Ironi Honor Makam Covid Bupati dan Kisah Umar Bin Khaththab

Oleh: Dewi Murni*

Jagat maya pemberitaan nasional gaduh soal sejumlah pejabat Jember menerima honor pemakaman jenazah pasien covid-19. Besar angkanya untuk empat pejabat masing-masing Rp70,5 juta dan totalnya Rp282 juta. Nama bupati Jember Hendy Siswanto tersorot sebab ia menjadi salah satu diantaranya. Hendy tidak mengingkari adanya honorarium tersebut. Karena hal itu bersesuaian dengan aturan yang ada. Aturan soal honor pemakaman covid-19 itu diklaimnya dari Surat Keputusan (SK) Nomor: 188.45/107/1.12/2021 tentang Petugas Pemakaman Covid-19 Pada Sub Kegiatan Respons Cepat Bencana Non-Alam Epidemi/Wabah Penyakit Kabupaten Jember.

Persoalan honorarium ini menjadi sorotan banyak pihak. Jelas saja, karena menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakadilan di masyarakat. Terlepas adanya regulasi resmi yang secara hukum mungkin bisa saja dibenarkan, namun di tengah wabah pandemi ini kita harus tetap mewaraskan hati nurani dan meninggikan akhlak.

Jangan sampai mengambil keuntungan di tengah-tengah duka umat. Pepatah bilang menari diatas penderitaan orang lain. Apalagi akhlak tidak terpuji tersebut dilakukan oleh pejabat yang seharusnya melayani umat dengan setulus hati, bukan malah dilayani. Maka sungguh kejadian ini sangat tidak pantas.

Jauh terbentang masa ada seorang khalifah yang pernah diberi usulan kenaikan gaji untuk dirinya. Beliau adalah Amirul Mukminin Umar bin Khaththab. Dulunya sebelum menjabat sebagai khalifah Umar bekerja sebagai pedagang untuk membiayai hidupnya. Namun pekerjaan itu ia tinggalkan semata-mata untuk memfokuskan diri mengurusi urusan umat atas perannya sebagai khalifah.

Umar bin Khattab mendapat santunan dari Baitul Mal (Badan Keuangan Negara). Dengan itulah Umar membiayai hidupnya. Itupun sekadar cukup untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya serta bekal haji dan umrah. Jumlah yang diterima Umar tidak seberapa untuk sekelas kepala negara.

Di saat yang sama keadaan ekonomi sedang tidak baik. Harga-harga kebutuhan pokok terus merangkak naik. Merasa prihatin, para sahabat bersepakat untuk mengusulkan kenaikan santunan sang khalifah. Para sahabat yang bersepakat itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Ubaidillah serta Zubair Ibnu Awwam.

Usulan para sahabat sempat terkendala karena tidak seorang pun berani menyampaikan niat baik itu secara langsung kepada Khalifah Umar. Alhasil mereka menyampaikan usulan itu melalui Hafsah putri sulung Umar. Ketika Hafsah telah menyampaikan pesan itu kepada ayahnya, Umar seketika murka dengan wajah memerah. Saking marahnya Umar ingin memberi pelajaran kepada orang-orang yang memiliki usulan tersebut.

Singkat cerita, Umar bin Khatab berkata : “Wahai Hafsah, Rasulullah adalah Guruku, Abu Bakar adalah Sahabatku, Kedua orang tersebut merupakan Tauladan Hidup ku, dan mereka berdua sudah sampai pada perjalanan hidup yang sempurna. Demi Allah sekali-kali tidak akan aku mau menaikan gajiku, karena Rasulullah dan Abu Bakar tidak melakukan itu, dan akupun tidak akan menggunakan hak-ku dari baitul mal untuk kepentingan diriku, dan semuanya telah aku serahkan untuk kepentingan fakir miskin”

“Pulanglah Hafsah, dan sampaikan kepada orang yang menyuruhmu untuk menaikan gajiku, jangan sekali-kali mereka berani berkata seperti itu lagi”, tutur Umar bin Khatab.

