Anggota Parlemen Israel Dorong RUU Batasi Listrik dan Air untuk Fasilitas UNRWA di Gaza dan Tepi Barat

Anggota Parlemen Israel Dorong RUU Batasi Listrik dan Air untuk Fasilitas UNRWA di Gaza dan Tepi Barat

PALESTINA (jurnalislam.com)- Anggota parlemen Israel tengah mengupayakan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan membatasi pasokan listrik dan air ke fasilitas Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang berada di Jalur Gaza dan Tepi Barat, demikian dilaporkan oleh Haaretz.

RUU tersebut mendapat dukungan dari Kementerian Energi serta Kementerian Konstruksi dan Perumahan Israel, dan mencantumkan rencana penyitaan dua properti milik UNRWA yang berlokasi di Yerusalem.

Menurut salinan RUU yang diperoleh Haaretz, otoritas Israel telah berupaya mengusir UNRWA dari properti-properti tersebut dengan mengirimkan surat peringatan kepada badan tersebut. RUU itu juga mengusulkan penyitaan tanah secara sepihak tanpa proses hukum, yakni di lingkungan Ma’alot Dafna di Yerusalem Timur yang diduduki, serta di Kafr ‘Aqab di Yerusalem bagian utara.

RUU ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk membatasi lebih jauh operasional UNRWA di wilayah Palestina yang diduduki, dengan menimbulkan tekanan finansial tambahan terhadap badan tersebut. Sejak dimulainya agresi militer Israel di Gaza pada Oktober 2023, UNRWA telah menjadi sasaran berbagai kebijakan pembatasan dari Israel.

Haaretz mencatat bahwa meski terdapat undang-undang kontroversial yang disahkan pada Oktober lalu yang melarang operasi UNRWA, badan tersebut tetap membayar tagihan utilitas untuk kompleks yang masih terdaftar atas namanya.

Sebelumnya, The New Arab melaporkan bahwa PBB, yang mempekerjakan lebih dari 30.000 staf melalui UNRWA, menyatakan tidak menemukan bukti kuat yang mendukung tuduhan Israel bahwa sembilan staf UNRWA terlibat dalam serangan 7 Oktober 2023. Meski demikian, PBB mengonfirmasi bahwa staf-staf tersebut telah diberhentikan dari jabatannya.

Pada Jumat (11/7), kantor berita Reuters melaporkan hasil tinjauan strategis terhadap UNRWA yang diperintahkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Tinjauan tersebut mengidentifikasi empat skenario masa depan UNRWA pasca-larangan dari Israel dan hilangnya pendanaan dari Amerika Serikat.

Menurut dokumen yang diperoleh Reuters, empat opsi tersebut meliputi: tidak mengambil tindakan dan membiarkan UNRWA runtuh, mengurangi layanan secara signifikan, membentuk dewan eksekutif untuk memberikan nasihat kepada badan tersebut, atau mempertahankan mandat inti UNRWA berbasis hak asasi manusia sambil mengalihkan penyediaan layanan kepada pemerintah tuan rumah dan Otoritas Palestina.

Namun demikian, hanya Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara yang memiliki kewenangan untuk mengubah mandat resmi UNRWA.

Di tengah krisis kemanusiaan yang telah berlangsung selama 21 bulan di Gaza, UNRWA terus membela perannya yang krusial. Badan ini menyebut dirinya menjadi target “kampanye disinformasi yang masif” yang berusaha mendiskreditkan UNRWA sebagai organisasi teroris.

Baik Sekjen PBB António Guterres maupun Dewan Keamanan PBB telah menegaskan bahwa UNRWA merupakan tulang punggung utama dalam respons bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza. (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan