Ilusi Pemberantasan Korupsi

Ilusi Pemberantasan Korupsi

Oleh: Novita Fauziyah, S.Pd*

Terbongkarnya kasus demi kasus korupsi yang menjerat pejabat di negeri ini makin menyayat hati. Bagaimana tidak? Di tengah kehidupan sulit yang melanda rakyat dengan berbagai kado pahit nyatanya masih ada yang merampok uang negara. Padahal mereka berpendidikan dan memegang amanah. Sungguh miris mendengarnya.

Kasus korupsi di lingkaran kekuasaan sekarang ini tumbuh subur. Tak dapat dinafikan mekanisme politik dan sistem telah membuka lebar tindak kejahatan ini terjadi. Data dari kompas.com (18/1/2020), ada tujuh kasus korupsi terbesar di Indonesia yang merugikan negara triliunan rupiah. Kasus-kasus tersebut adalah Jiwasraya yang diperkirakan merugikan lebih dari 13,7 Triliun, Bank Centuri 7 Triliun, Pelindo II mencapai 6 Triliun, Kotawaringin Timur mencapai 6,8 Triliun, BLBI 4,58 Triliun, kasus E-KTP 2,3 Triliun,  dan Hambalang 706 Miliar.

Setidaknya ada tiga faktor penyebab suburnya kasus korupsi di negeri ini. Pertama adalah faktor individu. Individu dengan keimanan yang lemah akan mudah tergiur dengan nominal yang fantastis. Memperkaya diri dengan harta yang bukan haknya menjadi godaan. Faktor kedua adalah regulasi atau sistem yang berlaku. Regulasi yang lemah membuat celah penyalahgunaan wewenang. Selain itu ongkos politik yang mahal menjadikan mereka berpikir untuk balik modal. Di zaman sekarang seperti tidak ada makan siang gratis. Di mana ada urusan, di situ ada uang. 

Faktor yang ketiga adalah sanksi yang lemah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukuman koruptor lebih ringan dibanding maling ayam. Para koruptor justru ada yang mendapatkan hak istimewa berupa fasilitas mewah semasa hukuman, ada juga yang masih bisa berjalan-jalan ria. Hukuman tak membuat efek jera.

Dalam sistem demokrasi sekuler ini pemberantasan korupsi seperti hanya ilusi. Penindakan dan sanksi saja tidak akan cukup. Apalagi hanya berharap pada lembaga pemberantasan korupsi yang sudah tidak lagi garang. Juga hanya terbatas pada penindakan dan sanksi. Mau sampai kapan melihat kasus korupsi bermunculan? Masihkah berharap adanya pemberantasan korupsi di sistem kehidupan yang sekarang?

Sejatinya kita sebagai muslim telah memiliki seperangkat aturan dalam Islam. Termasuk memiliki mekanisme yang komplit dalam memberantas korupsi. Islam yang diterapkan dalam semua lini kehidupan mampu menjawab persoalan pemberantasan korupsi. Penerapan syariat Islam dalam semua sendi kehidupan dapat melahirkan individu yang bertakwa. Ketakwaan individu akan terjaga. Jika seseorang memegang amanah maka ia senantiasa takut kepada Allah dan sadar bahwa semua akan dimintai pertanggungjawaban dunia akhirat. Ini akan mencegah dari perbuatan yang melanggar syariat. Kemudian dari sisi regulasi kehidupan akan menutup celah adanya penyalahgunaan wewenang. Kontrol masyarakat berjalan. Orang-orang yang diberi amanah pun adalah mereka yang memiliki sifat amanah dan dipilih atas landasan keimanan. 

Yang terakhir adalah sistem sanksi yang tegas. Dalam Islam, hukuman bagi koruptor akan bersifat preventif juga kuratif. Ada yang namanya ta’zir yaitu sanksi yang jenis kadarnya ditentukan oleh hakim. Dari yang paling ringan seperti penjara sampai paling tegas hukuman mati. Sanksi ini diberlakukan tidak pandang bulu. Hukum tidak tebang pilih. Membuat siapa saja yang melihat atau mendengar menjadi berpikir ulang untuk melakukan hal yang sama.

Tentu kita menginginkan negeri ini berkah dan bebas dari segala bentuk kejahatan. Keberkahan itu sejatinya sudah Allah janjikan manakala penduduk negeri ini beriman dan bertakwa kepada Allah. “Jikalau sekiranya penduduk negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al-A’raf:96).

Wallahu a’lam

Penulis adalah seorang guru tinggal di Bogor Jawa Barat

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses