DKM At Taubah Serang Gelar Kajian Ilmiyah “Akhir Bahagia Insan Bertaqwa”

SERANG (Jurnalislam.com) – Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) At Taubah Serang, Banten menggelar kajian ilmiyah bertajuk “Akhir Bahagia Insan Bertaqwa”, Sabtu (3/9/2016). Menghadirkan pemerhati dunia Islam, Ustadz Abu Umar Abdillah.

Dalam pemaparannya, penulis berbagai buku-buku Islam itu menjelaskan tentang makna taqwa. Taqwa adalah menaati Allah di atas cahaya Allah, mengharap pahala Allah, meninggalkan segala kemaksiatan karena takut siksa Allah.

Ia menjelaskan, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk meninggalkan larangan dengan semaksimal mungkin. Akan tetapi Allah memerintah hamba-Nya untuk melaksanakan perintah-Nya sesuai kemampuan. Hal itu karena menjalankan perintah membutuhkan kemampuan, tetapi meninggalkan larangan tidak membutuhkan kemampuan.

“Meninggalkan khamr (minuman keras) tidak butuh kemampuan, malah membelinya butuh kemampuan karena mahal,” terang Pimred majalah ar-Risalah itu.

Untuk itu, Ustadz Abu Umar mengimbau umat Islam untuk menjadi pribadi yang bertaqwa agar menemukan akhir hidup yang bahagia.

“Lihat kisah Hudzaifah al-Yaman pada perang Ahzab, bagaimana ia Radhiallahu’anhu menjalankan perintah Nabi untuk menyusup di kerumunan musuh. Berakhir indah dengan kemenangan yang diraih sebab ketaqwaan beliau menjalankan perintah Nabi, ” terangnya.

Kajian ilmiyah DKM Masjid At Taubah sudah rutin diselenggarakan dengan pemateri yang berkompeten.

“Jelas tujuan kami adalah syiar dakwah, kami sengaja mengundang pemateri handal karena kami tahu umat Banten haus akan ilmu Islam,” kata Ketua Pelaksana kepada Jurniscom di sela-sela acara.

Berawal dari Badar

Ini adalah kafilah Quraisy yang membawa harta benda mereka, maka keluarlah menyongsongnya, semoga saja Allah menjadikannya harta rampasan bagi kalian.” Itulah tawaran Sang Panglima Perang, Rasulullah saw., dalam memecah “kebuntuan” ekonomi di Madinah. Meskipun jumlah umat Islam semakin bertambah, semakin kuat dan teguh aqidah Islamnya, tetapi perekonomiannya semakin lemah. Solusinya hanya satu: merebut harta benda dari kaum kafir Quraisy di Mekah.

Ternyata kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan itu membawa harta yang melimpah milik penduduk Mekah, seribu ekor unta yang sarat dengan muatan bernilai kurang lebih 50.000 dinar emas. Ini momentum bagi tentara Islam untuk melancarkan pukulan telak terhadap perekonomian penduduk Mekah.

Sebagai penanggung jawab kafilah Quraisy, Abu Sufyan bergerak ekstra hati-hati dan penuh waspada sebab jalan menuju Mekah amat rawan. Apalagi terdengar kabar bahwa Muhammad saw., sudah memobilisasi pasukannya untuk mencegat kafilah dagang Quraisy. Segera dia menyewa Dhamdham bin Amir al-Ghifari untuk menyeru orang-orang Quraisy agar menyusul kafilahnya.

Semua perangkat dan kondisi yang ada mendorong kedua pasukan ini ingin berperang walaupun keduanya enggan berperang. “… Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu) tetapi Allah berkehendak melaksanakan satu urusan yang harus di laksanakan, yaitu agar orang-orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata, dan agar orang-orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata. Sungguh Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 42) Di Badarlah kedua pasukan itu bertemu dan perangpun tidak terelakkan.

Aqidah Perang

Perang Badar merupakan pertarungan sengit antara dua aqidah: Islam dan Kafir. Kekuatan tentara Islam sebanyak 313 orang laki-laki ( 82 dari kaum Muhajirin dan 170 kaum Anshar) berhadapan dengan pasukan Kafir Quraisy sekitar 1300 tentara bersamanya 100 kuda dan 600 perisai dan ratusan unta. Sebuah pertarungan yang tidak seimbang di setiap peperangan sepanjang sejarah.

