JAKARTA (Jurnalislam.com) – Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof. Dr. Irfan Idris, MA mengatakan untuk menutup situs-situs yang dianggap radikal, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sejumlah tokoh sejak tahun 2012.
"BNPT menjelaskan bahwasanya adanya surat permintaan BNPT untuk penutupan terhadap sebagian situs-situs yang bermuatan radikal sudah melakukan pengkajian dengan berbagai pihak rekan BNPT. Bukan tiba-tiba. Sudah dilaksanakan koordinasi sejak tahun 2012 dengan tokoh-tokoh Islam," jelas Irfan kepada 7 pemimpin redaksi media Islam yang memprotes pemblokiran situs mereka, Selasa (31/3/2015) di Gedung Kemkominfo, Jakarta.
Namun hal itu diluruskan oleh Pemred Hidayatullah Mahladi Murni. Mahladi mengaku pihaknya belum pernah sekalipun diajak berkoodinasi terkait penetapan situs radikal seperti yang dituduhkan BNPT kepada mereka.
"Kami menyesalkan stigmatisasi bahwa kami ini adalah media radikal, itu dituduhkan tanpa sedikitpun kami diajak bicara. Kalau memang kami dituduh radikal, kami sebenarnya berhadap Bapak memanggil kami, yang mana yang radikalnya, apa yang harus kami rubah. Tapi sampai detik ini kami tidak pernah diundang, kami tidak pernah diajak bicara," ungkap Mahladi yang juga ditunjuk sebagai juru bicara media Islam dalam pertemuan itu.
Dikabarkan, permintaan BNPT kepada Kemkominfo untuk menutup situs-situs yang diangap 'radikal' berdasarkan aduan masyarakat. "Masyarakat yang mana yang mengadukan itu. Karena faktanya, di media sosial dukungan kepada kami sangat-sangat banyak," tanya Mahladi sembari menganjurkan BNPT untuk meneliti terlebih dahulu sebelum melakukan pemblokiran.
Sebelumnya Direktur Deradikalisasi BNPT memaparkan kriteria situs radikal. “Pertama, ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama,” kata Irfan Idris. Kedua, mengkafirkan orang lain (takfiri). Ketiga, mendukung, menyebarkan, dan mengajak bergabung dengan ISIS. Terakhir, memaknai jihad secara terbatas.
Merasa tidak seperti yang dituduhkan BNPT, Mahladi menantang BNPT untuk menunjukkan bukti yang menujukkan empat kriteria tersebut di dalam situs berita yang dikelolanya. "Kami sendiri merasa tidak pernah melakukan itu," sanggah Mahladi.
"Kalaupun ada, sebagaimana temen-temen wartawan bertanya kepada saya bahwa salah satu alasan pemblokiran itu adalah menghasut. Saya katakan, siapa yang kami hasut? Kata mereka Ahmadiyah. Itu kan MUI yang memfatwakan sesat Ahmadiyah, bukan kami. Kami hanya memberitakan, memberitakan bahwa MUI telah memfatwakan mereka sesat. Apakah salah kemudian kami memberitakan?" lanjut Mahladi.
Meski kebijakan sepihak BNPT memasukkan sejumlah media Islam ke dalam daftar situs radikal karena tanpa pemberitahuan dan koordinasi. Namun, media-media Islam yang diwakili Mahladi tetap menempuh jalur resmi untuk melakukan normalisasi. "Kami lakukan itu, kami tempuh jalur yang resmi. Kami ingin berdiskusi dengan pihak-pihak yang bersangkutan (Kemkominfo dan BNPT-red)," pungkasnya.
Reporter : Ridwan | Editor : Ally | Jurniscom
Berita Terkait :
Kemkominfo Akui Blokir Media Islam Tanpa Verifikasi dan Komunikasi
FUI : Pemblokiran Media Islam Tidak Dibenarkan Secara Syar'i Maupun Konstitusional
Paranoid, BNPT Manfaatkan Isu ISIS Untuk Blokir Media Islam
Media Islam Ditutup, An Nashr Institute : "Itulah Bukti Kedzaliman Penguasa!"
Minta Klarifikasi Soal Pemblokiran, Sejumlah Media Islam Datangi Kemkominfo