Itulah khalifah Umar bin Khaththab sosok teladan pemimpin umat. Bahwa sejatinya jabatan kekuasaan bukanlah ajang memperkaya diri. Melainkan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Umar selalu menghiasi gerak-geriknya sebagai khalifah dengan sikap wara’ (penuh kehati-hatian). Oleh karena itu Umar memilih hidup sederhana meskipun sebenarnya negara mampu memberinya fasilitas mewah dan berlimpah. Baginya, dialah seburuk-buruk pemimpin jika ada rakyatnya yang kelaparan sementara ia merasa kenyang.

Umar memiliki kecintaan luar biasa kepada baginda nabi Muhammad shallallahu alaihi salam. Sayangnya, Rasulullah pergi terlebih dahulu menuju surga dan Umar berazam untuk menyusul beliau dengan amal terbaik yang ia persembahkan kepada Allah. Umar mengikuti apa saja yang Rasul perintahkan sebagai wujud amal terbaik itu. Mulai dari urusan akhlak dan ibadah hingga memimpin negara, semua diurus oleh Umar dengan syariat islam yang dibawa oleh Rasul.

Sangat bertolak belakang dengan keadaan kita hari ini yang hidup dalam lingkaran sistem sekuler kapitalisme. Pemisahan antara agama dan kehidupan membuat kesadaran untuk mengikuti perintah Rasul secara total nyaris hilang. Standar kebahagiaan bukan lagi ridha Ilahi melainkan pencapaian materi. Korupsi uang rakyat banyak dilakukan pejabat negara. Halal haram tidak dijadikan patokan standar hukum perbuatan.

Belakangan, honor pemakaman COVID-19 yang diterima Hendy bersama sejumlah pejabat Pemkab Jember, sudah dikembalikan ke Kas Daerah. Sehingga tidak menimbulkan kerugian keuangan negara. Hendy juga menyampaikan pernyataan minta maaf di hadapan anggota DPRD Jember dalam sidang paripurna tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). “Selaku Bupati dan Kepala Daerah, dari lubuk jiwa yang terdalam dan penuh kerendahan hati, saya meminta maaf,” kata Hendy, Senin (30/8/2021) (detikNews, 30/8/2021).

Sikap permohonan maaf tersebut perlu disambut baik, apalagi dilanjuti janji akan melakukan evaluasi total terhadap produk hukum daerah yang menabrak asas kepantasan (merdeka.com, 30/8/2021). Hanya saja evaluasi total itu harus menyentuh sistem kehidupan yang hari ini masih jauh dari tuntunan Rasul.

Tidak dipungkiri, hebatnya sosok pemimpin seperti Umar merupakan buah dari kesempurnaan pemikiran islam. Sistem aturan islam yang diterapkan dengan resmi dan total telah membawa peradaban islam menciptakan umat terbaik. Mulai dari generasi, ilmuan, ulama hingga para pemimpin yang memiliki pemikiran cemerlang dan akhlak mulia.

*Praktisi pendidikan di Balikpapan

 

 

Pandemi Berpengaruh Kepada Keberagamaan di Indonesia

JAKARTA(Jurnalislam.com)— Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kemenag kembali menggelar bedah buku. Kali ini, buku yang menjadi bahan diskusi berjudul Virus, Manusia, Tuhan, Refleksi Lintas Iman tentang Covid-19, karya DR Fatimah Husein dari Assiciate Director ICRS Yogyakarta.

Diskusi ini menghadirkan  pembahas dari MUI, KH Cholil Nafis, dari Universitas Hindu Indonesia (UNHI) I Ketut Ardhana, dan Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha, Kemenag, Supriyadi.

Memberi pengantar diskusi, Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, M Adlin Sila, menyampaikan bahwa buku ini mengulas refleksi lintas iman dan lintas disiplin keilmuan  terkait pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hamper dua tahun.

“Pandemi telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan, baik kesehatan, ekonomi, pendidikan, keagamaan dan lain-lain,” kata M. Adlin Sila di Jakarta, Kamis (2/9/2021).

“Banyak tulisan telah dipublikasikan. Namun, ICRS menghadirkan yang berbeda. Bagi ICRS, peristiwa ini sekaligus menjadi kesempatan untuk membuka percakapan lintas agama dan lintas kepercayaan yang bermakna, tidak hanya sekedar untuk memahami perbedaan atau mencari kesamaan, tapi menghadapi tantangan secara bersama,” tambahnya.

Penulis Buku, DR Fatimah Husein menyampaikan bahwa Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) ingin menawarkan hasil refleksi teologis, filosofis, dan etis atas Pandemi Covid-19 dari berbagai pakar serta ahli di bidangnya dan komunitas keimanan mereka. “Artikel-artikel dalam buku ini diharapkan mencerminkan tingkat yang lebih dalam dari sudut pandang teologi, filsafat, dan etika atau metafisika,” kata Fatimah Husein.

Dijelaskan Fatimah Husein, ICRS merupakan konsorsium yang dibentuk tahun 2006 oleh UGM, UKDW, dan UIN Sunan Kalijaga. Kolaborasi akademis ini dimanifestasikan dalam program doktoral internasional di Sekolah Pascasarjana UGM yang bernama Inter-religious Studies, yang hingga kini dijalankan secara bersama-sama oleh ketiga Universitas tersebut. Selain itu, tak sedikit aktivitas penelitian dan pendidikan publik juga telah dikembangkan ICRS.

Fatimah Husein juga menjelaskan bahwa para kontributor dalam buku ini terdiri dari sarjana-sarjana, teolog di bidang masing-masing, dan perwakilan dari komunitas lintas iman yang disegani dan didengar oleh umat yang meneladani mereka. Para penulis berlatar belakang agama Islam, Protestan, Katolik, Konghucu, Buddha, Hindu Bali, Hindu Kaharingan, Baha’i dan Penghayat Kepercayaan.

“Pandemi ini juga telah membuka kembali ketegangan antara agama dan sains. Di satu sisi ada ketidakpercayaan sebagian umat beragama terhadap virus, dokter, ilmuan. Dan sisi lain ada anggapan dari sebagian ilmuan bahwa umat beragama itu anti sains,” ujarnya.

Dampak Keberagamaan
KH Cholil Nafis dari MUI menjelaskan bahwa  pandemi Covid-19 telah berdampak pada adanya perubahan lanskap keberagamaan di masyarakat, dan polarisasi otoritas agama. “Tidak sedikit kegiatan pengajian-pengajian dilakukan secara online. Narasi keagamaan di media sosial dan pedukuhan melihat pandemi ini merupakan peringatan Tuhan terhadap ketamakan manusia,” kata KH Cholil Nafis.

Isu lainnya adalah, lanjut KH Cholil Nafis, soal ijtihad akar rumput. Pandemi Covid-19 telah mengubah secara cepat religiositas masyarakat di akar rumput. Perubahan ini merefleksikan reinterpretasi teologis dan penalaran keagamaan bukan hanya dari ulama, tetapi juga masyarakat awam.

“Ijtihad akar rumput telah melahirkan cara beragama yang tidak terbayang sebelumnya. Di sinilah perlunya penyikapan konstruktif atas wabah ini dengan spritualitas yang cosmotheandric, bahwa Tuhan, dunia, dan manusia yang tidak terpisahkan,” tambah KH Cholil Nafis.

Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha, Kemenag, Supriyadi, menyampaikan bahwa dari sudut perspektif agama Buddha, pandemi Covid-19 menjadikan terjadinya transformasi pemahaman tentang karma, bahwa karma itu bukan takdir dan dapat diubah.

I Ketut Ardhana menyampaikan bahwa dalam melihat dan menghadapi Pandemi Covid-19 ini, diperlukan kemauaun dan kemampuan untuk membangun rekonsiliasi lintas agama, lintas etnis, lintas gender, yang tidak hanya didasarkan atas toleransi saja, tetapi juga atas pemahaman bahwa semua kelompok adalah rentan terhadap covid-19 serta menderita.

“Perlunya kerja sama dalam menangani dampak Covid-19, bahwa beragama dapat saling menghargai sesama manusia dengan segala keterbatasannya,” tutup I Ketut Ardhana.

Pandemi, Proses Sertifikasi Halal Dilakukan Juga Secara Online

JAKARTA(Jurnalislam.com)— Indonesia Halal Watch menyelenggarakan webinar bertajuk Sertifikasi Halal dan Perpanjangannya di Masa Pandemik Berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2020 (UU Cipta Kerja) dan PP Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, Rabu (01/9).

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dalam menghadapi kondisi pandemi Covid-19, berusaha menyesuaikan diri dengan mengadakan modified onside audit.

“Mulai tahun lalu, ketika bulan Maret kita sudah mulai mendapat tamu, Covid-19. Kita harus stay home, tidak bisa audit langsung,”

Padahal menurut Direktur Utama LPPOM MUI Ir Muti Arintawati, proses audit di lokasi adalah salah satu persyaratan untuk proses pemeriksaan sertifikasi halal. Untuk itu LPPOM MUI mengembangkan satu metode yang bisa menggantikan proses audit di lokasi dengan dilakukan secara online.

Muti menguraikan, jika modified onside audit adalah audit yang dimodifikasi, dimana auditor melakukan On-Side Audit ke perusahaan, kemudian melakukan pemeriksaan untuk memenuhi 11 kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH).

“Audit tetap dapat dilakukan dengan metode remote audit dengan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan internasional,” ujar Muti.

Lebih jauh Muti menjelaskan, pelaksanaan nya adalah dengan menyesuaikan fasilitas yang dimiliki perusahaan, seperti dengan menggunakan media zoom atau bahkan video call.

Pelaksanaan modified onside audit ini dikatakan Muti, sudah mendapatkan persetujuan dari Komisi Fatwa, bahkan komisi fatwa bisa menerima hasil tersebut dan menetapkan produknya halal.

Untuk penyesuaian dengan regulasi terkini, Muti menjabarkan ada beberapa penyesuaian yang dilakukan, yang pertama yang dilakukan oleh MUl dengan mengubah masa ketetapan halal menjadi 4 tahun. Kami juga melakukan penyesuaian dalam proses audit.

“Total batas proses sertifikasi adalah 21 hari, itu mencakup dari mulai pendaftaran sampai keluarnya sertifikat halal dari BPJPH,” ujar Muti.

Bagian dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) audit dalam negeri diberi waktu 15 hari, yang juga bagian dari 21 hari tadi, kemudian jika ada hal yang tidak bisa diselesaikan, maka boleh ada proses perpanjangan selama 10 hari.

Dengan demikian, total maksimal untuk proses audit adalah 25 hari. Khusus untuk pelaku usaha luar negeri dibatasi selama 15 hari, kemudian bisa diperpanjang 15 hari, jadi proses maksimal audit adalah 30 hari.

Webinar ini juga dihadiri beberapa narasumber lain diantaranya: Ketua MUI Drs. Sholahudin Alaiyubi; Plt. Kepala BPJPH Dr.H. Mastuki; Direktur LPPOm MUI, Ir Muti Arintawati, dan Direktur Indonesia Halal Watch, Dr. H. Ikhsan Abdullah.

 

Aplikasi Sertifikasi Halal MUI Terintegrasi dengan BPJPH

JAKARTA(Jurnalislam.com)—Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah mengimplementasikan sistem online sertifikasi halal, yang biasa disebut CEROL-SS23000, sejak 2012 yang lalu.

Untuk memudahkan pelaku usaha dalam proses sertifikasi halal, kini LPPOM MUI bersama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tengah membahas integrasi CEROL-SS23000 dengan SiHalal, aplikasi milik BPJPH.

“LPPOM sudah mengembangkan sistem online bernama CEROL-SS23000 dan selanjutnya kami akan tetap menggunakan CEROL-SS23000 dengan mengintegrasikannya kepada SiHalal yang dimiliki oleh BPJPH,” ujar Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir Muti Arintawati, MSi dalam Webinar bertajuk Sertifikasi Halal dan Perpanjangannya di Masa Pandemik Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja) dan PP No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Dalam webinar yang diselenggarakan Indonesia Halal Watch, Rabu (01/9) itu Muti menyebutkan proses integrasi ini sedang dalam tahap komunikasi, dalam tahap persiapan-persiapan.

“Banyak hal yang harus didiskusikan dengan BPJPH, bagaimana CEROL-SS23000 yang kami miliki itu bisa terintegrasi dengan BPJPH, sehingga tentunya database yang sudah sangat banyak kami miliki tetap bisa digunakan,” ujar Muti.

Lebih jauh, Muti menyebutkan integrasi ini akan memudahkan klien-klien LPPOM MUI yang sejak lama menggunakan CEROL-SS23000 karena semua data sertifikasi halalnya sudah tersimpan dengan baik dan aman dalam CEROL-SS23000.

