1.300 Akademisi Israel Serukan Penghentian Perang Gaza

TEL AVIV (jurnalislam.com)— Ratusan akademisi dari berbagai universitas dan perguruan tinggi di Israel mengeluarkan seruan terbuka untuk menghentikan perang di Jalur Gaza. Dalam surat yang ditandatangani oleh 1.300 akademisi, mereka memperingatkan adanya “keruntuhan moral” yang melanda seluruh negeri akibat perang yang terus berlanjut.

Surat tersebut dikirimkan kepada para pemimpin lembaga pendidikan tinggi di Israel pada Selasa (27/5/2025) dan menyerukan agar dunia akademik memobilisasi seluruh kekuatannya untuk menghentikan agresi militer Israel terhadap Gaza.

“Ini adalah serangkaian kejahatan perang yang mengerikan, bahkan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan semuanya adalah perbuatan kita sendiri,” tulis para akademisi dalam surat itu. Mereka tergabung dalam sebuah gerakan bernama Black Flag Action Group.

Nama “Black Flag” mengacu pada prinsip hukum di Israel, yang menyatakan bahwa perintah yang sangat tidak bermoral hingga melanggar hukum akan ditandai dengan “bendera hitam” — sebuah simbol penolakan terhadap perintah tersebut.

“Kami tidak bisa mengklaim bahwa kami tidak tahu. Kami telah berdiam diri terlalu lama,” lanjut surat tersebut.

“Sebagai akademisi, kami menyadari peran kami sendiri dalam kejahatan ini. Masyarakatlah, bukan hanya pemerintah, yang bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Surat itu juga menyinggung tentang diamnya institusi pendidikan terhadap agresi militer yang sedang berlangsung.

“Beberapa melakukan kekerasan secara langsung. Yang lain menyetujui, membenarkan, atau memilih diam. Ikatan keheningan inilah yang memungkinkan kejahatan terus berlangsung tanpa pengakuan publik,” bunyi pernyataan mereka.

Gelombang kritik terhadap operasi militer Israel di Gaza juga datang dari kalangan politik. Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, pekan lalu mengecam tindakan pemerintah yang disebutnya telah membunuh warga Palestina yang tidak bersalah.

Dalam wawancaranya dengan BBC pada Selasa (27/5), Olmert menyebut bahwa apa yang dilakukan Israel di Gaza “sangat dekat dengan kejahatan perang”.

Seruan moral dari dunia akademik dan tokoh publik ini mencerminkan meningkatnya keresahan internal di Israel atas perang yang telah menewaskan ribuan warga sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. (Bahry)

Sumber: MEE

Suporter PSG Bentangkan Spanduk “Hentikan Genosida di Gaza” di Final Liga Champions

MUNICH (jurnalislam.com)— Final Liga Champions UEFA 2024/2025 antara Paris Saint-Germain (PSG) dan Inter Milan pada Ahad (1/6/2025) tidak hanya menyuguhkan kemenangan bersejarah bagi PSG, tetapi juga menjadi panggung solidaritas bagi rakyat Palestina.

Di tengah gegap gempita Allianz Arena, para suporter PSG membentangkan spanduk besar bertuliskan “Hentikan Genosida di Gaza”. Aksi ini dilakukan tak lama setelah Achraf Hakimi membawa PSG unggul 1-0 atas mantan klubnya, Inter Milan, pada menit ke-12.

Spanduk tersebut menjadi sorotan, menegaskan sikap tegas suporter PSG yang selama ini dikenal konsisten menentang agresi Israel di Jalur Gaza. Sebelumnya, pada November 2024, mereka juga membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Bebaskan Palestina” dalam laga Liga Champions melawan Atletico Madrid.

Aksi simbolik ini dilakukan di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza, di mana blokade Israel selama hampir tiga bulan telah membuat 2,3 juta warga berada di ambang kelaparan.

Di atas lapangan, PSG tampil dominan dan mencatat kemenangan telak 5-0 atas Inter Milan. Kemenangan ini mengukuhkan PSG sebagai juara Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah klub. Para pemain seperti Desire Doue, Achraf Hakimi, Khvicha Kvaratskhelia, dan Senny Mayulu menjadi bintang dalam laga tersebut.

Final Liga Champions musim ini tidak hanya tercatat sebagai kemenangan sepak bola, tetapi juga sebagai momen perlawanan kemanusiaan yang digaungkan dari tribun penonton ke seluruh dunia. (Bahry)

Sumber: Al Jazeera

Hamas Siap Bebaskan Sandera, Ajukan Syarat Gencatan Senjata Permanen dan Penarikan Penuh Israel dari Gaza

GAZA (jurnalislam.com)– Hamas pada Sabtu (31/5/2025) mengonfirmasi bahwa mereka telah merespons proposal gencatan senjata yang diajukan oleh utusan Amerika Serikat, Steve Witkoff. Dalam usulan tersebut, Hamas menyetujui pembebasan sepuluh sandera Israel yang masih hidup dan penyerahan delapan belas jenazah tahanan Israel, sebagai bagian dari kesepakatan awal.

Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina yang telah disepakati, termasuk 125 warga Palestina yang divonis penjara seumur hidup. Selain itu, jenazah 180 syuhada Palestina juga akan diserahkan kembali kepada pihak Palestina.

Rencana gencatan senjata yang lebih luas juga mencakup pembebasan 30 tahanan Israel yang tersisa setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata permanen.

Dalam pernyataan resminya melalui kanal Telegram, Hamas menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah melalui “serangkaian konsultasi nasional”, dengan landasan utama berupa “tanggung jawab mendalam terhadap rakyat Palestina dan penderitaan mereka”.

“Sebagai bagian dari perjanjian ini, sepuluh tahanan Israel yang masih hidup yang ditahan oleh kelompok perlawanan akan dibebaskan, bersama dengan penyerahan delapan belas jenazah, sebagai ganti sejumlah tahanan Palestina yang disepakati,” bunyi pernyataan tersebut.

Proposal gencatan senjata dari Witkoff, yang sebelumnya diajukan kepada kedua belah pihak, mencakup jeda selama 60 hari dalam pertempuran dan pembebasan 28 sandera Israel, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, pada minggu pertama pelaksanaan kesepakatan.

Perjanjian tersebut juga menyerukan dimulainya distribusi bantuan kemanusiaan secara cepat ke Jalur Gaza, segera setelah Hamas menandatangani kesepakatan. Pelaksanaan kesepakatan ini akan dijamin oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, serta mendapat dukungan dari Presiden AS Donald Trump.

Hamas sebelumnya telah menyatakan bahwa mereka “mempelajari proposal revisi tersebut secara bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan kepentingan rakyat Palestina dan tujuan tercapainya gencatan senjata permanen di Gaza”.

Pada Kamis malam, Gedung Putih mengumumkan bahwa Israel telah menyetujui proposal Witkoff. Namun, sejumlah hambatan besar masih mengganjal jalan menuju gencatan senjata.

Pemerintah Israel tetap bersikeras agar Hamas dilucuti dari seluruh persenjataannya, semua infrastruktur militer kelompok tersebut dibongkar, dan pemerintahan Hamas di Gaza dihentikan sepenuhnya. Israel juga menuntut pembebasan seluruh sandera yang tersisa, yang diperkirakan berjumlah 58 orang, sebagai syarat mutlak untuk menghentikan agresinya.

Di sisi lain, Hamas dengan tegas menolak persyaratan tersebut. Mereka menyatakan tidak akan menyerahkan senjata hingga Israel menyetujui penarikan penuh dari Jalur Gaza, serta menyepakati perjanjian yang mengikat untuk benar-benar mengakhiri perang.

Situasi ini membuat masa depan gencatan senjata masih penuh ketidakpastian, meski peluang diplomatik mulai terbuka. (Bahry)

Sumber: TNA

Sniper Al-Qassam Beraksi di Gaza, Israel Kembali Jadi Target

GAZA (jurnalislam.com) – Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, mengumumkan keberhasilan mereka dalam menargetkan dan melukai sejumlah pasukan Israel dalam dua operasi militer terpisah di Jalur Gaza.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis melalui situs web mereka pada Jumat (30/5), Brigade Al-Qassam menyebutkan telah melakukan serangan bersama dengan Brigade Al-Quds sayap militer kelompok Jihad Islam Palestina terhadap pasukan Israel di kawasan Perumahan Eropa, timur Khan Yunis.

“Bekerja sama dengan Brigade Al-Quds, kami membunuh dan melukai pasukan Israel saat mereka berlindung di dalam sebuah rumah di area Perumahan Eropa di sebelah timur Khan Yunis. Pasukan tersebut menjadi sasaran rudal antibenteng TBG dan rudal antipersonel,” demikian bunyi pernyataan Brigade Al-Qassam yang dikutip dari situs resminya.

Sehari setelahnya, Sabtu (31/5), Brigade Al-Qassam merilis sebuah video yang menampilkan aksi sniper mereka di lingkungan Shuja’iyya, sebelah timur Kota Gaza.

Video tersebut merupakan bagian dari rangkaian operasi bertajuk “Batu Daud”, yang menurut Brigade Al-Qassam bertujuan untuk menghambat pergerakan militer Israel di poros penyerbuan.

“Saksikan sebagai bagian dari rangkaian operasi Batu Daud Pemandangan tembakan penembak jitu dan penargetan tentara musuh di sepanjang poros penyerbuan di lingkungan Shuja’iyya di sebelah timur Kota Gaza,” tulis mereka dalam pengumuman video tersebut.

Klaim keberhasilan Al-Qassam ini muncul di tengah meningkatnya tekanan diplomatik terhadap Israel, termasuk rencana konferensi internasional di PBB yang disponsori Prancis dan Arab Saudi, yang mendorong solusi dua negara dan potensi pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina.

Kontributor: Bahry

Brigade Al-Quds dan Al-Qassam Lancarkan Serangan Gabungan ke Posisi Militer Israel di Khan Yunis

GAZA (jurnalislam.com)– Kelompok perlawanan Palestina, Brigade Al-Quds, mengklaim telah melancarkan sejumlah serangan terhadap posisi militer Israel di Jalur Gaza. Serangan itu menyasar wilayah timur Jabalia serta tenggara Khan Yunis.

Dalam keterangan resminya, Brigade Al-Quds menyatakan, “Kami membombardir perkumpulan pasukan musuh Zionis di sebelah timur Jabalia dengan roket 107 mm dan berhasil mengenai sasaran secara langsung.”

Kelompok itu juga melaporkan serangan lain yang terjadi pada Kamis sore, 29 Mei 2025, di kawasan perumahan Eropa, Khan Yunis.

“Setelah kembali dari pertempuran di tenggara Khan Yunis, para pejuang Saraya al-Quds mengonfirmasi bahwa mereka berhasil menargetkan pasukan khusus Zionis yang terdiri dari 10 tentara yang berlindung di dalam gedung perumahan Eropa dengan rudal TBG, menewaskan dan melukai mereka,” tulis pernyataan tersebut. Dikatakan pula bahwa beberapa helikopter militer Israel dikerahkan ke lokasi untuk mengevakuasi korban.

Dalam operasi gabungan dengan Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, Brigade Al-Quds mengklaim berhasil “melumpuhkan pasukan Zionis yang telah menembus kawasan perumahan Eropa” dengan tembakan rudal anti-personel dan serangan jarak dekat.

Selain itu, Brigade Al-Quds juga melaporkan bahwa pihaknya menggempur konsentrasi pasukan dan kendaraan militer Israel di sekitar persimpangan Abu Daqqa, wilayah al-Fakhari, tenggara Khan Yunis, dengan rentetan tembakan mortir.

Makanan Jadi Umpan Maut, Warga Gaza Tewas Ditembak Saat Antri Ambil Bantuan

GAZA (jurnalislam.com)– Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Jalur Gaza sebagai “tempat paling kelaparan di Bumi” setelah seluruh populasi Palestina di wilayah terkepung itu berada di ambang kelaparan ekstrem. Sementara itu, militer Israel dilaporkan menembaki warga sipil yang mencoba mengakses bantuan makanan.

Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Jens Laerke, mengatakan pada Jumat (30/5/2025) bahwa 100 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan dahsyat.

“Jumlah truk bantuan yang masuk sangat sedikit, hanya menyalurkan makanan dalam jumlah terbatas,” kata Laerke.

“Operasi bantuan yang kami siapkan menjadi salah satu yang paling terhambat dalam sejarah baru-baru ini,” lanjutnya.

