Mengatasi Dampak Negatif Gadget bagi Generasi Z

Mengatasi Dampak Negatif Gadget bagi Generasi Z

Oleh: Gesang Ginanjar Raharjo*

(Jurnalislam.com)–Seiring perkembangan zaman, gadget bukanlah benda mahal bagi para orang tua. Dengan uang dibawah dua juta rupiah saja mereka sudah bisa membelikan sebuah gadget untuk anak mereka. Banyaknya aplikasi dan game yang mudah diunduh juga menjadikan orangtua menyerahkan urusan hiburan bagi anak mereka kepada gadget.

Saat ini anak-anak kita telah memasuki masa ‘Generasi Z’, mereka yang terlahir tahun 1995-2000-an ke atas, dimana semuanya serba digital dan akses internet sangat mudah dijangkau. Disekitar kitapun banyak orang tua yang dengan mudah memberikan gadget kepada anak-anak dengan alasan supaya mereka tidak ‘gaptek’ dan ‘tenang’ saat bermain.

Akibatnya, anak sering merengek untuk memainkan gadget dalam waktu lama. Tentu sesuatu yang berlebihan akan berdampak buruk bagi perkembangan anak.

Dampak internet telah merubah perilaku generasi Z menjadi suka akan sesuatu yang instan dan viral. Informasi, gaya hidup atau sesuatu yang sedang trending-pun mereka ikuti bahkan menjadi panutan, tak peduli apakah hal itu berdampak positif atau negative bagi mereka, jika orangtua tidak pandai menyaringnya.

Sebagai orang tua, seharusnya juga harus lebih bijak dalam penggunaan gadget. Banyak para orang tua yang baru melek tekhnologi lebih asyik bermain game online, Instagram, Tik-Tok, Facebook, Whatsapp dan aplikasi lainnya sehingga anak mereka merasa diacuhkan dan akhirnya melampiaskan kejenuhannya lewat gadget.

Aplikasi chatting juga menjadikan perilaku generasi Z terkadang kurang berkomunikasi secara langsung (verbal). Mereka lebih suka berbicara lewat medsos yang mengakibatkan intensitas pertemuan fisik berkurang bahkan parahnya mereka bisa ketergantungan kepada gadget.

Akibat terbiasa chatting di media sosial maka timbul rasa kaku dan nerveous ketika bertemu satu sama lain. yang akhirnya mereka kembali tenggelam dalam dunia maya dan tak memperdulikan lagi sekitarnya. Mereka tak lagi saling menyapa dan lebih asyik berselancar di dunia maya.

Gadget juga berdampak menjadikan kehidupan mereka mejadi hedonis, individualis, dan terpapar pornografi, dimana anak-anak dengan mudah mengakses situs-situs terlarang yang akhirnya terjerumus kedalam perilaku freesex dengan alasan materi, ingin membeli pakaian model terbaru atau hp terbaru.

Banyak sudah kasus-kasus pemerkosaan anak dibawah umur dengan iming-iming sejumlah uang, mereka berkenalan lewat jejaring medsos (media sosial), lalu ketemuan yang akhirnya anak-anak kita dibujuk untuk melampiaskan hawa nafsu predator anak tersebut. Dan akhirnya tidak sedikit korban tersebut kemudian dibunuh. Na’udzubillah.

Kasus-kasus

Seperti berita pada akhir September lalu di Sukabumi, dimana ada kakak beradik RG (16) dan RS (14) tahun melakukan hubungan intim (inses) dengan ibu kandung serta memperkosa adik angkatnya NP yang masih berusia 5 tahun. Ketika ditanya kenapa mereka melakukan hal tersebut, mereka menjawab karena kecanduan video porno yang diperoleh melalui sebuah aplikasi sosial media lewat HP-nya.  (tribunnewsbogor.com)

Kasus lain yang terjadi di Cikarang yang dikabarkan oleh rmol.id (18/10/19) dimana dua remaja, NV (17) dan Ty (17) mereka menjalani rehabilitas di yayasan gangguan jiwa karena akibat ketergantungan yang akut terhadap gadget.

Kedua remaja ini sudah sangat berlebihan menggunakan ponsel. Bahkan, mereka mengoprasikan gawai dari sejak bangun tidur hingga malam. Akibat ketergantungan terhadap ponsel ini akhirnya mereka sering bolos sekolah, menjadikan mereka cepat emosional bahkan melawan kedua orangtuanya.

Begitu miris melihat kedua contoh fakta diatas, generasi yang seharusnya menjadi harapan agama dan bangsa malah menjadi korban keganasan gadget.

Mungkin masih banyak kasus-kasus serupa diluar sana dan tentu yang menjadi korban adalah generasi penerus bangsa bila kita tak mengawasi mereka sejak dini dalam penggunaan gadget.