“Seperti kita ketahui, saat ini sertifikasi halal bersifat wajib atau mandatory. Sementara pada saat LPPOM MUI memulai proses sertifikasi halal di Indonesia, di mana LPPOM MUI didirikan pada 1989 oleh MUI, dan mulai pertama kali mengeluarkan sertifikat pada 1994, pada saat itu sifat sertifikasi halal adalah sukarela,” ujarnya.

Muti menguraikan dengan adanya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), maka sifatnya berubah dari sukarela menjadi wajib. Aturan ini sudah berlaku sejak 17 Oktober 2019.

LPPOM MUI dalam rangka penerapan UU JPH itu berperan sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang ditetapkan melalui keputusan BPJPH No. 177 Tahun 2019. Ini adalah peran utama LPPOM MUI, sebagai LPH di luar peran-peran lain yang kami dapatkan dari MUI.

Muti juga membahas salah satu persyaratan registrasi sertifikasi halal adalah perusahaan harus memiliki Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) dari BPJPH yang diperoleh melalui SiHalal. Kemudian, pelaku usaha dapat memilih LPPOM MUI sebagai LPH untuk memproses sertifikasi halal produknya. STTD merupakan salah satu dokumen yang perlu diunggah dalam CEROL-SS23000.

Serangkaian proses pemeriksaan produk oleh LPH dan penentuan Ketetapan Halal oleh Komisi Fatwa MUI merupakan tahapan yang harus dilalui sebuah produk sebelum mendapatkan Ketetapan Halal yang menjadi landasan terbitnya Sertifikat Halal oleh BPJPH.

“MUI sudah melakukan suatu perubahan. Ketetapan halal yang semula berlaku selama dua tahun, saat ini berlaku menjadi empat tahun. Hal ini disesuaikan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku,” ujar Muti. (mui)

 

Pandemi, Para Kiai Didorong Buat Konten Dakwah di Medsos

BOGOR(Jurnalislam.com)— Ketua Umum MUI Kabupaten Bogor, Dr KH A Mukri Aji, MA MH menyatakan pandemi Covid-19 yang sudah bersemayam hampir dua tahun di Indonesia tidak bisa dijadikan alasan untuk para ulama, kiai, dan ustadz berhenti menyampaikan dakwahnya.

“Di era covid-19 ini, dakwah jangan sampai putus! Jangan terhenti dengan alasan apapun. Kita harus memiliki terobosan-terobosan baru dalam penyampaian dakwah di masa yang penuh dengan pembatasan-pembatasan,” ujarnya dalam Webinar “Strategi Dakwah di Era Pandemi Covid-19″ yang digelar Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Kabupaten Bogor, Selasa (31/9).

Menurutnya, strategi dakwah di era pandemi ini mengharuskan para dai untuk terbiasa menggunakan media sosial dan media pendukung lainnya agar ilmu yang disampaikan bisa diterima masyarakat meski tidak secara tatap muka.

“Seperti membuat konten-konten yang Alhamdulillah sudah dilakukan para kiai di Kabupaten Bogor,” ucapnya.

Dengan demikian, kata dia, lebih memudahkan masyarakat menyerap ilmu meski di rumah dan mempermudah menangkal isi dakwah yang dianggap provokatif.

” Alhamdulillah kiai di Bogor ini, gaya dakwahnya tidak penuh kebencian juga tidak menebarkan hoaks. Mereka lembut dan santun,” paparnya.

Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor, H Irvan Awaludin, MSi dalam pembukaan webinar menyampaikan, strategi dakwah harus disesuaikan dengan perubahan zaman.

“MUI Kabupaten Bogor, juga sedang mengikuti perubahan cara dakwah, sebagai respons pandemi yang memaksa kita untuk berjarak, kami harap para kiai dan ustadz di kabupaten Bogor bisa mendapat makna starategi efektif dalam berdakwah kepada masyarakat di Webinar ini,” harapanya. (mui)

 

Bank Wakaf Mikro Dinilai Solusi Atas Merebaknya Pinjol

JAKARTA(Jurnalislam.com)- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai Bank Wakaf Mikro dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam melakukan pinjaman dana, di tengah masalah pinjaman online ilegal yang belakangan ini sangat meresahkan.
Pendapat tersebut disampaikan Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al Aiyub, di Jakarta, Kamis 2 September 2021.

Dia mengatakan pemerintah harus hadir guna menutup celah Pinjaman Online Ilegal yang semakin menjamur karena meningkatkan kebutuhan dana di masyarakat di tengah Covid 19.