Pasokan bantuan ke Gaza kini dikendalikan oleh lembaga baru yang didukung Israel dan AS bernama Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Namun, penyaluran bantuan ini dikritik karena berlokasi dekat dengan zona militer Israel dan diduga menjadi sarana pemaksaan perpindahan warga Palestina.

20 warga Palestina terluka ditembak Israel saat mencoba mengambil bantuan dari lokasi distribusi GHF di dekat Koridor Netzarim, yang membelah wilayah Gaza. Lokasi ini disebut berada hanya beberapa meter dari posisi tank dan kendaraan lapis baja militer Israel.

“Orang-orang yang datang ke lokasi itu bisa melihat langsung tank dan tentara Israel dari kejauhan,” kata jurnalis Al Jazeera, Hani Mahmoud, dari Gaza.

Awal pekan ini, sepuluh orang tewas dalam insiden serupa. Warga digiring dalam barisan seperti kandang, memperlihatkan betapa kejam dan memalukan kondisi yang harus mereka hadapi demi sepotong roti. Beberapa keluarga juga melaporkan anak-anak mereka hilang saat pergi mencari bantuan makanan.

Doctors Without Borders (Médecins Sans Frontières) mengecam keras sistem distribusi bantuan yang dikelola GHF dan menyebutnya sebagai alat perang Israel untuk memindahkan paksa warga Palestina.

“Makanan tidak disalurkan ke tempat paling membutuhkan, tetapi ke wilayah yang dipilih tentara Israel. Orang-orang paling rentan hampir tidak memiliki akses terhadap bantuan,” ujar Christopher Lockyear, Sekjen Doctors Without Borders.

Menurut OCHA, satu dari lima orang di Gaza kini mengalami kelaparan. Sedikitnya 30 persen anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, dan lebih dari empat dari 10.000 anak meninggal setiap hari akibat kelaparan atau penyakit terkait malnutrisi.

Michael Fakhri, pelapor khusus PBB untuk hak atas pangan, menegaskan bahwa situasi di Gaza saat ini sudah memenuhi kriteria kelaparan. Ia menuduh Israel menggunakan bantuan “sebagai umpan” untuk menjebak dan mengosongkan wilayah utara Gaza, mendorong warga ke zona yang dikendalikan militer.

Blokade total Israel sejak 2 Maret lalu telah memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah kritis. Meski ada tekanan internasional, Israel hanya mengizinkan pasokan terbatas, yang masih jauh dari cukup untuk mengatasi bencana kelaparan yang kini melanda seluruh Gaza. (Bahry)

Sumber: Al Jazeera

Tantang Dunia Internasional, Menhan Israel Janji Bangun “Negara Yahudi” di Tepi Barat

TEL AVIV (jurnalislam.com)– Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, membuat pernyataan kontroversial pada Jumat (30/5/2025) dengan bersumpah akan membangun “negara Yahudi Israel” di wilayah Tepi Barat yang diduduki, meskipun dikecam dunia internasional.

Pernyataan itu muncul sehari setelah pemerintah Israel mengumumkan rencana pendirian 22 permukiman baru di wilayah Palestina langkah yang langsung menuai kritik keras dari berbagai negara dan lembaga internasional.

“Ini adalah tanggapan tegas terhadap organisasi teroris yang mencoba merusak dan melemahkan cengkeraman kami di tanah ini dan ini juga merupakan pesan yang jelas kepada (Presiden Prancis Emmanuel) Macron dan rekan-rekannya: mereka akan mengakui negara Palestina di atas kertas tetapi kami akan membangun negara Yahudi Israel di sini, di atas tanah ini,” kata Katz dalam pernyataan resmi dari kantornya, saat mengunjungi pos permukiman Sa-Nur, Tepi Barat utara.

Ia menambahkan dengan lantang,
“Kertas itu akan dibuang ke tong sampah sejarah, dan Negara Israel akan berkembang dan makmur.”

Tepi Barat sendiri adalah wilayah Palestina yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Sejak saat itu, wilayah ini diduduki secara ilegal oleh Israel dan terus dipenuhi dengan permukiman yang dibangun tanpa persetujuan rakyat Palestina, yang menurut hukum internasional dianggap sebagai bentuk penjajahan.