Kekhawatiran sebagai orangtua adalah ketika anak mereka suka menyendiri di kamar dan memainkan smartphone mereka. Karena bisa jadi disitulah berbagai kemungkinan mereka berinteraksi dengan “evil of the world” di jagat internet (mulai dari gaya hidup hedonis, cyber bullying, gambar dan video porno, hingga predator pedofili) bisa terjadi. Pengasuhan orangtuapun bisa diambil alih oleh gadget, karena mereka lebih terhibur dengan game online maupun aplikasi smartphone lainnya.

Kerenggangan antar keluarga atau disebut Big Disconnection juga bisa dipicu dari seringnya sebuah keluarga dalam penggunaan gadget.  Dalam bukunya, The Big Disconnect: Protecting Childhood and Family Relationship in the Digital Age (2013), Catherine Steiner-Adair mewaspadai terjadinya “tragedi keluarga” terbesar abad ini, yaitu apa yang ia sebut “big disconnection”.

Tragedi ini sudah bisa lihat di sebagian besar keluarga di sekitar kita, bila ditanya setiap anggota mulai dari anak hingga orangtua pasti memiliki gadget, dan mereka lebih sering meggunakan gadget saat berada diacara keluarga, seperti saat sarapan, berkumpul arisan maupun acara inti keluarga.

Mereka lebih senang senyum-senyum sendiri membaca status Facebook maupun membaca gosipan di grup WA. Sedangkan si anak, mereka lebih fokus kepada game online dan permainan sejenisnya, akhirnya acara keluarga yang diharapkan menyenangkan menjadi hambar.

Inilah yang oleh Steiner-Adair disebut big disconnection, tragedi keluarga terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Dan barangkali disconnection inilah yang memunculkan fenomena seperti kasus inses dan kecanduan gadget di atas. Karena itu setiap orang tua harus lebih kritis dalam menyikapi setiap aktivitas online anak mereka.

Pisau Bermata Dua

Gadget seperti pisau bermata dua, manfaatnya sangat banyak, sekaligus resiko berbahaya jika digunakan secara kurang bijaksana. Peneliti Joan Ganz Cooney Center, USA misalnya menemukan bahwa anak-anak berusia 5 tahun yang menggunakan aplikasi edukasi Ipad mengalami peningkatan kosa kata sekitar 27%, sedangkan pada anak-anak usia 3 tahun kosa katanya meningkat sebanyak 17%.

Gadget membuat mereka lebih mudah mengenal nama-nama binatang dan juga cepat mengenal huruf serta menjadikan mereka memiliki kosa kata lebih banyak.

Sedangkan negatifnya, disadari atau tidak kalau sudah memegang hp atau gadget anak-anak seperti tenggelam dalam dunianya sendiri.

Mereka jadi lupa makan, malas mandi, dan tak mau keuar rumah untuk bermain dengan teman-temannya. Beberapa sumber menyatakan, ketagihan internet memang sering membuat anak kurang beraktivitas secara fisik. Hal ini membuat anak lebih rentan terhadap obesitas dan resiko penyakit.

Shinta Laksmi, pakar media dalam presentasinya yang berjudul “Peran Perempuan Mengatasi Dampak Mobile Internet pada Anak” mengungkapkan, anak-anak remaja yang aktif menggunakan mobile internet beresiko terhadap perkenalan dengan orang asing, pornografi, bahkan menjadi korban perdagangan anak.

Sumber lain menyebutkan, anak-anak rentan mengalami bullying dan trauma. Yang memperihatinkan, anak-anak Indonesia ternyata ‘terlanjur’ bersentuhan dengan konten negatif dari internet.

Efek Negatif

Berdasarkan laporan Norton Online Family Report 2010, terungkap bahwa hampir semua (96 persen) anak-anak Indonesia mengalami hal negatif saat online di dunia maya.

Dalam survey tersebut menjelaskan, sebanyak 55 persen anak-anak yang disurvei telah menyaksikan gambar-gambar kekerasan dan pornografi. Sejumlah 35 persen lainnya mengaku dihubungi orang yang tidak dikenal, dan 28 persen dari mereka pernah menanggapi penipuan.

Survey yang dilakukan terhadap anak-anak berusia 10 hingga 17 tahun di beberapa kota di Indonesia tersebut juga mengungkap temuan mengejutkan. Yakni, sebanyak 36 persen anak-anak Indonesia melakukan online tanpa sepengetahuan orangtua mereka.

Sebagai orangtua berkesempatan besar dalam mencegah serta menekan resiko efek negative internet, kita harus memperkenalkan gadget sesuai kebutuhan.

The American Academy of Pediatrics menyarankan agar orangtua menunda pengenalan gadget hingga anak berusia minimal 2 tahun. Kemudian kita kenalkan gadget dengan aplikasi yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan mereka.

Kita bisa mengenalkan internet kepada anak-anak dari hal positif terlebih dahulu, kita jelaskan bahwa didalam internet kita bisa melihat gambar-gambar hewan, tumbuhan, maupun informasi yang dibutuhkan oleh mereka, seperti ilmu pengetahuan tentang geografi, fisika, matematika dan seterusnya.

Mereka juga perlu tahu bahwa dunia maya itu juga memiliki sisi negatif, mereka harus dibekali dengan pentingnya menyimpan dan melindungi data pribadi. Jangan sampai mereka memberikan informasi seperti password, alamat rumah, usia dan nomor telepon di internet.

Pastikan juga mereka tidak memposting sesuatu yang menginformasikan lokasi mereka berada atau gambar-gambar kondisi dimana ia berada ke media social.

Membatasi waktu bermain gadget juga harus dilakukan agar mereka tidak keseringan dan ketergantungan terhadap gadget. Misalnya 2 jam perhari atau harus ijin terlebih dahulu ketika akan berselancar didunia maya.

Kita juga harus tahu tujuan mereka mengakses internet dan lebih aman jika mereka menggunakan komputer yang diletakkan di ruang keluarga sehingga kita bisa mengawasi dan membimbing mereka.

Aktifitas Fisik

Mendorong melakukan banyak aktivitas fisik di luar rumah juga bisa kita gunakan sebagai siasat agar mereka tidak ketergantungan dengan gadget. Kita juga bisa ciptakan suasana keluarga yang dekat dengan cara sering mengobrol, bermain dan mendengarkan curhatan anak-anak kita.

Kita juga harus berkomitmen untuk menyimpan gadget ketika berkumpul dengan keluarga, kita harus menjadi contoh kepada anak-anak bahwa sebagai orangtua juga tidak ketergantungan kepada gadget. Kita harus berkomitmen untuk menahan sementara menggunakan gadget saat berkumpul bersama anak-anak.

Membangun karakter berkepribadian (Syaksiyah) Islam yang berakhlak mulia, amanah, memiliki dedikasi dan kedisiplinan serta tanggung jawab juga bisa  diajarkan didalam keluarga kita, sehingga mereka bisa memanage waktu sebaik mungkin.

Karena tolok ukur yang paling tepat untuk menilai tinggi rendahnya kualitas kepribadian Islam seseorang adalah perilaku (suluk) sehari-hari seseorang dalam berbagai interaksi di tengah masyarakat.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu benar-benar beriman. (TQS: Ali Imran: 139).

Kepribadian Islam

Tanamkan kepribadian Islam pada diri anak, sebagaimana di contohkan oleh Rasulullah SAW. Pertama, menanamkan akidah Islam kepada anak dengan metode yang tepat, yaitu sesuai dengan kategori akidah Islam sebagai aqidah aqliyah (akidah yang keyakinannya dicapai melalui proses berfikir).

Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan perilakunya diatas pondasi ajaran Islam semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqafah Islamiyah dan mengamalkan dan memperjuangkannya dalam aspek kehidupannya sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT. (M Ismail Yusanto, dkk Menggagas Pendidikan Islami, 52-53).

Selain itu yang paling penting adalah adanya peran negara yang harus serius dan konsisten untuk mengawasi serta memblokir situs-situs yang mengarah pada pornografi dan hal negative lainnya, sehingga tidak bisa dijangkau oleh generasi muda kita, serta mengedukasi generasi Z untuk bijak dalam menggunkan gadget.

Negara harus memberikan pelayanan atau riayah dengan menciptakan inovasi terbaru dalam hal pembuatan alat-alat elektronik sehingga aman dan bersahabat bagi lingkungan.

Negara juga harus mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik Negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah.

Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban Negara dalam melayani kemashlahatan Islam dan kaum muslim serta menyebarluaskan kebaikan dari dan didalam masyarakat Islami tersebut. (Taqiyuddin An-Nabhani, Bab Syiasah Daulah I’lamiyah, 146).

Dengan ini diharapkan generasi Z bisa terlindungi dari konten-konten negative yang ada di dunia maya karena negara benar-benar menjamin keamanan dalam bersosial media.

Anak yang hobby memainkan gadget dalam jangka waktu lama bisa mempengaruhi kesehatan mata dan otot anak. Anak akan duduk diam memandang layar gadget sehingga membuatnya tidak melakukan gerakan fisik yang bisa mengganggu kesehatan mata dan perkembangan ototnya. Radiasi yang dipancarkan oleh gadget juga menjadi ancaman bagi kesehatan anak.

Ajak mereka mengobrol, sehingga mereka tidak menjadi anak yang pasif bahkan mengalami keterlambatan bicara. Dan yang paling penting kita tanamkan akidah Islam dalam diri mereka dan merubah persepsi (mafahim) mereka tentang penggunaan gadget agar mereka bisa memanage kegunaan gadget. Jangan sampai karena keteledoran kita dalam mendidik anak, menjadikan mereka terjerumus kedalam jurang bencana dunia maya. []

(Penulis, Tinggal di Malang)

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.