Namun, persenjataan, organisasi ketentaraan, jumlah personal yang bagus tidaklah cukup untuk meraih kemenangan selama prajurit-prajuritnya tidak memiliki aqidah qitaliyah yang kuat dan akhlaq juang yang tinggi. Sebab, tentara manapun sekalipun ia Kafir, pasti memiliki aqidah qitaliyah (keyakin yang berhubungan dengan perang yang ia lakukan). Berakar dari aqidah qitaliyah inilah tentara itu memerangi orang lain. (Syeikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz, Al-Umdah fi I’dadil ‘Uddah, Rambu-Rambu Jihad, 2009,11)

Lihat respon ahli Badar, Al-Miqdad bin Amr, “Wahai Rasulullah, teruslah maju, kami selalu bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, “Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” Akan tetapi, pergilah engkau bersama Rabbmu dan berperanglah. Sesungguhnya kami akan berperang bersama kamu berdua.”(Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, 2012, 302). Begitu kuat aqidah perang para mujahid Badar, mereka berperang untuk mencurahkan satu tujuan yaitu menegakkan kebenaran bersama Allah dan Rasul-Nya. Mereka yakin bahwa mereka benar-benar di atas satu kebenaran, sedangkan musuh-musuhnya berada di atas kebathilan sehingga wajib untuk diperangi. Kemudian Rasulullah menegaskan kembali aqidah perang-nya, “Berjalanlah kalian dan bergembiralah. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku (kemenangan atas ) salah satu dari dua kelompok ( kafilah dagang Abu Sufyan atau pasukan perang Abu Jahal). Demi Allah, seakan aku tengah menyaksikan kematian musuh.”

Akibat amaliyah istisyhad para ahli Badar abad lima belas terhadap hancurnya WTC, maka pada 16 September 2001, fir’aun Amerika George Walker Bush laknatullah ‘alaihmengumandangkan aqidah perang-nya, “This Crusade, This war on terrorism is going to take a long time.” Inilah perang Salib, perang melawan terorisme yang memakan waktu lama. Dilanjutkan oleh Menlu Perancis, Juppe Allen pada 24 Maret 2011, “Kita akan membombardir kaum Muslimin di Arab Saudi dari Suriah sebagaimana Libya. Perang Salib di Libya harus menjadi contoh bagi Arab Saudi, Suriah dan Negara-negara Islam lain.” Dan Libya pun pernah dibombardir oleh fir’aun Amerika Barack Obama dengan sandi operasi odyssey dawn.

Aqidah perang ketiga fir’aun tersebut, bukan tanpa kritik. Justru banyak menuai kritik tajam dari sesama kaum kafir. Paul B. Farrel pernah membuka kedok fir’aun Amerika dalam tulisannya, America’s Outrageous War Economy, edisi 18/08/2008. “Ekonomi Amerika adalah ekonomi perang. Bukan ekonomi manufacturing, bukan ekonomi pertanian, bukan ekonomi jasa, bukan pula ekonomi konsumen. Mari kita jujur dan secara resmi menyebutnya “ekonomi perang” Amerika yang kasar. Akui saja, jauh di dalam hati kita, kita suka perang, kita menginginkan perang. Kita membutuhkan perang, menikmati dan tumbuh dari perang. Perang ada dalam benak kita. Perang merangsang benak ekonomi kita. Perang mendorong semangat kewirausahaan kita . kita memiliki masalah cinta dengan perang. Dan 54 % dari pajak orang Amerika bersedia diserahkan untuk mesin perang.” (jecahyono.wordpress.com/2011/02/08/ekonomi-perang-Amerika)

Ada benarnya nasihat asysyahid kama nahsabuhu Syeikh Usamah bin Laden, “Sungguh musuh kita benar walaupun dia pendusta, ketika ia mengajarkan pada anak-anaknya, “Kamu berperang berarti kamu hidup.” Inilah hakikat yang diajarkan orang-orang kafir kepada anak-anak mereka dan mengirimkan kepada kita pemahaman sebaliknya. (Syeikh Usamah bin Laden, At-Taujihat Al-Manhajiyyah 3, Idha’at ala Thariqil Jihad). Sebuah keyakinan yang bersandar pada firman Allah bahwa Salibis-Zionis menyandarkan kebenaran aqidah perang mereka pada bisikan-bisikan syetan, “Tidakkah kamu lihat bahwasanya Kami telah mengirim syetan-syetan itu kepada orang-orang kafir mengusung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh. (QS. Maryam: 83)

Perang = Solusi

Badar pun menjadi saksi, ketika dua pasukan harus mengawali pertempurannya dengan “duel” fisik. Ali bin Abi Thalib melawan al-Walid, Hamzah melawan Syaibah dan Ubaidah melawan Uthbah. Ali dan Hamzah memenangkan adu duelnya sedangkan Ubaidah dan uthbah mengalami luka parah. Kemudian Uthbah dibunuh oleh Ali dan Hamzah, sementara Ubaidah mengalami putus kakiknya dan menjemput syahid lima hari setelah peperangan. Sebagai bukti bahwa perang menjadi solusi bagi kedua pasukan, maka Ali bin Abi Thalib pernah bersumpah dengan nama Allah bahwa ayat berikut diturunkan berkaitan dengan pertempuran mereka, “Inilah dua golongan (mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar karena Rabb mereka.” (QS.Al-Hajj: 19)

Sejalan dengan itu terjadi pula “duel” do’a antara dua komandan tertinggi: Muhammad saw, dan Abu Jahal laknatullah alaih. Rasulullah saw berdo’a tatkala melihat pasukan Quraisy menyerang, “Ya Allah, ini orang-orang Quraisy telah menyongsong dengan kesombongan dan keangkuhannya, menentang-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, kami hanya memohon pertolongan-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah mereka esok hari.” “Ya Allah, jika kelompok kecil ini sampai dibinasakan hari ini, maka Engkau tidak akan disembah lagi di permukaan bumi.”

