PARIS (Jurnalislam.com) – Presiden Perancis Emmanuel Macron menegaskan untuk menentang politik Islam yang disebutnya sebagai ancaman dan sedang mencari suksesi di pemerintah.
Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers di Istana Elysee pada hari Kamis (25/4/2019) untuk mengungkap kebijakannya atas protes Yellow Vest menyusul debat nasional selama tiga bulan.
“Politik Islam ingin memisahkan diri dari republik kita,” katanya dalam konferensi pers di Istana Elysee, Kamis (25/4/2019).
“Kami berbicara tentang orang-orang yang, atas nama agama, mengejar proyek politik,” sambungnya.
Dia mengatakan kontrol dana dari luar negeri ke beberapa organisasi juga harus diperkuat.
Macron juga mencatat bahwa undang-undang sekularisme Perancis tahun 1905 telah efektif dan harus terus diimplementasikan.
“Kita tidak boleh menyembunyikan diri ketika berbicara tentang sekularisme. Kami tidak benar-benar berbicara tentang sekularisme. Kami berbicara tentang komunitarianisme yang telah menetap di lingkungan tertentu di republik ini,” katanya, merujuk pada komunitas Muslim di Prancis.
Sejak November lalu, ribuan pemrotes yang mengenakan rompi kuning cerah – dijuluki Rompi Kuning – telah berkumpul di kota-kota besar Prancis untuk memprotes kenaikan pajak bahan bakar Macron yang kontroversial dan memburuknya situasi ekonomi.
Di bawah tekanan, Macron mengumumkan kenaikan upah minimum dan membatalkan kenaikan pajak.
Protes tumbuh menjadi gerakan yang lebih luas yang bertujuan mengatasi ketimpangan pendapatan dan menyerukan agar warga memberikan suara yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan pemerintah.
Setidaknya 11 orang tewas dalam protes itu, sekitar 8.400 ditahan dan lebih dari 2.000 lainnya terluka, dan kemudian hampir 1.800 mendapat hukuman penjara.
Sumber: Anadolu Agency