Pos permukiman Sa-Nur sebelumnya telah dievakuasi pada 2005 sebagai bagian dari penarikan Israel dari Jalur Gaza di bawah pemerintahan Ariel Sharon.

Di saat yang hampir bersamaan, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam kunjungannya ke Singapura, kembali menegaskan pentingnya pengakuan terhadap negara Palestina.

“Pengakuan negara Palestina, dengan beberapa syarat, bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga kebutuhan politik,” tegas Macron.

Konferensi internasional yang disponsori oleh Prancis dan Arab Saudi dijadwalkan akan digelar di markas besar PBB, New York, pada bulan Juni mendatang. Konferensi ini bertujuan mendorong kembali solusi dua negara sebagai jalan keluar konflik berkepanjangan Israel-Palestina.

Seorang diplomat di Paris menyebutkan bahwa konferensi tersebut bisa menjadi jalan bagi lebih banyak negara untuk mengakui Negara Palestina secara resmi.

Menanggapi pengumuman permukiman baru Israel, Inggris menyebut langkah itu sebagai “rintangan yang disengaja” terhadap kemerdekaan Palestina.

Sementara itu, juru bicara Sekjen PBB António Guterres mengatakan kebijakan Israel tersebut justru mendorong proses perdamaian “ke arah yang salah.” (Bahry)

Sumber: Alarabiya

Wujudkan Muballigh Transformatif dan Visioner, Bakomubin Jatim Gelar Pelantikan dan Diklat Mujahid Dakwah

SIDOARJO (jurnalislam.com)— Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomubin) Jawa Timur sukses menyelenggarakan pelantikan pengurus baru periode 2025–2030 yang dirangkai dengan Diklat Mujahid Dakwah Bela Negara (PMDBN). Kegiatan ini digelar pada Kamis siang, 29 Mei 2025, bertempat di Aula Perguruan Islam Raudlatul Jannah, Jatisari, Sidoarjo, Jawa Timur.

Pelantikan dan diklat yang digelar secara bersamaan ini menjadi bagian dari upaya Bakomubin Jatim dalam mewujudkan program unggulannya: mencetak muballigh yang transformatif dan visioner—siap terjun ke masyarakat dengan pendekatan dakwah yang kontekstual dan solutif.

Acara resmi dibuka oleh Gubernur Jawa Timur, Dr. Khofifah Indar Parawansa, M.Si, yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Dr. H. Djazuli, SH., M.Si. Dalam sambutannya, Djazuli menyampaikan dukungan penuh Pemerintah Provinsi Jawa Timur terhadap program-program strategis Bakomubin Jatim.

“Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan apresiasi atas sinergi positif yang telah dibangun bersama Bakomubin Jatim. Ini harus dipertahankan, ditingkatkan kualitasnya, dan menjadi kolaborasi yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar Djazuli.

“Atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Timur, saya menyampaikan selamat dan sukses kepada seluruh pengurus yang baru dilantik. Semoga amanah ini dijalankan dengan sebaik-baiknya demi kemaslahatan umat, khususnya para muballigh di Jawa Timur,” pungkasnya.

Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 268 peserta, terdiri dari pengurus Bakomubin Jatim, DPD Bakomubin se-Jawa Timur, unsur ormas Islam, pengurus LP3M Bakomubin Jatim, serta tokoh-tokoh dari unsur Forkopimda, pondok pesantren, perguruan tinggi, masjid, lembaga filantropi, dan partai politik di Jawa Timur.

Ketua DPW Bakomubin Jatim yang baru dilantik, KH. Mochammad Yunus Basyaiban, S.IP., M.Pd.I, menyampaikan rasa syukur atas kelancaran seluruh rangkaian acara. Ia menegaskan komitmen pengurus baru untuk membawa Bakomubin Jatim ke arah yang lebih baik.

“Alhamdulillah, pelantikan dan diklat berjalan lancar. Mulai proses rekrutmen hingga pelaksanaan hari ini, semua dimudahkan oleh Allah SWT. Kami siap mengemban amanah ini dengan penuh integritas, dedikasi, dan semangat kebersamaan,” ungkap KH Yunus.