Abu Jahal pun mencari keputusan ( dari Allah), “Ya Allah, dialah ( Rasulullah saw) yang telah memutus rahim kami dan membawa sesuatu yang tidak kami ketahui. Karena itu, hancurkanlah dia esok hari. Ya Allah, siapa di antara kami (berdua) yang lebih Engkau cintai dan ridhai di sisi-Mu, maka berikanlah kemenangan baginya hari ini.”

Allah lebih memilih aqidah yang benar dan pantas untuk tetap eksis di bumi ibtila’ ini, “Jika kamu (orang-orang Musyrik) mencari keputusan, maka telah datang kepadamu, dan jika kamu berhenti maka itulah yang lebih baik bagimu; niscaya Kami kembali pula. Dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biarpun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal: 19)

Akhirnya, munajat Rasulullah saw dijawab oleh Allah “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir .” Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal: 12,9)

Badar Modern

Bagaimana strategi menghadapi musuh Badar Modern yang tergabung dalam koalisi Yahudi-Salibis dunia yang diwakili oleh Amerika, Yahudi, Inggris dan negara-negara Kristen Barat? Abu Mush’ab As-Suri menilai strategi Al-Qaidah tergolong brilian dan terbukti unggul. Umat Islam berbaris di belakangnya. Belum pernah ada jama’ah yang meraih prestasi gemilang sepanjang dinamika perjuangan menegakkan Islam di alam modern. (Visi Politik Gerakan Jihad, 45)

Itulah yang pernah dicontohkan Rasulullah saw dalam perang Badar. Beliau menjadi panglima tertinggi pasukan muslimin. Sedangkan pasukan musyrikin tidak mempunyai panglima tertinggi, sebagia besar mereka menonjolkan egoisme pribadi seperti Uthbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal. Meskipun satu barisan dalam memerangi Islam tetapi keduanya justru berseberangan dalam berpendapat dan tujuan.

Begitu pula koalisi musyrikin modern pasca “bangkrutnya” Amerika, mereka kehilangan kendali yang ada hanya ketakutan demi ketakutan seperti yang dilansir National Intelligence Council (NIC) Amerika dengan judul “Mapping The Global Future ( Memetakan Masa Depan Global )” dengan memasukkan analisis badan-badan intelijen dari 15 negara. Laporan tersebut menjelaskan ada 4 skenario dunia pada 2020: pertama, naiknya Cina dan India ke pentas dunia. Kedua, Amerika tetap berperan dalam membentuk dan mengorganisasikan perubahan global. Ketiga, kembalinya kekhilafahan Islam. Keempat, munculnya lingkaran ketakutan terhadap ancaman teroris. ( Kompas, 16 Februari 2005)

Rasulullah saw menggunakan strategi baru yang belum pernah digunakan oleh kelompok manapun dalam sejarah peperangan di dunia Arab, yakni formasi barisan berlapis.Sementara pasukan Quraisy berperang dengan taktik menyerbu dan berlari layaknya orang-orang tawuran. Ini salah satu faktor penting di antara faktor kemenangan lainnya. Syeit Khaththab menganalisa bahwa rahasia kemenangan panglima-panglima besar seperti Iskandar (Alexander The Great), Hanibal, Napoleon, Moltke Rommel dan Rundstedt, karena mereka menerapkan taktik perang atau menggunakan persenjataan baru yang belum pernah dikenal di dunia peperangan. (Ar-Rasuul Al-Qooid, 101)

Sedangkan para Mujahidin Badar modern, khususnya pada dekade 1990-2000 pasca Perang Salib jilid III dan berdirinya Tatanan Dunia Baru (New Word Order), menurut Abu Mush’ab As-Suri ( Perjalanan Gerakan Jihad, 2009,31) mulai menerapkan Jihad Individu.Fenomena ini terinspirasi oleh amaliyah istisyhad nya Sulaiman Al-Halabi yang berhasil membunuh jendral Kleber panglima Perancis yang memimpin penjajahan Al-Jazair saat berada di Mesir. Berbagai kalangan sipil, militer dan lembaga milik atau yang mendukung kaum Salibis terkena gerakan aksi serangan jihad individu. Benih-benih perlawanan seperti ini menjadi poros terpenting bagi perlawanan di arena Badar Modern. Wallahu’Alam Bishowab.