“Penting untuk mendorong pemerintah menyediakan lembaga keuangan yang bisa menjangkau masyarakat lapisan paling bawah. Mereka umumnya tidak punya akses ke lembaga keuangan karena tidak bankable (memiliki aset sebagai syarat peminjam). Bank Wakaf Mikro yang sejatinya didesain untuk memenuhi kebutuhan (dana) mereka, masih sangat sedikit (Bank Wakaf Mikro), sehingga perlu diperbanyak lagi,” ujarnya.

Dikatakannya, fenomena pinjaman online ini meskipun bisa dikurangi namun tidak bisa dihindari. Sebab, tingkat permintaan (demand) terhadap Pinjol sangat besar. Tahun 2016 saja, kata dia, ada 132 juta orang Indonesia yang belum memiliki akses pembiayaan/kredit.

“Total kebutuhan pembiayaan UMKM nasional sebesar Rp1.650 Triliun. Industri keuangan tradisional hanya menopang Rp. 660 T/ tahun, sehingga ada gab Rp990 T yang masih belum terlayani. Setelah pandemi Covid-19, tentu saja nilai kebutuhan ini akan meningkat,” ujarnya.

 

Peningkatan itu, ujar dia, bila tidak diantisipasi dengan penyediaan BWM, maka akan terserap oleh Pinjol ilegal. Terlebih, Pinjol menawarkan berbagai kemudahan akses yang bisa melenakan peminjam. Padahal di belakangnya kerap muncul berbagai permasalahan yang memberatkan kedua belah pihak. Dari sisi pemberi pinjaman kehilangan uang karena kredit macet. Sementara dari sisi peminjam, kerap mendapatkan intimidasi yang mengerikan bila gagal bayar.

Bank Wakaf Mikro sejatinya sudah dicetuskan pertama kali pada tahun 2017 oleh Presiden bersama OJK. BWM termasuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang fokus pada masyarakat kecil. OJK dalam hal ini bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Pesantren.
Bank Wakaf Mikro menerima dana sekitar Rp3 miliar sampai Rp4 miliar dari donatur. Donatur berasal dari semua kalangan maupun perusahaan dengan nilai Rp1 juta per orang. Total dana yang diterima BWM tersebut hanya sebagian yang diserahkan untuk pembiayaan. Sisanya diletakkan sebagai deposito pada Bank Syariah.(mui)

Kia Cholil Nafis: Kedewasaan Beragama Dibutuhkan Ketika Pandemi

JAKARTA(Jurnalislam.com)–Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menyampaikan bahwa Islam Wasathiyah adalah cara ber-Islam dengan kedewasaan. Selain sebagai Islam jalan tengah, tidak ekstrem kiri maupun kanan, Islam Wasathiyah juga bermakna sikap keagamaan yang dewasa.

“Sikap keberagamaan yang dewasa itu Islam Wasathiyah. Bersikap dewasa dalam beragama, ” ujarnya saat mengisi Webinar Penguatan Peran Dakwah Islam Wasathiyah Bagi DKM Masjid Se-Tasikmalaya, Kamis (02/09) secara virtual.

Dia mengatakan, salah satu contoh kedewasaan dalam berislam adalah dengan fokus pada tujuan setiap muslim untuk memajukan Islam. Fokus ini akan menghapus pikiran yang kerap mengkotak-kotakkan Islam sesuai organisasinya dan merasa paling benar.

Menurutnya, selama perbedaannya hanya di level cabang (furu’), maka organisasi di dalam Islam layak diterima dengan baik.

Dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang, dia mengatakan, sikap kedewasaan beragama itu sangat dibutuhkan.

Kedewasaan sikap beragama itu terlihat dari bagaimana merespon Covid-19 dengan mendahulukan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi. Sikap kedewasaan itu juga tercermin dari keputusan tidak menggelar ibadah jamaah di dalam Masjid pada wilayah Covid-19 level 4.

Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah ini menambahkan, Islam Wasathiyah juga tergambar dari kedewasaan menerima kemajuan. Dalam menyikapi Masjid misalnya, meskipun tidak boleh digunakan sebagai tempat berdagang (pasar), namun tidak berarti Masjid terlarang melakukan pembicaraan wacana ekonomi di dalamnya.