“Kami juga berterima kasih kepada Ustadz HM. Nur Hidayat sebagai Ketua Majelis Syuro Bakomubin Jatim, serta kepada Pimpinan Yayasan Raudlatul Jannah yang telah menjadi tuan rumah yang sangat mendukung,” tambahnya.

Dari tingkat nasional, Ketua Umum DPP Bakomubin, Dr. KH. M.S. Suhary, AM., MS., bersama Sekjen Yanuar Amnur, S.Sos., turut hadir dan memberikan apresiasi atas kerja keras dan capaian Bakomubin Jatim.

“Kami mengapresiasi semangat dan keseriusan DPW Bakomubin Jatim. Semoga istiqomah dan konsisten dalam menjalankan misi dakwah dan amanah organisasi ini di tengah masyarakat yang semakin kompleks kebutuhannya,” ujar KH Suhary.

Dengan semangat kolaborasi dan program yang terstruktur, Bakomubin Jatim menegaskan posisinya sebagai garda depan dalam membina para muballigh agar mampu menjawab tantangan dakwah di era transformasi sosial saat ini.

Israel Khawatir Banyak Negara Akui Palestina di Konferensi PBB yang Disponsori Prancis dan Saudi

NEW YORK (jurnalislam.com)– Pemerintah Israel dilaporkan semakin khawatir bahwa konferensi internasional yang akan digelar di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, pada 17–20 Juni mendatang, dapat mendorong banyak negara untuk mengakui kemerdekaan Palestina.

Konferensi yang diprakarsai oleh Prancis dan Arab Saudi ini akan membahas prospek solusi dua negara sebagai jalan damai atas konflik Israel-Palestina. Mengutip laporan Ynet, para pejabat Israel mencurigai bahwa konferensi ini mendapat “persetujuan diam-diam” dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan berpotensi menjadi alat tekanan agar Israel menghentikan serangan militernya di Gaza.

Hubungan antara Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga dikabarkan memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Salah satu sumber ketegangan muncul ketika Washington melakukan negosiasi langsung dengan Hamas untuk membebaskan seorang tentara Israel-Amerika, tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan Tel Aviv.

Serangan Israel di Gaza sendiri telah menewaskan lebih dari 54.000 orang dan kini semakin dianggap sebagai tindakan genosida oleh masyarakat internasional.

𝗙𝗼𝗸𝘂𝘀 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗦𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗗𝘂𝗮 𝗡𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮

Menurut informasi dari PBB, konferensi ini akan menampilkan delapan diskusi meja bundar dengan fokus pada aspek-aspek implementasi solusi dua negara. Konferensi ini juga diharapkan menghasilkan dokumen resmi berjudul “Penyelesaian damai masalah Palestina dan penerapan solusi dua negara.”

Presiden Majelis Umum PBB, Philemon Yang, menyatakan, “Konflik ini hanya akan berakhir ketika warga Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan di negara mereka sendiri yang berdaulat dan merdeka, dalam kedamaian, keamanan, dan martabat.”

𝗣𝗿𝗮𝗻𝗰𝗶𝘀 𝗗𝗼𝗿𝗼𝗻𝗴 𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗮𝗻 𝗣𝗮𝗹𝗲𝘀𝘁𝗶𝗻𝗮

Dilansir Politico, pemerintah Prancis disebut tengah aktif melobi negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda, dan Belgia untuk menggunakan forum ini sebagai kesempatan guna secara resmi mengakui Negara Palestina.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot menyatakan, “Pengakuan terhadap Palestina pada konferensi ini dapat membantu menjaga prospek solusi dua negara.”

Senada, Perdana Menteri Malta Robert Abela menegaskan bahwa negaranya siap mengakui Palestina. Ia berkata, “Kita tidak dapat menutup mata terhadap tragedi kemanusiaan ini yang semakin memburuk setiap hari.”

Sebelumnya, Prancis, Kanada, dan Inggris juga telah mengeluarkan pernyataan bersama pada awal Mei yang menegaskan komitmen mereka terhadap solusi dua negara dan menyebut bahwa mereka “berkomitmen untuk mengakui Negara Palestina sebagai kontribusi untuk mencapai solusi dua negara.”