Muntaha Bulqini | Jurnalislam

Benalu Umat

Siapakah yang tidak mengenal Abrahah Al-Asyram tokoh legendaris asal Yaman yang terkenal dengan pasukan gajahnya. Masa kejayaannya ditandai satu hal: Bagaimana caranya memindahkan ibadah Haji bangsa Arab dari Ka’bah di Mekah menuju Al-Qalis, gereja megah di Shan’a, Yaman. Kesombongannya membuat marah para pemuka Quraisy yang tidak terima bila rumah Tuhan mereka (Baitullah) diserupakan dengan Al-Qalis. Akibatnya, Al-Qalis pun dibakar dan diratakan dengan tanah oleh kaum Quraisy. Dari sanalah Abrahah diabadikan sebagai Asbabun Nuzul, surat Al-Fiil.
Muqatil bin Sulaiman meriwayatkan dalam tafsir Ibnu Katsir, “Kemudian Abrahah menyiapkan diri dan pergi dengan membawa pasukan yang cukup banyak dan kuat dengan seekor gajah yang sangat besar, yang diberi nama Mahmud. Dan Najasyi, raja Habasyah juga mengirimkan pasukan untuk hal yang sama.” Kedua rezim itu berencana membalas dendam atas hancurnya Al-Qalis, dengan meluluhlantahkan Baitullah (Ka’bah) di Mekah.
Mentalitas Abdul Muthalib
Sebelum memasuki Mekah, Abarahah berhasil merampas 200 ekor ternak unta milik seorang rezim Quraisy Mekah, Abdul Muthalib. Maka terjadilah perundingan antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah bertanya kepada Abdul Muthalib, “Ada perlu apa wahai Abdul Muthalib?” Abdul Muthalib menjawab, “ Permintaanku adalah agar dikembalikannya 200 ekor unta yang telah engkau rampas.” Padahal Abrahah mengira Abdul Muthalib akan menanyakan perhal Baitullah yang ingin ia hancurkan. Abrahah menjawab, “Ketika aku melihatmu, aku merasa takjub dan segan terhadapmu. Namun, setelah mendengar permintaanmu tadi, semua anggapanku tentangmu menjadi sirna. Engkau sekarang tidak lagi berharga di mataku.”
Abrahah sangat meremehkan Abdul Muthalib dan menganggapnya hina. Sebab ia hanya membicarakan perihal 200 untanya yang dirampas dan tidak menyinggung perihal Baitullah sedikitpun. Abrahah berkata, “Apakah engkau hanya sibuk memikirkan 200 ekor untamu yang dirampas ? Sementara terhadap Baitullah yang menjadi simbol agamamu dan agama nenek moyangmu tidak engkau pedulikan. Sesungguhnya tujuanku ke sini adalah ingin menghancurkan dan meluluhlantahkannya.” Abdul Muthalib menanggapinya, “Sesungguhnya aku hanya pemilik unta-unta itu, sedangkan Baitullah (Ka’bah) itu mempunyai pemilik sendiri (Allah) yang akan selalu mempertahankannya.”
Kemudian Abdul Muthalib kembali kepada kaum Quraisy dan memerintahkan mereka supaya keluar dari Mekah dan berlindung di puncak-puncak gunung karena khawatir akan terkena amukan bala tentara Abrahah.
Respon Abdul Muthalib terhadap Abrahah merupakan sikap pasif dan tidak wajar, yang menggambarkan seorang yang hidupnya karena sesuap nasi. Hanya karena menyambung hidup, anak-anak, unta dan kesenangannya. Dia tidak memedulikan agama Allah dengan asumsi bahwa Allahlah yang akan menjaganya.
Tidak sedikit orang yang bermental seperti Abdul Muthalib dan masyarakatnya yang hidup di zaman ini. Mereka cemas dan tersiksa melihat musuh-musuh Allah menindas umat Islam. Lalu, hanya pasrah dan menyaksikan peristiwa itu dari kejauhan. Padahal sunnah (ketentuan) yang ada sudah jelas, “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)
Mentalitas Abu Jahal
Tatkala perang Badar usai Rasulullah bersabda, “Siapa yang melihat apa yang terhadi dengan Abu Jahal ?” Orang-orang pun berpencar untuk mencarinya lalu dia ditemukan oleh Abdullah bin Mas’ud dalam keadaan sedang menanti detik-detik akhir ajalnya. Lantas Abdullah bin Mas’ud menginjak lehernya dan menarik jenggotnya agar dapat memenggal kepalanya. (Ar-Rahiq al-Makhtum, Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad, Jakarta, Darul Haq, 2013,324)
Dalam sakaratul maut, Abu Jahal bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud, “Untuk siapakah kemenangan hari ini ?” Abdullah bin Mas’ud menjawab, “ untuk Allah dan Rasul-Nya, Allah sungguh telah menghinakanmu .” Namun orang yang kejam dan keras kepala itu berkata, “ Sampaikan salam kepada Muhammad bahwa aku tidak menyesali permusuhanku kepadanya, juga saat sekarang. (Abu Mush’ab As-Suri, Perjalanan Gerakan Jihad 1930-2002: Sejarah, Eksperimen dan Evaluasi, Solo, Jazeera, 2009, hal. 207-208)