“Yang tidak boleh adalah Masjid digunakan untuk berdagang. Ilmu berdagang tentu boleh dan patut disampaikan. Kalau Masjid hanya dipakai untuk shalat dan mengaji saja, bisa-bisa kita menjadi sekuler, ” ujarnya.

 

Masjid, lanjut dia, harus digunakan untuk membicarakan semua wacana. Dengan begitu, maka Masjid bisa menjadi tempat untuk membangun kebersamaan umat Islam pada semua bidang. Semuanya dimulai dari pembicaraan di dalam Masjid.

“Selain mengaji dan sholat berjamaah, dari Masjid, kita ingin membangun bisnis yang berjamaah, politik yang berjamaah. Kalau itu bisa kita lakukan, pasti umat Islam akan maju, ” tuturnya. (mui)

 

Taliban Disebut Setujui Uji Coba Pertandingan Tim Kriket Afghanistan

KABUL(Jurnalislam.com)–Taliban menyetujui pertandingan uji coba tim kriket Afghanistan untuk pertama kalinya sejak mereka mengambilalih pemerintahan, hal ini meningkatkan harapan bahwa pertandingan internasional akan berlanjut seperti biasa di bawah aturan baru pemerintahan yang islami.

“Kami telah mendapat persetujuan untuk mengirim tim ke Australia,” kata kepala eksekutif Dewan Kriket Afghanistan Hamid Shinwari kepada AFP sebagaimana dilansir The New Arab (01/09/2021).

Pemerintahan Taliban tidak keberatan dengan olah raga kriket, dan permainan ini memang populer.

Mereka juga berjanji untuk menegakkan versi hukum Islam yang tidak terlalu ketat kali ini, setelah merebut ibu kota Kabul bulan lalu.

Pertandingan Uji coba, yang akan dimainkan di Hobart dari 27 November hingga 1 Desember, dijadwalkan tahun lalu tetapi ditunda karena pandemi Covid-19 dan pembatasan perjalanan internasional.

Ini akan menjadi uji coba pertama tim kriket Afghanistan di Australia.

Sebelum tur Australia, tim Afghanistan akan tampil di ajang Twenty20 World Cup, yang akan diadakan di Uni Emirat Arab dari 17 Oktober hingga 15 November 2021.

Shinwari juga mengkonfirmasi tim kriket U-19 Afghanistan akan melakukan tur ke Bangladesh akhir bulan ini.

Sejak evakuasi pasukan AS dan NATO dari Afghanistan setelah Taliban menyapu Kabul bulan lalu, ada kekhawatiran bahwa kriket dan olahraga lainnya akan terkena dampak.

Namun pejabat ACB dengan tegas mengatakan bahwa kriket didukung oleh Taliban.

Seri ODI di kandang Afghanistan melawan Pakistan dialihkan ke Sri Lanka namun dibatalkan hingga tahun depan karena masalah logistik dan Covid-19 pekan lalu. (Bahri)

Yuk Cek Bantuan untuk Masjid dan Mushola di Sini!

JAKARTA(Jurnalislam.com) — Kementerian Agama tahun ini menyediakan anggaran sebesar Rp6,9 milliar untuk bantuan masjid dan musala. Menag Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa proses pengajuannya mudah dan dilakukan secara online.

Penegasan ini disampaikan Menag, merespon pernyataan salah satu anggota DPR saat Raker dengan Komisi VIII di Senayan, Jakarta. Raket ini membahas program dan anggaraan tahun 2022.

“Terkait bantuan Masjid dan Musala. Kemenag menyediakan anggaran sebesar Rp 6,9 M. Prosesnya mudah, tidak perlu proposal yang sulit dan njlimet,” kata Menag Yaqut di Jakarta, Kamis (2/9/2021).

Menurut Menag, pihaknya terus berupaya memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mendapatkan bantuan. Khusus terkait bantuan masjid atau musala, masyarakat cukup mengunjungi laman https://simas.kemenag.go.id/page/permohonanbantuan

Dalam laman tersebut, lanjut Menag, sudah tercatat dan tercantum persyaratan yang bisa dilengkapi untuk mendapatkan bantuan, berikut prosedur pengajuannya. “Pengusulan bantuan, semua secara online. Ini supaya memudahkan masyarakat,” tegas Menag Yaqut.