𝗔𝗻𝗰𝗮𝗺𝗮𝗻 𝗕𝗮𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗜𝘀𝗿𝗮𝗲𝗹

Namun, Israel memperingatkan bahwa pengakuan terhadap Palestina dapat menjadi pemicu bagi aneksasi wilayah Tepi Barat yang saat ini diduduki. Sejumlah pejabat tinggi Israel, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, telah secara terbuka menyatakan kemungkinan tersebut sebagai langkah balasan.

Pemerintah Israel juga menilai bahwa upaya ini sebagai bagian dari strategi tekanan global untuk menghentikan operasi militer mereka, di tengah kecaman internasional yang semakin meluas terhadap situasi kemanusiaan di Gaza. (Bahry)

Sumber: TNA

Hamas Masih Bahas Usulan Gencatan Senjata, Sebut Proposal Trump Bisa Perpanjang Derita Warga Gaza

GAZA (jurnalislam.com)– Gerakan perlawanan Hamas menyatakan bahwa mereka masih mempelajari usulan gencatan senjata terbaru yang diajukan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun dalam bentuknya saat ini, proposal tersebut dianggap tidak menjawab tuntutan rakyat Palestina dan berisiko memperpanjang penderitaan warga Gaza.

“Usulan ini tidak memenuhi tuntutan rakyat kami, terutama untuk menghentikan perang,” kata anggota biro politik Hamas, Basem Naim, kepada kantor berita Reuters.

“Meski begitu, pimpinan gerakan sedang mempelajari tanggapan terhadap proposal tersebut dengan tanggung jawab nasional penuh,” tambahnya.

Sebelumnya, pada Kamis (29/5/2025), Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengklaim bahwa Israel telah “menandatangani” usulan tersebut. Usulan itu kemudian diserahkan kepada Hamas melalui utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.

Namun, pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan bahwa proposal tersebut gagal mencantumkan komitmen penting seperti penghentian total perang di Gaza, penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut, dan akses bebas bagi bantuan kemanusiaan.

Pemerintah Israel belum secara resmi mengonfirmasi bahwa mereka menerima proposal terbaru tersebut. Meski demikian, laporan media Israel menyebutkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyampaikan kesiapan untuk melanjutkan usulan gencatan senjata kepada keluarga para tawanan yang masih ditahan di Gaza.

Menurut analis politik Israel, Akiva Eldar, langkah Netanyahu ini tampaknya disengaja untuk menggambarkan Hamas sebagai pihak yang menghalangi perdamaian jika mereka menolak proposal tersebut.

“Netanyahu mungkin bertaruh bahwa rencana itu akan ditolak oleh Hamas, dan kemudian menyalahkan mereka agar bisa melanjutkan perang,” ujarnya kepada Al Jazeera.

𝗟𝗮𝗽𝗼𝗿𝗮𝗻 𝗦𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻

Upaya internasional untuk mengakhiri konflik Gaza terus terhambat oleh perbedaan mendasar antara Israel dan Hamas. Israel menuntut agar Hamas melucuti senjatanya, sementara Hamas menuntut penarikan penuh pasukan Israel dan jaminan masuknya bantuan kemanusiaan.

Sebelumnya pada Rabu (28/5/2025), Hamas sempat mengklaim bahwa mereka telah menyepakati kerangka umum gencatan senjata dengan utusan AS Steve Witkoff. Kesepakatan tersebut dilaporkan mencakup gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel, dan pembentukan komite profesional untuk mengelola urusan Gaza pascakonflik.

Bahkan disebutkan bahwa pemerintahan Trump akan menjamin bahwa gencatan senjata ditegakkan dalam waktu 60 hari. Namun Witkoff kemudian membantah klaim tersebut dan menyebut isi yang disampaikan Hamas sebagai “sama sekali tidak dapat diterima”.

Seorang pejabat AS yang dekat dengan Witkoff juga menyatakan bahwa pernyataan Hamas “tidak akurat” dan “mengecewakan”. Israel pun menyebut klaim tersebut sebagai “propaganda dan perang psikologis”.

Dengan banyaknya versi dan klaim yang saling bertentangan, nasib warga sipil Gaza masih berada dalam ketidakpastian. Perang berkepanjangan, blokade bantuan, dan kehancuran infrastruktur terus memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. (Bahry)

Sumber: Al Jazeera