Setelah percakapan di antara keduanya selesai, Ibnu Mas’ud memenggal kepala Abu Jahal dan membawanya ke hadapan Rasulullah saw., “Wahai Rasululllah saw., inilah kepala musuh Allah, Abu Jahal.” Beliau bersabda, “Benarkah, demi Allah yang tiada tuhan yang haq selain-Nya.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali, kemudian bersabda, “Inilah Fir’aun umat Ini.”
Bagaimana Abu Jahal, orang kafir yang telah kalah, jiwanya terancam, menderita kerugian, dan sudah pasti menuju ke neraka, tetap menunjukkan kesombongan, keteguhan, kebanggaan dan dedikasi terhadap apa yang diyakininya, meskipun dia sesat.
Mental seperti Abu Jahal ini masih mendominasi di kalangan elit masyarakat kita dari pemimpin tertinggi sang presiden sampai terendah sang RT. Sudah tahu sesat masih dipertahankan bahkan dengan harga mati sekalipun.
Mentalitas Abullah bin Ubay
Ibnu Ishaq mengatakan, Rasulullah datang ke Madinah yang penduduknya dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul al-Aufi. Tidak seorangpun dari suku Aus dan Khazraj yang berselisih tentang kemuliaannya. Suatu peristiwa yang tidak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya, sampai kedatangan Islam. Pengikut Abdullah bin Ubay bin Salul telah menyiapkan mahkota baginya dan akan mengangkatnya sebagai pemimpin mereka. Namun Allah mengutus Rasul-Nya dan mereka tertarik dengan ajaran baru tersebut. Karena itu, Abdullah bin Ubay bin Salul dengki dan berpendapat bahwa Rasulullah saw telah merampas kekuasaan darinya. Tetapi ia sendiri tidak sanggup menahan kaumnya berbondong-bondong memeluk Islam. Ia pun memeluk Islam dengan terpaksa dan terus menyimpan bara kedengkian dan kemunafikan dalam dirinya. (Shirah Ibnu Hisyam I/ 584-585, Dr. Jabir Qamihah, Musuh-Musuh Islam, Jakarta, Qisthi Press, 2004, hal.31)
Dia adalah api dalam sekam. Ia tidak mungkin memerangi Rasulullah saw atau memusuhinya secara terang-terangan, karena mayoritas penduduk Madinah bergabung di bawah panji Islam. Ia juga tidak mungkin tetap dalam kekafiran karena akan mengucilkan dirinya sendiri dalam masyarakat bahkan anaknya sendiri, Abdullah. Namun, ia bisa melakukan tipu daya merencanakan pengkhianatan dan melakukan serangan mematikan pada kesempatan yang tepat. Hingga api dendam dan dengki yang memenuhi rongga dadanya dapat terpadamkan. Agar bisa melakukan itu semua, ia harus menjadi seorang “muslim”. Kedok Islam ini memungkinkannya untuk melakukan serangan sebanyak mungkin pada waktu yang tepat.
Mental seorang Abdullah bin Ubay lebih berbahaya daripada seorang kafir, karena kemunafikan hakikatnya adalah kekafiran. Kemunafikan dilindungi oleh sebuah “benteng” yaitu Islam, meskipun hanya kulit luar belaka. Mental seperti Abdullah bin Ubay paling mendominasi dalam tubuh umat. Kolaborator Yahudi dan Musyrikin, namun tidak pernah dikeluarkan dari status orang Islam. Dia kerap lepas dari jerat hukum Islam, penampilannya meyakinkan, selalu berkata dengan multi makna dan berdiplomasi yang sukar ditandingi.
Apa makna kehadiran mentalitas dari ketiga tokoh di atas? Dalam beragama dan bermasyarakat kita sering melihat mereka yang tangannya berlumuran darah umat, perut mereka penuh dengan uang hasil kemiskinan umat. Sedangkan otak mereka penuh korupsi, kolusi, nepotisme, “sajadah” dan “haram jadah”. Prinsip ketiga mentalitas itu, “tidak bisa memandang kebenaran kecuali bila keluar dari dirinya.”
Dahulu Yudas Eskariot adalah benalu dalam dakwah nabi Isa as. Dahulu sepuluh saudara nabi Yusuf adalah benalu dalam keluarga nabi Ya’kub as, mereka sama baik dalam sejarah dan darahnya. Ada satu Musa dan satu Isa untuk satu Fir’aun, satu Samiri dan satu Yudas. Hari ini, ratusan Yudas, ratusan Samiri bahkan ratusan Fir’aun berkeliaran menjual aset bangsa dan membantai umat Islam. Mereka senantiasa dilindungi konstitusi dalam rangka kerja sama dengan “penadah” dan “penjarah asing.”
Wallahu ‘Alam.
Muntaha Bulqini | Jurnalislam