 

Ditangkap Israel, Muslimah Palestina Ketakutan Melahirkan di Penjara

PALESTINA(Jurnalislam.com)–Kelompok hak asasi dan aktivis telah menyerukan pembebasan segera seorang tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel dalam keadaan hamil sembilan bulan dan diperkirakan akan segera melahirkan.

Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina [CDA] mengatakan sedang bekerja keras mendapatkan persetujuan untuk pemindahan Anhar Al-Deek yang berusia 26 tahun ke rumah sakit sebelum dia melahirkan bayinya.

Al-Deek, dari desa Naima dekat Ramallah, ditangkap pada bulan Maret karena dicurigai mencoba melakukan serangan penikaman disebuah pos pemukiman ilegal Sde Ephraim di Tepi Barat, ketika dia sedang hamil empat bulan.

Dia ditahan di Penjara Damon, selatan Haifa, salah satu penjara Israel yang paling kuno. Saat ini tidak ada bayi di sana.

Al-Deek berbicara tentang ketakutannya melahirkan melalui operasi caesar dan rasa sakit yang dia derita dalam sebuah surat penuh emosional kepada keluarganya.

“Apa yang harus saya lakukan jika saya melahirkan jauh dari Anda? Saya diikat, bagaimana saya bisa melahirkan melalui operasi caesar ketika saya sendirian di penjara?” tulis dia.

“Saya kelelahan, dan saya mengalami sakit parah di panggul dan sakit parah di kaki saya karena tidur di ranjang penjara. Saya tidak tahu bagaimana saya ingin tidur di atasnya setelah operasi pengiriman saya.”

Dalam suratnya, yang sebagian diterbitkan oleh Quds News Network, pada Senin (30/8/2021) Al-Deek berbicara tentang bagaimana dia akan diisolasi setelah melahirkan.

“Mereka akan mengisolasi saya dengan bayi laki-laki saya setelah melahirkan karena virus corona. Hati saya sakit untuknya. Saya tidak tahu bagaimana saya akan merawatnya dan melindunginya dari suara menakutkan yang mereka buat,” tulis Al-Deek.

“Tidak peduli seberapa kuat ibunya, dia akan merasa lemah dalam menghadapi perlakuan buruk mereka padanya dan tahanan lainnya.”

Dalam komentar untuk Al-Araby Al-Jadeed edisi bahasa Arab The New Arab, pengacara CDA Hanan Al-Khatib mengatakan bahwa Al-Deek telah menyatakan ketakutannya akan melahirkan di sel penjaranya.

“Kami ingin mempertahankan tekanan media untuk memastikan pembebasan Deek atau setidaknya pemindahannya ke rumah sakit sehingga dia dapat melahirkan di sana, terutama karena penjara tempat dia ditahan tidak dilengkapi untuk persalinan,” terang Al-Khatib.

Suaminya, Thaer Al-Hijjah, memberi tahu Al-Araby Al-Jadeed bahwa dia hanya diizinkan untuk melihat istrinya yang sedang hamil satu kali.

“Pertemuan itu hanya berlangsung 45 menit, dimana saya mencoba meyakinkan Anhar, tetapi dia sangat khawatir tentang kemungkinan melahirkan di selnya,” kata Hijjah.

“Anhar menghadapi kesulitan dalam kehamilan, seperti banyak wanita. Tetapi keadaan penahanannya menambah kesulitan itu, terutama karena dia membutuhkan operasi caesar untuk melahirkan bayinya.” imbuhnya.

Kasus Al-Deek telah memicu sejumlah demonstrasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza menuntut pembebasannya.

Kampanye berbahasa Arab untuk mendukung Al-Deek dan anaknya yang belum lahir juga mendapatkan momentum di media sosial dengan tagar #SaveAnhar.

Menurut sebuah laporan oleh kantor berita Palestina WAFA, berdasarkan data dari kelompok advokasi Klub Tahanan Palestina, beberapa tahanan telah melahirkan di penjara Israel selama bertahun-tahun, meskipun kejadian tersebut dianggap langka.

Kasus terbaru adalah Fatma Azek dari Gaza, yang ditangkap pada Mei 2007 saat dia hamil dua bulan. Dia kemudian melahirkan di penjara Israel dan dibebaskan satu tahun kemudian. (Bahri).

Sumber: The New Arab