Muhammadiyah dan NU dalam Memperjuangkan Al Maidah: 51

Muhammadiyah dan NU dalam Memperjuangkan Al Maidah: 51

JURNALISLAM.COM – Idealisme perjuangan tokoh-tokoh Muhammadiyah, tokoh-tokoh NU dan juga tokog-tokoh Islam yang lain dalam memperjuangkan kemerdekaan NKRI betul-betul sejalan dengan Al-Maidah: 51 ini. Namun dinamika sosial politik setelah era kemerdekan, era Orde Lama, era Order Baru, juga era reformasi kini, terasa sangat kurang keberpihakannya kepada Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas warga negara kita, NKRI. Sehingga sebagai akibatnya idealisme itu semakin hari semakin tereliminir dan terreduksi dan hampir hilang atau sirna sama sekali.

Akhirnya, Alloh dengan kasih sayangNya memunculkan gelombang massa yang bergerak cepat dari seluruh penjuru nusantara menuju Jakarta guna berjihad melawan seorang penista agama yang diback up sangat kuat oleh kroni-kroninya yang hingga kini belum teridentifikasi posisi dan fungsi strategis masing-masing mereka.

Ini jihad perang yang luar biasa….

Jihad melawan musuh yang tidak teridentifikasi posisi keberadaannya dan juga tidak diketahui fungsi strategis yang diperankannya.

Luar biasa! Jihadul kalimah melawan musuh-musuh yang bersembunyi di tempat yang gelap, juga yang bersembunyi di tempat yang terang-benderang.

Senjata KATA akan dapat menembus mereka dengan izin Alloh, dimana pun mereka berada. Di tempat yang gelap atau pun di tempat yang terang.

Jihad 4 November 2016 dan Jihad Kemerdekaan NKRI 1945 adalah perjuangan untuk membela Al-Maidah: 51 ini!

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maidah: 51)

Membaca dunia Islam dengan kaca mata Al-Maidah: 51

1. Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah 1924, kehidupan umat Islam mulai menjauhi syari’ah Alloh yang tersirat dalam surah Al-Maidah: 51, meninggalkan kepemimpinan Islam dan secara otomatis akan meninggalkan syari’ah Islam pula (secara bertahap, perlahan, namun sistemic).

Di sisi lain mereka mulai membangun kepemimpinan ala Barat (Nashoro: Inggris, Perancis, Belanda, dll) sebagai mantan tuan/penjajajah di masing-masing negara.

2. Ulama dan pemuka Islam cukup menyadari geliat penyimpangan ini.
Di Mesir pada tahun 70-an atau 80-an, tokoh gerakan Ikhwanul Muslimin, Said Hawa dalam bukunya Al-Islam, Bab Al-Khilafah memandang fenomena penyimpangan kehidupan sosial politik umat Islam ini sebagai gejala/musibah “kemurtadan”.

Said Hawa menawarkan solusi untuk mengatasi kemurtadan yang mendunia ini dengan membangun kader/generasi baru (generasi 5:54/Al-Maidah: 54) dengan menulis buku “Jundulloh Tsaqofatan Wa Akhlaqon” dengan memerincikan makna yang terkandung dalam surah Al-Maidah: 54.

Di Indonesia penyimpangan umat dari surah Al-Maidah: 51 yang berdampak pada penyimpangan pemikiran hukum juga disadari sejak awal kemerdekaan, 21 tahun setelah hilangnya kepemimpinan dunia Islam Khilafah Utsmaniyah di Turki. Dalam perumusan Piagam Jakarta yang merupakan hasil mufakat dari seluruh anggata panitia kecil yang terdiri dari 4 orang tokoh nasional Islam, 4 orang tokoh nasinal sekuler dan 1 tokoh Kristen yang menghasilkan diktum “Negara berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankanan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Itulah hasil kesepakatan sidang panitia sembilan yang cukup representatif mewakili komposisi ideologis elit bangsa dan juga masyarakat kala itu. Meskipun di sisi lain, tokoh Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo masih sangat keberatan dengan diktum itu dan tetap mengusulksn agar kata-kata “bagi pemeluk-pemeluknya” itu dihapus. Namun, apa daya itulah hasil kesepakan yang mewakili kelompok Islam, kelompok sekuler dan kelompok Kristen.

Muhammadiyah dan NU Memperjuangkan Al-Maidah: 51

Demikian juga Syekh Abdul Wahid Hasyim dari tokoh NU ketika melihat adanya geliat kelompok non Muslim yang masih merasa keberatan dengan rancangan sila pertama yang ada dalam Piagam Jakarta saat itu, dengan jeli, jelas dan santum menjawabnya, “Kalau masih ada yang keberatan dengan kalimat (yang disepakati itu) “Negara berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, maka ada yang sebaliknya dan lebih keras dari itu (dari kalangan Islam yang merasa belum pas dengan klausul itu) bertanya kepada saya, ‘Apakah dengan itu (dengan dasar negara yang semacam itu) kita sudah boleh menceburkan nyawa untuk membela negara ini (yang kita dirikan ini)?’”

Sunggu jeli dan sangat jelas idealisme Islam di era kemerdekaan!!!

Dalam perumusan UUD ‘45 para tokoh Islam juga memperjuangkan sebuah pasal yang berisikan bahwa “Presiden Indonesia haruslah beragama Islam dan orang Indonesia Asli” (sebelum amandemen). Artinya para tokoh kita, para masyayikh kita sangat peduli terhadap asas keislaman dan asas kepribumian.

Kata Sukarno, Preden RI pertama, “Jas Merah: jangan melupakan sejarah!”

Itulah kiranya perjuangan tokoh-tokoh Islam yang sekligus juga sebagai Founding Fathers Bangsa. Perjuangan mereka betul-betul sejalan dengan Al-Maidah: 51. Mereka memperjuangkan kepemimpinan Islam dan juga syari’at Islam.

 

Sekarang, kewajiban kitalah untuk melanjutkan!

 

Ngruki, Ahad 6 November 2016
Akhukum Fillah: Abu Ghozzah

Bagikan