Hadirilah Kajian Ilmiyah “Akhir Bahagia Insan Bertaqwa” Bersama Abu Umar Abdillah

Poster Kajian Ilmiyah
Poster Kajian Ilmiyah

HADIRILAH KAJIAN ILMIYAH “AKHIR BAHAGIA INSAN BERTAQWA” BERSAMA ABU UMAR ABDILLAH

Cita-cita seorang muslim untuk mendapatkan akhir hidup yang bahagia memanglah pantas. Namun tidak sedikit dari umat ini yang tidak mengetahui cara konkrit untuk menuju kebahagiaan tersebut, menjadi Insan Bertaqwa adalah sebuah solusi.

Untuk itu, DKM At taubah bekerjasama dengan Yayasan Adhwa’ul Bayan, KUAT, AMANAR, INTIFADA, PW Pemuda PERSIS Banten, LSMI, FS3I, MPI Banten,Wahdah Islamiyah Banten, Jurnalislam.com, Sayuti.com, MADINA Banten

Menggelar Kajian Ilmiyah dengan Tema:

*AKHIR BAHAGIA INSAN BERTAQWA*

Bersama :
Ust Abu Umar Abdillah
Dai MADINA dan Pimred Majalah Ar-Risalah

Tempat: Masjid At Taubah, Jl.Raya Jakarta km 03, Kp.Kemang Patung, Kota Serang

Hari/tanggal: Sabtu, 03 September 2016

Jam: 09:00-11:45 WIB

GRATIS UTK UMUM (IKHWAN & AKHWAT)

Ajak keluarga, saudara, tetangga, dan teman untuk mengikuti nikmat iman berbuah pahala di taman surga ini.

Kontak Person:
Abu Nurul: 087772326079
H. Witono: 08179185904

Akibat Aniaya Jurnalis, KJI Boykot Lomba Foto Peringatan Hari TNI

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Sebagai bentuk solidaritas terhadap jurnalis korban penganiayaan oknum TNI di Medan, Kamerawan Jurnalis Indonesia (KJI) menyatakan menolak berpartisipasi dalam lomba foto dan video yang diselenggarakan oleh Pusat Penerangan (Puspen) TNI yang digelar dalam rangka menyambut dan memeriahkan Peringatan Hari TNI ke-71.

Array Argus (wartawan Tribun Medan) dan Andry Safrin (MNC TV) menjadi korban penganiayaan oknum TNI AU saat sedang melakukan tugas peliputan aksi unjuk rasa warga di Sarirejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan yang bersengketa lahan dengan TNI AU pada Senin 15 Agustus lalu.

“Sikap KJI ini bentuk solidaritas atas tindak kekerasan yang di lakukan oknum-oknum TNI AU Lanud Medan terhadap rekan se-profesi kami Array Argus (Tribun Medan) dan Andry Safrin (MNC TV),” kata ketua KJI Andi Riccardi dalam pernyataanya kepada Jurniscom, Selasa (30/8/2016).

Array dan Andry harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Sejati, Kota Medan. Andry mengalami luka serius pada dada dan perut hingga mendapat bantuan pernafasan dengan oksigen. Selain itu tulang rusuk dan leher Andry juga patah.

“Demikian sikap KJI secara tegas menolak ikut dalam perlombaan yang diadakan TNI hingga kasus ini benar-benar selesai,” tegas Andry.

Lomba foto dan video memperingati Hari TNI itu bertema “Bersama Rakyat TNI Kuat, Hebat dan Profesional”.

Dinilai Dukung LGBT, Menteri Agama Sampaikan Klarifikasi

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan penjelasan terkait orasi kebudayaan yang ia sampaikan dalam Ulang Tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada Sabtu (27/8/2016) lalu. Dalam rangkaian acara tersebut, AJI memberikan penghargaan Tasrif Award kepada komunitas Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Interseksual dan Queer (LGBTIQ) dan Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) 1965.

Orasi Lukman dinilai sebagai bentuk dukungan terhadap kedua komunitas tersebut. Dalam orasinya Lukman menyebut Indonesia sebagai bangsa yang bercirikan kemajemukan dan keberagaman, namun belakangan didera berbagai ancaman dari kalangan yang hendak memaksakan keseragaman.

Namun Lukman membantah pernyataan tersebut sebagai bentuk dukungan. Ia mengaku tidak tahu menahu siapa yang akan mendapat penghargaan tersebut. Ia pun membantah orasinya sama sekali tidak menyinggung para pemenang.

