir, dengan harapan krisis ini tidak berkembang menjadi konflik regional yang lebih luas. (Bahry)
Sumber: Al Jazeera