“Saya dan semua hadirin tak ada yang tahu siapa yang akan mendapatkan award di masing-masing kategori itu, sampai diumumkan pada malam itu. Ternyata yang menjadi pemenang memperoleh Tasrif Award adalah Komunitas LGBTIQ dan IPT. Saya tentu tak bisa intervensi apapun terhadap penetapan award yang masing-masing dilakukan oleh tim penilai tersendiri. Saya menyampaikan orasi sama sekali tak menyinggung para pemenang award tersebut,” terang Lukman dalam pernyataannya yang diterima Jurniscom, Senin (29/8/2016).

Lukman menjelaskan, dirinya hanya diminta untuk menyampaikan orasi kebudayaan dalam acara tersebut.

“Saya diminta menyampaikan orasi kebudayaan dalam ultah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-22. Ternyata dalam acara itu juga diberikan tiga award, (Tasrif Award utk kategori lembaga/komunitas yg paling gigih memperjuangkan hak2nya, Udin Award utk wartawan yg paling gigih, dan SK Trimurti Award utk perempuan yg gunakan media utk berjuang),” pungkasnya.

Tasrif Award adalah penghargaan yang diberikan kepada lembaga atau komunitas yang paling gigih memperjuangkan hak-haknya. Selain Tasrif Award, dalam acara ulang tahun itu, AJI memberikan dua penghargaan lainnya, yaitu Udin Award (wartawan yang paling gigih dengan liputan atau kehormatan profesinya) dan SK Trimurti Award (penghargaan untuk perempuan yang menggunakan media untuk berjuang).

Sedangkan, Lukman Hakim sendiri dikecam oleh netizen melalui sebuah petisi berjudul Menteri Agama Lukman Saifudin Harus Mengundurkan Diri. Hingga saat ini, sudah 880 tanda tangan terbubuh dalam Petisi online yang dimuat dalam situs change.org itu.

Ribuan Warga Makassar Ikuti Gerakan Subuh Berjamaah di Pantai Losari

Ribuan Warga Makassar Ikuti Gerakan Subuh berjamaah di Pantai Losari, Ahad (28/8/2016)
Ribuan Warga Makassar Ikuti Gerakan Subuh berjamaah di Pantai Losari, Ahad (28/8/2016)

MAKASSAR (Jurnalislam.com) – Ribuan warga Makassar menghadiri shalat subuh berjamaah di Pantai Losari, Ahad (28/8/2016). Kegiatan bertema Gerakan Subuh Berjamaah itu digagas oleh Walikota Makassar Sendiri, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto.

Shalat Subuh berjamaah di Pantai Losari yang telah digelar untuk kedua kalinya ini mengikuti imam di mesjid Amirul Mukminin atau yang lebih dikenal masjid terapung. Dalam shaff juga terlihat berbagai unsur TNI dan Polri berseragam lengkap.

“Hadirnya elemen TNI-POLRI kali ini agar semua orang bisa melihat bahwa kami pemerintah, TNI, dan Polri serta Masyarakatnya sangat solid dan kompak,” ucap Danny kepada wartawan, Ahad (28/8/2016) sebagaimana dilansir Republika.

Danny mengatakan akan terus melakukan perbaikan pelaksanaan gerakan spiritual ini seiring masukan dari tokoh-tokoh agama dan alim ulama agar ibadah yang ingin dicapai menjadi lebih sempurna lagi ke depan.

“Selain ibadah, gerakan ini juga kita maksudkan untuk melatih kedisiplinan melalui shalat subuh. Lebih dari itu juga akan terus terjalin kekompakan di tengah-tengah masyarakat,” kata Danny.

Setelahnya kata Danny, pihaknya juga akan memerintahkan camat agar kegiatan serupa bisa dilakukan di masjid-masjid besar di wilayah kecamatannya masing-masing setiap satu kali per dua pekan.

Sementara pada tingkatan kelurahan kata Danny, diharapkan bisa dilaksanakan salat subuh berjamaah satu kali setiap pekan di masjid setempat.

Sumber: Republika | Editor: Ally Muhammad Abduh

Media-media Sekuler itu Bak Tukang Sihir pada Zaman Fir’aun

Abdul Rachim Ba'asyir dalam Mukernas Jurnalislam.com, Ahad (28/8/2016) | Foto: Muhammad Fajar
Abdul Rachim Ba’asyir dalam Mukernas Jurnalislam.com, Ahad (28/8/2016) | Foto: Muhammad Fajar

KARANGANYAR (Jurnalislam.com) – Pemerhati media Islam, Abdul Rachim Ba’asyir mengatakan, media-media sekuler berperan bak tukang sihirnya Fir’aun. Mereka mengelabui pandangan umat Islam dengan informasi-informasi bohong dan propaganda busuk.

Pria yang karib disapa ustadz Iim itu mengutip penjelasan Syeikh Imran Husein tentang peran media sekuler dalam menghancurkan semangat perjuangan umat Islam. Syeikh Imran Husein mengatakan, media-media sekuler ibarat tukang sihir pada zaman Fir’aun merubah pandangan masyarakatnya supaya mengakui Fir’aun sebagai Tuhan.

“Sehingga umat Islam tidak memiliki semangat untuk melawan, tidak ada kekritisan, begitulah fungsi media-media sekuler saat ini,” katanya saat menjadi narasumber dalam acara Mukernas Jurnal Islam di Villa Hanif, Tawangmangu, Karangnyar, Ahad (28/8/2016).

Ustadz Iim melanjutkan, untuk mengesankan bahwa Fir’aun itu sebagai Tuhan, mereka membuat tali-tali terlihat seperti ular. Namun tongkat Nabi Musa AS memakan ular-ular sihir itu dengan kekuatan mukjizat Allah SWT.

“Begitulah Allah SWT mengalahkan media-media Fir’aun. Setelah dijelaskan bahwa propaganda-propaganda itu hanya sihir yang mengelabui pandangan, maka saat itu masyarakat menjadi terbelalak. Akhirnya rakyat Mesir tahu bahwa sebenarnya Fir’aun itu bukan Tuhan,” paparnya.

Selanjutnya ustadz Iim berpesan kepada aktivis-aktivis media Islam untuk terus berupaya menanamkan keyakinan dalam diri umat Islam bahwa media-media sekuler yang memusuhi Islam itu hanyalah tukang sihir-tukang sihir yang membohongi umat dengan segala sajiannya.

“Supaya umat Islam tidak menjadikan mereka (media-media sekuler) sebagai rujukan karena mereka itu membawa misi berbahaya untuk mengelabui umat Islam dari kebenaran,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Ustadz Iim berharap agar media-media Islam tidak hanya menjadi media alternatif akan tetapi menjadi media arus utama yang menjadi rujukan utama umat Islam.

Reporter: Dyo | Editor: Ally Muhammad Abduh

UU Pengampunan Pajak Hanya Akan Menteror Rakyat Kecil

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis), Dr Jeje Zaenudin menilai tax amnesty atau pengampunan pajak berpotensi menjadi teror bagi masyarakat kecil. Alih-alih menarik uang dari perusahaan kelas kakap, kata dia pada prakteknya justru akan menyasar seluruh lapisan masyarakat.

Wakil Ketua Umum PP Persis Dr Jeje Zaenudin
Dr Jeje Zaenudin

“Tax amnesty yang sedianya ditempuh sebagai siasat menarik uang dari perusahaan kelas kakap yang mengemplang pajak, pada prakteknya akan menyasar seluruh lapisan masyarakat, bahkan pengusaha-pengusaha kecil yang harus dilindungi. Mereka pada umumnya rakyat asli pribumi. Ini yang berpotensi ‘menteror’ masyarakat dengan ketidakpastian,” kata Dr Jeje kepada Jurnal Islam melalui pesan singkat, Senin (29/8/2016).

Ulama kelahiran Tasikmalaya itu mengatakan, salah satu problem mendasar tentang konsep negara demokrasi sekuler yaitu menyandarkan kekuatan devisa utamanya kepada pajak. “Ketika anggaran negara defisit dapat dipastikan jalan keluarnya adalah mencekik rakyatnya sendiri dengan menaikan pajak,” terangnya.

Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk membatalkan Undang-undang tersebut dan menawarkan hukum Islam sebagai solusinya.

“Islam hanya menghalalkan pengeluaran harta dengan cara zakat, infaq, sedekah, wakaf, jual beli, hibah, wakaf, dan transaksi lain yang disyariatkan. Sekarang diambil pajak paksa seakan semacam upeti dari rakyat pada negara,” pungkasnya.

Tak Sesuai Syariat, Persis Dukung Upaya Muhammadiyah Ajukan JR UU Tax Amnesty

Illustrasi Tax Amnesty
Illustrasi Tax Amnesty

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) mendukung upaya Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PP Muhammadiyah yang akan mengajukan judicial review (JR) Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty).

Melalui Waketumnya Dr Jeje Zaenudin Persis juga mengajak masyarakat untuk mendukung langkah Muhammadiyah tersebut.

“Saya sangat mendukung langkah PP Muhammadiyah melakukan JR dan mengajak seluruh masyarakat mendukung langkah Muhamadiyah tersebut,” kata Ustadz Jeje kepada Jurnalislam, Senin (29/8/2016).

Selain sasarannya yang tidak jelas, pengampunan pajak juga dinilai tidak sesuai dengan hukum Islam.

“Kalau ditinjau dari teori hukum Islam yang menyatakan bahwa pada dasarnya harta manusia dilindungi oleh syariat dan haram diambil oleh siapapun termasuk oleh penguasa atas nama negara,” tegasnya.

Diketahui pengajuan Judicial Review UU pengampunan pajak merupakan hasil dari rapat kerja nasional (Rakernas) Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang berlangsung pada 26-28 Agustus 2016 kemarin.

Reporter: Muhammad Fajar | Editor: Ally Muhammad Abduh